Menuju konten utama
Seri KNIL

Kisah Keluarga Djajadiningrat dan Serdadu Kolonial Asal Banten

Beberapa trah Djajadiningrat menjadi serdadu kolonial. Kedatangan Jepang membuat mereka gagal jadi perwira KNIL dan akhirnya masuk TNI.

Kisah Keluarga Djajadiningrat dan Serdadu Kolonial Asal Banten
Ilustrasi KNIL Banten. tirto.id/Fuad

tirto.id - Dalam roman Max Havelaar karya Multatuli alias Eduard Douwes Dekker, pada zaman kolonial rakyat Banten banyak yang miskin. Kisah itu menggambarkan bahwa elite penguasa lokal menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Saat itu, selain menjadi ladang subur bagi komunisme, daerah miskin di Hindia Belanda juga menjadi penghasil tentara.

Sebelum pemberontakan PKI 1926, di Banten telah pecah pemberontakan petani pada tahun 1888. Di luar itu, orang-orang Banten juga terserap ke dalam satuan serdadu kolonial KNIL ketika Perang Pasifik berkecamuk. Meski demikian, jumlah mereka tidak banyak. Dari puluhan ribu serdadu KNIL, yang berasal dari Banten hanya sekitar 100-an orang.

Di Serang, Banten, sejumlah pensiunan serdadu KNIL tinggal dan tergabung dalam perkumpulan pensiunan militer pribumi, Bond van Inheemsch Gepensioneerde Militairen. Mereka antara lain Boejoeng Adjie (prajurit infanteri), Kasan (brigadir juru rawat), dan Djojowinangoen (prajurit infanteri). Ketiganya disebut majalah Trompet nomor 72 Januari 1940 sebagai pengurus Bond van Inheemsch Gepensioneerde Militairen di Serang antara tahun 1940-1942. Kasan sebagai ketua, Boejoeng bendahara, dan Djojowinangoen sebagai sekretarisnya.

Ketika Perang Pasifik berkecamuk, para serdadu KNIL asal Banten terbawa hingga ke Australia. Dalam arsip "Muhammad Bondan 498: Daftar nama-nama orang Indonesia yang tinggal di Brisbane, Koleksi Arsip Nasional RI" disebutkan beberapa nama serdadu asal Banten. Mereka antara lain Asmat, kelahiran Banten 1916 yang tiba di Brisbane dengan kapal Belanda pada 15 Februari 1942; Soerai, kelahiran Rangkasbitung 1917 dan tiba di Brisbane dengan kapal Belanda pada 15 Februari 1942; serta Doelhalim,kelahiran Rangkasbitung 7 Juli 1907 dan tiba di Brisbane dengan pesawat pada 17 April 1945. Ketiganya merupakan prajurit infanteri KNIL.

Para serdadu KNIL yang tiba di Australia setelah 1943, kemungkinan besar sebelumnya tercecer di Indonesia Timur untuk bergerilya melawan tentara Jepang. Di antara orang-orang Banten yang jadi serdadu KNIL itu ada yang belum pernah mengecap sekolah dasar sama sekali. Mereka baru bisa pulang dengan aman ke Indonesia setelah Oktober 1945.

Trah Djajadiningrat

Sebagian kecil anak bangsawan di Hindia Belanda, diarahkan masuk militer agar terlihat seperti para Jonkheer (anak bangsawan Eropa yang jadi perwira militer). Ya, mereka minoritas, sebab sebagian besar tidak suka dengan profesi sebagai prajurit kolonial yang berisikan serdadu-serdadu yang terhinakan dalam masyarakat.

Orang-orang Bumiputra yang menjadi perwira KNIL kebanyakan memakai gelar Raden. Bahkan ada satu dengan bergelar Syarif, yakni Syarif Hamid Algadrie yang belakangan dikenal sebagai Sultan Hamid II.

Pangeran Achmad Djajadiningrat--pernah jadi Bupati Serang dan Jakarta--punya anak bernama Raden Bagus Nasis Djajadiningrat yang masuk angkatan laut Belanda. Dia kelahiran Serang 21 Mei 1919. Koran Soerabaijasch Handelsblad (27/07/1940) melaporkan, Nasis adalah Adelborst (taruna laut) di Koninklijk Instituut voor de Marine (Institut Angkatan Laut Kerajaan Belanda) di Surabaya sejak 6 Agustus 1940 dan menjadi calon perwira administrasi. Namun, Nasis tak pernah menjadi perwira angkatan laut Belanda karena Jepang keburu menyerbu Hindia Belanda dan dia sempat ditawan.

Hasan Djajadiningrat--adik Pangeran Achmad--yang merupakan tokoh Sarekat Islam Banten yang wafat pada 1920, juga punya anak yang menjadi personel KNIL. Namanya Raden Mas Harirri Isfaq Djajadiningrat, kelahiran 22 Juni 1919. Menurut Benjamin Bouman dalam Van driekleur tot rood-wit: de Indonesische officieren uit het KNIL, 1900-1950 (1995:388), sejak 2 Juli 1940 Harirri masuk korps pelatihan calon perwira cadangan atau Corps Opleiding voor Reserve Oficiern (CORO). Dia bermaksud menjadi perwira kavaleri, namun tingga badannya tidak sesuai. Karena KNIL keburu keok, maka pangkatnya hanya sampai brigadir.

Infografik KNIL Banten

Infografik KNIL Banten. tirto.id/Fuad

Pada zaman Jepang, Harirri tak ikut serta dalam barisan tentara sukarela Pembela Tanah Air (PETA) bikinan Jepang. Dia kembali kepada tradisi utama keluarga Djajadiningrat: menjadi pegawai negeri sipil. Bouman menyebut Harirri pernah menjadi asisten wedana di Cengkareng sekitar tahun 1945. Belakangan, dia terjun ke dunia perbankan, pelayanan publik, dan pendidikan.

Setelah Indonesia merdeka, Bagus Nasis yang sempat ditawan Jepang dan pernah bekerja di kantor pemerintahan sipil di Surabaya, masuk militer lagi menjadi bagian dari Angkatan Laut Indonesia. Dia pernah menjadi perwira intelijen, wakil Kepala Staf Angkatan Laut, dan pangkat terakhirnya adalah Laksamana Muda.

Sementara Dr Hoesein Djajadiningrat juga punya anak yang menjadi perserta kursus di School voor Reserve Officiern Infanteri (SROI) Bandung pada akhir Desember 1948. Namanya adalah Raden Mas Husein Hidajat Djajadiningrat, kelahiran 21 April 1928. Pada September 1949, Husein Hidajat menjadi sersan kadet di Akademi Militer Belanda di Breda. Dengan dua latar pendidikan militer itu, semula Husein Hidajat akan menjadi perwira KNIL atau tentara federal di Jawa barat. Namun, karena Belanda keburu angkat kaki, maka dia akhirnya masuk TNI.

Menurut Ken Conboy dalam Kopassus: Inside Indonesia Special Force (2002:45), Husein Hidajat pernah menjadi komandan peleton di Divisi Siliwangi, sebelum akhirnya menjadi sukarelawan di pelatihan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Dia sempat menjadi komandan kompi B RPKAD dan terlibat dalam penumpasan PRRI di Sumatra.

Masih menurut Ken Conboy, kali ini dalam Elite: The Special Forces of Indonesia, 1950-2008 (2008:4), wing angkatan darat karya Husein Hidajat dipakai oleh lulusan sekolah lintas udara Batujajar. Dia menjabat sebagai wakil komandan sekolah tersebut. Anak Hoesein Djajadiningrat ini pensiun di Angkatan Darat dengan pangkat terakhir kolonel.

Selain dari keluarga Djajadiningrat, orang Banten lainnya dari kalangan ningrat yang jadi serdadu KNIL adalah Toebagoes Oelfi. Menurut Bouman, pada Oktober 1939 Toebagoes Oelfi terpilih sebagai peserta pelatihan calon pilot jangka pendek. Belakangan dia berpangkat kopral milisi sebelum tentara Jepang menduduki Indonesia.

Baca juga artikel terkait SEJARAH KNIL atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Irfan Teguh Pribadi