tirto.id - Bagi Maulana, tanggal 23 Januari 2018 adalah hari paling menegangkan selama ia tinggal di Jakarta. Waktu itu, gempa dengan kekuatan 6,4 skala richter yang berpusat di barat daya Lebak, Banten, terasa hingga Jakarta dan menyebabkan kepanikan di pusat-pusat perkantoran.
"Aku lagi naik ojek di Kuningan dan lihat orang-orang berlarian ke jalan," kisahnya kepada saya pada pertengahan Februari lalu. Saat itu, ia melihat gedung-gedung yang berbaris di sepanjang Jalan Rasuna Said dengan perasaan was-was. "Miring. Kayak mau rubuh."
Ia turun dari motor yang ditumpanginya dan berlari kencang, menjauh dari jangkauan gedung bertingkat. "Sampai sekarang aku trauma sama gempa di Yogya," katanya.
Sebulan setelah kejadian itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menggelar sarasehan bertajuk "Gempa Bumi 8,7 Megathrust, Siapkah Jakarta?" bersama Pemprov DKI. Pasca-sarasehan, tersebar kabar kalau gempa tersebut bakal melanda Jakarta.
Hary Tirto Djatmiko, Kepala Humas BMKG, memberi keterangan lebih lanjut soal diskusi yang dihadiri oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno tersebut. Menurutnya informasi yang tersebar dalam acara yang sebetulnya bukan untuk dikonsumsi publik itu kurang tepat.
Lewat situsweb resmi, Hary membantah kalau BMKG disebut telah memprediksi gempa. Katanya, teknologi yang ada saat ini belum memungkinkan pada ahli memprediksi secara presisi magnitudo maksimum gempa di zona megathrust, apalagi memperkirakan kapan itu terjadi.
"Maka dalam ketidakpastian tersebut, yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi yang tepat, menyiapkan langkah-langkah kongkrit yang perlu segera dilakukan untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa seandainya gempa benar-benar terjadi," katanya.
Gempa Megathrust?
Kepala Pusat Seismologi Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu BMKG, Jaya Murjaya, kepada Tirto menjelaskan kalau sebagaimana namanya, gempa megathrust berasal dari apa yang disebut zona megathrust, yaitu zona tumbukan antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Berdasarkan ciri-cirinya, lempeng bumi dibagi menjadi dua: lempeng samudera dan lempeng benua. Lempeng benua lebih tipis dari lempeng samudera sehingga saat keduanya bertumbukan, "lempeng samudera bisa masuk ke dalam lempeng benua dan menyebabkan guncang besar." Pada zona megathrust, lempeng samudera bisa masuk ke lempeng benua yang bagian atasnya adalah Pulau Jawa.
Menurut Peta Sumber Gempa Nasional 2017 yang diterbitkan oleh pemerintah melalui Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen), zona yang berpotensi memunculkan gempa megathrust di Jawa berada di tiga lokasi, yaitu wilayah perairan Selat Sunda, wilayah selatan perbatasan Jawa Barat dan Jawa Tengah serta segmen Jawa Timur-Bali.
Tiga lokasi ini, kata Jaya, mengalami apa yang disebut kekosongan gempa (seismic gap) berdasarkan data kejadian 100 tahun (1900-2013) dengan magnitudo 7 skala richter.
"Zona kosong gempa itu menyimpan potensi gempa besar karena energi dari gesekan dua lempeng itu masih tersimpan. Magnitudo nya bisa mencapai 8,6-9 skala richter dan menyebabkan tsunami" jelas dia. Proses penujaman lempeng masih terjadi dengan laju 60-70 milimeter per tahun.
Masalahnya, tak ada yang bisa memprediksi kapan pergeseran itu menyebabkan gempa. Lantaran tidak bisa diprediksi itu lah sarasehan yang tadi diceritakan digelar. Disepakati pula kerja sama antar dua belah pihak. Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menugaskan mantan Bupati Kepulauan Seribu Budi Utomo untuk menjadi penanggung jawab.
"Alhamdulillah, kami sudah sepakat untuk kerja sama dengan BMKG dan beberapa unit SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)," ujar Sandi, Senin 12 Februari 2018. SKPD DKI yang akan terlibat antara lain Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Satpol PP, dan Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar).
Rencana Mitigasi
Kepala BPBD DKI Jupan Royter mengatakan akan ada pertemuan lanjutan untuk membahas detail mitigasi. Diharapkan setidaknya sudah ada mekanisme bagaimana informasi soal gempa disampaikan ke seluruh warga, sehingga evakuasi bisa dilakukan 20 detik sebelum getaran sampai.
Instansinya juga bakal membahas beberapa arahan dari Sandiaga Uno, seperti rencana simulasi earthquake drill (siaga gempa) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta serta membangun fasilitas taman edukasi bagi siswa-siswi di Jakarta sebagaimana Disaster Prevention Park di Jepang.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, menyarankan agar mitigasi juga menyentuh membahas soal bangunan. Ia mengimbau agar Pemprov DKI membuat regulasi agar gedung di Jakarta memenuhi aspek mitigasi seperti adanya tempat berlindung dan jalur evakuasi. Pemprov juga harus memastikan gedung di Jakarta aman dan tidak cepat runtuh saat gempa terjadi--berkaitan dengan ilmu teknik.
"Ini memungkinkan kita menyelamatkan diri lebih cepat," kata mantan Rektor Universitas Gajah Mada itu dalam sarasehan.
Menanggapi saran itu, Sandiaga Uno mengatakan bahwa Pemprov bakal melakukan audit terhadap gedung-gedung yang sudah kadung berdiri.
"Dari pak Iwan, saya mendapat informasi bahwa hampir semua gedung kami yang langsung 'jemput bola'. Kemarin gedung artha graha. Hari ini BNI 46. Itu semua kami teliti," kata pengusaha itu, dalam kesempatan yang sama. Iwan yang dimaksud adalah Kepala Pusat Data informasi (Pusdatim) Badan penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Rio Apinino