Menuju konten utama

Gempa Besar di Sesar Lembang Mengintai Bandung

Potensi gempa yang dihasilkan dari aktivitas sesar Lembang bisa mencapai 6,8 skala Richter. Apakah ancaman ini sudah kian dekat?

Gempa Besar di Sesar Lembang Mengintai Bandung
Ilustrasi gempa di Jawa Barat. tirto.id/Sabit

tirto.id - Warga di Kecamatan Cisarua tak pernah membayangkan bahwa mereka tinggal bersama gempa. Kesadaran soal bencana, yang siap menelan seluruh masa hidup mereka, melenting di alam pikir mereka segera setelah apa yang mereka alami pada Minggu sore, 28 Agustus 2011.

Di hari ketiga menjelang Lebaran itu, keluarga peternak sapi perah macam Dadang Ratna dikagetkan suara gemuruh di sekeliling rumah. Lantai berderak-derak. Badannya bergoyang, susah-payah menahan gravitasi. Ia segera melesat keluar rumah bersama anak dan istrinya. Di luar, ia melihat tembok rumah tetangga roboh. Debu putih mengepul.

Di sore yang sama, Dede Mulyana, yang tengah memanen sawi, merasakan tanah melonjak dan bergelombang bak ombak selama sekitar 30 detik.

Sigap, Dede berlari menjauhi lembah di areal kebun kampung, mencari tempat lebih aman. Saat berlari ia menemukan retakan panjang sekitar 1 kilometer, melintang dari tebing lembah di utara ke selatan, mengikuti arah ketinggian kontur tanah.

Sepekan kemudian, sekitar jam sebelas malam, warga merasakan tanah kembali berguncang. Meski getarannya agak pelan, tetapi cukup bikin warga panik.

Getaran gempa dengan skala lebih kecil terus berulang hingga beberapa hari berikutnya di Kecamatan Cisarua, termasuk di Kampung Muril Rahayu tempat Dadang Ratna dan Dede Mulyana bermukim. Berdasarkan laporan sejumlah media, dampak gempa tersebut telah bikin rusak sekitar 291 rumah, salah satunya rumah Dadang.

Ular Panjang Bernama Sesar Lembang

Gempa enam tahun lalu yang melanda sebagian daerah perkampungan di Cisarua itu bukan kali pertama. Abah Rosid, yang selama 80 tahun tinggal di kawasan itu, mengingat-ingat serangkaian peristiwa penting di kampungnya.

"Kalau hanya lini (gempa kecil) sering. Tapi kalau sebesar kemarin tidak pernah. Orangtua dan kakek abah juga enggak pernah cerita soal gempa hebat di sini," katanya kepada saya, baru-baru ini.

Laporan Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebut kekuatan gempa yang bergerak di kawasan Bandung Utara ini mencapai 3,3 skala Richter. Berdasarkan skala Mercalli, getaran gempa ini masih tergolong II - III. Artinya ia masih ringan dan sebatas dirasakan beberapa orang, mirip getaran selepas truk berlalu dan menggoyangkan benda-benda ringan yang bergantung di udara.

"Skala Mercalli yang terjadi di Kampung Muril sebetulnya lebih besar. Karena lokasi pusat gempanya amat dekat," ujar Irwan Meilano, seorang pakar gempa dari Institut Teknologi Bandung, kepada Tirto.

Berdasarkan rilis BMKG, lokasi pusat gempa terletak di 107.55° BT dan -6.81°LS dengan kedalaman 6 kilometer. Jantung gempa ini hanya 20 meter dari rumah Dadang Ratna, atau tepat di atas kebun milik Dede Mulyana.

"Saya juga kaget saat petugas BMKG bilang gitu," ucap Dadang.

"Peneliti ITB bilang tepat di bawah rumah saya itu dilewati patahan Lembang," katanya lagi, sembari menunjuk tebing di depan rumahnya.

Di antara tebing dan lembah itu mengalir sebatang sungai kecil selebar 1,5 meter bernama Cipogor. Dadang khawatir bila tebing dan lembah ini sewaktu-waktu merusak kehidupannya. Rumah Dadang terletak di ujung kampung, paling dekat dengan lokasi lembah dan tebing Cipogor.

Patahan atau sesar Lembang melintang sepanjang 29 kilometer, dari ujung barat di Kecamatan Ngamprah (Bandung Barat) hingga sisi timur di Kecamatan Cilengkrang (Kabupaten Bandung). Membelah kawasan Bandung utara dan selatan, para ahli memperkirakan sesar Lembang bakal memicu “kiamat kecil”.

Kehadirannya tak terpisah dari sejarah Gunung Sunda. Saat meletus pada masa silam, dua pertiga bagian atas Gunung Sunda runtuh ke utara, membuat patahan di sisi selatan yang dikenal sebagai sesar Lembang. Nama Lembang merujuk sebuah kecamatan di Bandung Barat, yang terkenal sebagai lokasi wisata alam.

"Sesar Lembang digolongkan sesar normal, artinya bagian blok Lembang di sebelah selatan naik, dan utara ambles. Bidang yang memanjang ini terlihat sebagai landmark Lembang paling jelas. Dalam geologi, lereng memanjang ini dikenal sebagai gawir sesar atau fault scrapt," kata Budi Bramantyo, pakar geologi ITB.

Gawir atau dinding raksasa inilah yang menghalangi pemandangan warga di sebelah utara kaki Gunung Tangkuban Parahu seperti Lembang, Parongpong, dan Cisarua untuk melihat kawasan selatan. Bagi orang utara, gawir ini lazim disebut Pasir Halang—artinya bukit yang menghalangi. Bentangan dinding patahan Lembang ini menahan aliran lahar hingga aliran air tanah dari wilayah utara ke Kota Bandung di selatan.

"Yang menjadi persoalan, penduduk tidak tahu jika Pasir Halang yang selama ini akrab dengan kehidupan mereka suatu hari akan menjadi sumber bencana,” kata Eko.

Potensi Gempa Besar Sesar Lembang

Kehadiran sesar di sebuah kawasan bisa berpotensi gempa. Sesar adalah retakan pada lempeng kerak yang bergeser. Kerak bergeser karena terapung di atas mantel bumi (batuan liat dan cair terdiri dari campuran magnesium dan besi). Lapisan ini bergerak perlahan sehingga terpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lain.

Selain karena tekanan, sebuah sesar yang bergerak dipengaruhi oleh aktivitas tektonik. Hasil kajian terbaru tahun 2017 menunjukkan laju pergeseran sesar Lembang sekitar 3,0- 5,5 mm/tahun. Angka ini bertambah dari prediksi tahun 2011 yang menyebut laju pergeserannya sekitar 2,0 - 4,0 mm/tahun.

Selain itu, riset terbaru dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI menemukan bahwa panjang sesar ternyata 29 kilometer, bukan 22 kilometer sebagaimana acuan peneliti sebelumnya.

Hasil riset ini tak lepas berkat pemetaan citra profil morfologi dengan resolusi tinggi lewat penggunaan LIDAR (Light Detection and Ranging). Dari data ini, dengan hitung-hitungan formula ahli paleoseismologi, diperolehlah data empiris soal potensi energi seismik yang dihasilkan saat sesar Lembang aktif. Paleoseismologi adalah studi batuan kuno dan sedimen untuk bukti peristiwa seismik, seperti gempa bumi dan tsunami, dari zaman sebelum catatan disimpan.

"Jika segmen sepanjang 29 kilometer ini bergerak serempak, kekuatannya berkisar 6,5 - 7 skala Richter," ujar Dr. Mudrik Rahmawan Daryono, peneliti dari Geoteknologi LIPI.

"Angka ini sudah cukup untuk merusak seantero wilayah Bandung, bahkan sampai Soreang atau Banjaran, yang radiusnya 30 kilometer dari Lembang," kata Irwan Meilano.

Infografik HL Indepth Gempa

Kapan Gempa Besar Lembang Terjadi?

Pertanyaan mendasar yang seringkali diajukan: Kapan sesar Lembang aktif menjadi gempa besar?

Upaya mencari jawaban ini sudah lama dilakoni. Penelitian sesar Lembang bukan hal baru. Ahli Bumi alias geolog asal Belanda, R.W. van Bemmelen, sudah melakukannya pada 1940.

Riset sesar Lembang disertakan dalam The Geology of Indonesia (1949), kitab babon van Bemmelen bagi para geolog Indonesia. Ia menyebut kali terakhir sesar Lembang aktif pada 100.000 tahun lalu, bertepatan pembentukan kaldera Gunung Sunda. Pada 1996, penelitian Jan Nossim di Kampung Panyairan, Cihideung, menunjukkan kali terakhir sesar Lembang aktif pada 24.000 tahun lalu.

Sebuah sesar disebut aktif jika ia pernah bergeser pada waktu Holosen—dimulai 11.500 tahun lalu hingga sekarang. Jelas, jika mengacu penelitian van Bemmelen dan Nossim, sesar Lembang tidak masuk dalam kategori sesar aktif.

Namun, argumen ini belakangan berusaha dipatahkan oleh para peneliti mutakhir. Sejak 2006, para ahli dari Geoteknologi LIPI, ITB, Kemenristek, serta beberapa instansi lain, melakukan dua metode lewat pengamatan data GPS (sistem pemosisi global) di daratan dan penggalian hasil longsoran tanah. Hasilnya diketahui lima tahun kemudian pada 2011 bahwa sesar Lembang dinyatakan aktif. Penelitian ini berlanjut sampai sekarang.

"Selain temuan lapangan, kebetulan terjadi gempa di Kampung Muril Rahayu. Kejadian ini membuat kami percaya diri dan sangat yakin bahwa sesar ini aktif," kata Irwan Meilano, yang meneliti bidang geodesi.

Temuan mencengangkan didapat dari penggalian di Batu Lonceng dan Panyairan: setidaknya sudah dua kali gempa bumi besar terjadi di Bandung. Kesimpulan ini berdasarkan penggalian lapisan kontur tanah—atau dalam istilah geologi, struktur beban yang berkelok-kelok.

Bentuk berkelok-kelok memanjang ini menandakan gempa bumi besar pernah terjadi. Struktur beban terbentuk akibat guncangan atau getaran tanah menekan lapisan tanah di bawahnya sehingga membentuk batas-batas yang berkelok-kelok.

"Dari uji paritan dan geolistik (di Panyairan), diketahui secara pasti dan terlihat kasat mata ada patahan. Ini bukti terkuat sesar Lembang pernah bergerak. Setalah dicek, gempa ini terjadi pada 60 sebelum Masehi," kata Mudrik Daryono.

"Hasil dari Batu Lonceng kami menemukan pernah terjadi gempa pada abad 15, sekitar 1450-1460," katanya.

Mengacu momen aktivitas gempa terakhir pada 2011, patahan ini tidak bergerak selama 557 tahun. Menurut Mudrik, gempa di Kampung Muril Rahayu itu tergolong kecil, getarannya sebatas di sekitar Cisarua atau wilayah paling barat patahan Lembang.

Data BMKG selama empat bulan terakhir, di kawasan Cisarua itu sudah terjadi lima gempa berskala kecil. Ini mendorong pertanyaan yang lebih krusial: kapan sesar Lembang bergerak serempak dan menghasilkan gempa besar?

"Jeda waktu ini—sekitar 557 tahun—sebanding 1,6–3 meter akumulasi pergeseran (stress accumulation) saat gempa bumi yang akan datang mengguncang Bandung. Angka ini sudah cukup besar terhimpun dan harus dilepaskan," katanya.

Sampai sekarang, belum ada teknologi yang bisa memprediksi secara persis soal waktu gempa dan lokasi pusat gempa. Kejadian-kejadian gempa mikro di sekitar kawasan sesar Lembang, sebagaimana berlangsung selama ini, hanya memberi indikasi kekuatan gempa mendatang.

"Gempa bumi mikro dangkal di dua ujung sesar Lembang beberapa tahun lalu mengindikasikan mulai terjadi pelepasan stres yang tersimpan," kata Mudrik

Baca juga artikel terkait SESAR LEMBANG atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Teknologi
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Suhendra