tirto.id - Kartu Jakarta Pintar (KJP) adalah program unggulan Joko Widodo yang kemudian diteruskan oleh Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama. Program bantuan pendidikan ini dipuji karena dianggap membantu warga miskin Jakarta. Alokasi dana yang diberikan pun tiap tahun bertambah besar. Pada 2017 saja anggaran bantuan sosial KJP mencapai Rp2,44 triliun atau hampir 3,5 persen dari APBD DKI yang mencapai Rp68 triliun.
Karena populer saat Pilgub DKI Jakarta lalu, kandidat petahana maupun penantang menjadikan KJP sebagai ajang kampanye.
Pemenang Pilgub DKI Jakarta, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, gigih berkampanye menepis anggapan bahwa KJP di eranya akan dihapuskan. Lewat penambahan embel-embel KJP Plus, dan sejumlah retorika populer lain, Anies-Sandiaga sukses mendulang suara.
Kepada Tirto, Minggu lalu (9/7) Sandiaga mengakui bahwa para konstituennya menekankan agar program KJP Plus diprioritaskan segera. "Ya itu salah satu masukan dari warga, program KJP Plus dikhususkan," ucapnya.
Namun jika ditilik dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2018, yang baru diketuk Juni lalu, program unggulan KJP Plus sama sekali tidak tampak. Komunikasi antara Tim Sinkronisasi dan pemerintah Provisi Jakarta membahas KJP Plus memang baru saja dimulai.
Kamis pekan lalu, Tim Sinkronisasi Anies-Sandiaga berkunjung ke Balai Kota dalam rangka Forum Group Discussion (FGD). Tema pertemuan kali itu menyingkronkan KJP Plus. Dalam rapat, hadir Kepala Bapedda Tuty Kusumawati, Kepala Dinas Pendidikan Sopan Adrianto, dan perwakilan Tim Sinkronisasi: Edriana Noerdin, M Hanief Ari Setyanto, serta Tim ahli bidang pendidikan, Erlan Setiawan dan Neno Warisman.
Kesulitan Menaikkan Anggaran
Ada tiga poin perbedaan mendasar dari KJP Plus versi Anies-Sandiaga: kenaikan nominal uang, penerima dari anak putus sekolah, dan dapat ditarik tunai.
Anies-Sandiaga berupaya menjadikan dua poin di awal segera terealisasi pada tahun pertama mereka menjabat. Ini bakal pelik karena dua hal itu berkaitan erat dengan kenaikan anggaran.
Saat musim kampanye, Anies-Sandiaga menjanjikan kenaikan penerima KJP SD, SMP, SMA, SMK, dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang semula Rp210 ribu, Rp280 ribu, Rp375 ribu, Rp390 ribu, dan Rp210 ribu tiap bulan, menjadi Rp250 ribu, Rp300 ribu, Rp420 ribu, Rp450 ribu, dan Rp300 ribu. Artinya, kenaikannya berkisar antara 7-30 persen.
Kenaikan ini otomatis akan berdampak pada jumlah pagu anggaran KJP. Namun, Tim Ahli yang menyusun KJP Plus, Erlan Satriawan, menampik angka ini sudah final.
Saat dikonfirmasi Tirto via telepon, Erlan berkata belum memastikan angka pasti karena mesti membutuhkan "kajian lebih dalam."
Pada 2016, data penerima KJP mencapai sekitar 692 ribu siswa. Proses pendataan KJP tahun ini menemukan ada kenaikan penerima, yang mencapai 761 ribu siswa. Meski kenaikan penerima berkisar 9 persen, tetapi Dinas Pendidikan mengajukan alokasi penambahan anggaran KJP 2017 pada RKPD 2018 mencapai 26 persen, naik Rp900 miliar dari Rp2,5 triliun menjadi Rp3,4 triliun.
Jika Anies-Sandiaga ingin menaikkan besaran nominal di KJP Plus dengan data peserta didik 2016, total tambahan anggaran yang harus disiapkan bisa mencapai Rp330 miliar. Slot tambahan Rp900 miliar yang tertuang di RKPD 2018 sebetulnya sudah cukup menalangi itu. Namun, ini akan jadi soal lain saat Anies-Sandiaga juga ingin program pemberian KJP Plus kepada siswa/siswi nonsekolah dilaksanakan tahun ini.
"Fungsinya KJP Plus untuk memastikan akses pendidikan ada pada semua. Bukan saja yang sudah bersekolah, apalagi kalau kami ketahui anak-anak yang sudah putus sekolah itu memerlukan solusi, salah satu solusinya adalah kejar paket," kata Anies, 5 Mei lalu.
Dalam fora diskusi di Balai Kota, Erlan menceritakan bagaimana konsep ini muncul. Angka partisipasi murni pelajar yang meneruskan jenjang pendidikan selalu makin turun. Dari 80 persen di jenjang SMP, jadi 59,3 persen di jenjang SMA/SMK.
Kata Erlan, itu artinya hampir ada 40 persen siswa miskin yang terlempar dari sistem pendidikan. "Dalam hal penjangkauan anak usia sekolah di luar sekolah, selama ini yang menikmati 7L: 'Lu lagi lu lagi, lagi lagi lu.' Memang perlu effort ekstra untuk menarik mereka untuk balik ke sekolah," ucapnya.
Sesuai keinginan Anies-Sandiaga, anak-anak ini, kata Erlan, bisa memakai KJP Plus untuk menempuh pendidikan nonformal atau nonsekolah.
"Pemanfaatan KJP Plus ini untuk usia sekolah tapi dia enggak mau sekolah, maunya kerja saja, nah kita harus fasilitasi untuk lakukan training, apakah pelatihan dan lain sebagainya. Ini komponen plus dr KJP plus," ujar Erlan.
Meski begitu Erlan enggan merinci secara teknis saat ditanya, misalnya, soal pemberian pelatihan kursus ini kepada siapa dan dengan proses apa, pengawasannya bagaimana, ataupun prosedur penunjukan lembaga kursus—apakah dengan tender atau seperti apa?
Usulah Erlan ditanggapi oleh Kadis Pendidikan Sopan Adrianto. Ia mengatakan jika betul KJP Plus kelak dipakai untuk pendidikan nonformal, perlu SKPD lain yang dilibatkan, misalnya Dinas Tenaga Kerja.
"Harus ada keterlibatan SKPD lain karena itu urusannya dengan SKPD lain," ucap Sopan.
Imbas dari masuknya anak nonsekolah dalam KJP plus adalah perubahan dalam sistem pendataan. Anies sempat mengungkapkan peran pendataan alangkah baiknya diberikan kepada RT/RW, bukan institusi sekolah. Peran RT/RW ini tidak disebut dalam fora diskusi di Balai Kota. Tim Anies-Sandiaga hanya menyarankan bahwa sistem pendataan yang selama ini diserahkan kepada sekolah diganti oleh "unit tertentu" di luar sekolah.
Jika betul menggunakan data baru, otomatis perlu diadakan riset lebih lanjut dan memakan waktu lama. Pertanyaannya: Apakah ini akan efektif pada pagu anggaran 2018?
Elan menjawab pendataan bisa diselesaikan dalam waktu cepat. "Dua bulan juga bisa, saya yakin bisa tetap jalan pada 2018," katanya.
Soal penambahan anggaran dan pendataan sudah diwanti-wanti oleh Ketua Tim Sinkronisasi Sudirman Said. "Karena terjadi perluasan covered,maka menjadi penambahan kebutuhan anggaran. Itu harus dicek dalam anggaran 2018 terutama betul-betul sudah tersedia atau belum," ucapnya saat diwawancarai Tirto, Selasa kemarin.
Erlan berkata bahwa faktor anggaran bisa jadi penyebab tidak sepenuhnya program KJP Plus berlangsung segera pada 2018.
"Ada komponen yang bisa dilaksanakan langsung, ada yang perlu waktu," ucapnya. Hal mudah yang bisa dilakukan, katanya, adalah pencairan KJP yang bisa ditarik tunai. "Hanya tinggal revisi Pergub KJP saja, itu tidak sulit," tuturnya.
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam