tirto.id - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, kembali berbicara soal kemiskinan di wilayah yang dipimpinnya ketika memaparkan salah satu program unggulannya, OKE OCE. Dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Penanggulangan Kemiskinan di Jakarta, Selasa (12/12) kemarin, ia mengatakan bahwa "tingkat kemiskinan DKI Jakarta terendah dari semua provinsi di Indonesia."
Hal yang sama pernah ia utarakan dalam pertemuan dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), 15 November lalu.
Mengacu pada data "Persentase Penduduk Miskin Menurut Provinsi 2007 - 2017" Badan Pusat Statistik (BPS), yang dinyatakan Sandi benar belaka. Jumlah warga miskin di DKI Jakarta per Maret 2017 (data termutakhir) sebanyak 389,69 ribu orang, atau setara 3,77 persen total penduduk. Sebagai pembanding, penduduk miskin provinsi tetangga Jakarta, Jawa Barat dan Banten, masing-masing persentasenya mencapai 8,71 dan 5,44 persen.
Persentase penduduk miskin DKI Jakarta bahkan jauh lebih kecil ketimbang total penduduk miskin Indonesia. Dalam periode yang sama, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 27,77 juta jiwa, atau setara 10,64 persen jumlah penduduk Indonesia.
Adapun kategori penduduk miskin adalah mereka yang pengeluaran per kapita per bulannya di bawah Garis Kemiskinan (representasi dari jumlah rupiah minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan yang setara 2.100 kalori per kapita per hari). Angka ini fluktuatif, tergantung beberapa variabel, termasuk inflasi.
Dalam periode yang sama seperti data di atas, Maret 2017, ditetapkan Garis Kemiskinan DKI sebesar Rp536.546 per kapita per bulan. Sebagai pembanding pada Maret sebelumnya Garis Kemiskinan ditetapkan sebesar Rp510.359. Di bawah itu maka seseorang akan ditetapkan sebagai penduduk miskin.
Di kesempatan yang sama, Sandi mengatakan bahwa meski tingkat kemiskinan paling rendah, namun pekerjaan rumah yang belum selesai adalah mengurangi kemiskinan. Menurutnya dalam 10 tahun terakhir laju pengurangan kemiskinan di DKI Jakarta cenderung stagnan.
Kembali ke data BPS, sekali lagi, paparan Sandi benar adanya. Persentase orang miskin di DKI Jakarta berkisar di angka 3 sampai 4 persen selama satu dekade terakhir. Tertinggi pada 2007, sebesar 4,61 dan terendah pada 2010 lalu, sebesar 3,48 persen.
Satu-satunya yang tidak Sandi katakan dalam kesempatan itu adalah soal ketimpangan. Dan jika bagian ini yang dilihat, maka "wajah" Jakarta jadi berbeda sama sekali. DKI Jakarta adalah salah satu provinsi dengan ketimpangan ekonomi paling tinggi di seluruh Indonesia.
Masih merujuk pada data BPS, Jakarta adalah provinsi dengan ketimpangan ekonomi tertinggi kedua di Indonesia. Tingkat koefisien gini (ukuran ketimpangan antara mereka yang kaya-miskin, semakin mendekati angka "1" semakin timpang) DKI Jakarta sebesar 0,413.
DKI Jakarta hanya kalah dari DI Yogyakarta, yang koefisien gininya mencapai 0,432. Provinsi yang angka koefisien gininya menyentuh 0,4 sekian hanya ada lima. Selain DI Yogyakarta dan DKI Jakarta, ada Jawa Barat (0,403) Sulawesi Selatan (0,407), dan Gorontalo (0.430).
Sandiaga Uno dan Anies Baswedan bukannya tidak tahu. Mereka cukup sering bicara tentang ketimpangan dalam materi kampanye dulu.
Malah pada 15 Juli lalu Anies Baswedan yang baru saja terpilih mengeluarkan pernyataan yang cukup menarik, bahwa alih-alih menghadirkan "persatuan" (ia merujuk pada polarisasi masyarakat sisa-sisa Pilkada), ia akan terlebih dulu mengatasi persoalan ketimpangan.
"Keinginan kita hadirkan persatuan, tapi persatuan tidak bisa hadir dari ketimpangan. Maka dari itu kami bereskan terlebih dahulu ketimpangan," kata Anies, dikutip dari Antara.
Sekarang tinggal bagaimana realisasi mereka berdua menuntaskan janji itu. Terutama Sandiaga Uno, yang merupakan salah satu orang terkaya di republik ini.
Penulis: Rio Apinino