Menuju konten utama

Ketua Pansus: Hanya Densus 88 Tolak Definisi Terorisme

"Makanya kami heran kalau kemudian dalam rapat itu pihak Densus menolak. Ada apa?" kata Syafii.

Ketua Pansus: Hanya Densus 88 Tolak Definisi Terorisme
(ilustrasi) terorisme. ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

tirto.id - Ketua Pansus RUU Terorisme, Muhammad Syafii menyatakan hanya Densus 88 yang menolak penambahan frasa motif politik dan ideologi untuk definisi terorisme dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Terorisme (RUU Terorisme).

Sebaliknya, kata Syafii, Panglima TNI, Menteri Pertahanan, Menkopolhukam, Kapolri, Menhan, dan pakar telah menyetujui penambahan frasa tersebut. Sebagai bukti, ia menunjukkan surat persetujuan resmi dari pihak-pihak tersebut kepada wartawan.

Dalam lembar-lembar surat yang ditunjukkan, tertulis Panglima TNI mengirim surat pada 8 Januari 2018, Menhan pada 23 November 2016, Menkopolhukam pada 3 Februari 2017, dan Pakar Prof Muladi pada 10 April 2018.

"Makanya kami heran kalau kemudian dalam rapat itu pihak Densus menolak. Ada apa?" kata Syafii, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018).

Syafii menjelaskan bahwa, penambahan frasa tersebut diperuntukkan sebagai batasan tindak pidana terorisme dan tindak pidana umum. Agar aparat penegak hukum tidak menggunakan RUU Terorisme melenceng dari kegunaannya sesungguhnya dan mengakibatkan tindakan subversif. Melainkan tepat sasaran kepada para pelaku teror sesungguhnya.

Sebab, kata Syafii, selama ini pelaksanaan penindakan terorisme di lapangan sering melenceng dari ketentuan KUHAP dan rentan melanggar HAM. Seperti halnya dalam sejumlah kasus salah tangkap yang pernah terjadi selama ini, salah satunya kepada Siyono yang mengakibatkannya meninggal dunia.

"UU kan untuk menindak mereka yang jahat. Tapi juga jangan nyasar kita yang enggak jahat gitu loh," kata Syafii.

Dalam hal ini, Syafii menolak usulan pemerintah bahwa perkara definisi tidak dimasukkan ke dalam norma sebagai jalan tengah. Sebab, menurutnya, dalam peraturan perundang-undangan soal definisi harus masuk ke batang tubuh.

"Menurut UU nomor 12 tahun 2011 tentang tata cara penyusunan UU, ketentuan umum itu tidak boleh ada penjelasan. Jadi harus semuanya masuk ke dalam norma, batang tubuh," kata Syafii.

"Ini jelas sekali bunyi UU 11 Tahun 2012 tentang ketentuan umum tidak boleh ada penjelasan. Berarti harus di batang tubuh, karena ini ketentuan umum. Ketentuan umum itu memberi batasan dan penjelasan tentang hal yang berulang di dalam pasal-pasal, termasuk terorisme," imbuhnya.

Ada pun pembahasan RUU Terorisme akan kembali dilanjutkan, besok (23/5/2018) dengan agenda pembahasan definisi. Sehari setelahnya akan digelar rapat mini fraksi. Lalu, pada Jumat akan digelar rapat Paripurna pengesahan oleh DPR.

Baca juga artikel terkait REVISI UU TERORISME atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yantina Debora