tirto.id - Ketua Komisi IV DPR, Sudin menilai persoalan ketersediaan pupuk bersubsidi masih terjadi di lapangan. Hal ini seiring dengan alokasi yang ditetapkan tidak sebanding dengan kebutuhan yang diusulkan petani pada sistem pendataan pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan).
“Permintaan pupuk dari petani se-Indonesia jumlahnya 23 juta ton kurang lebih, tetapi pemerintah hanya siap mensubsidi pupuk sebanyak 9 juta ton, maka kegaduhan terjadi,” kata Sudin di Ruang Rapat Komisi IV DPR-RI, Jakarta, dikutip Selasa (21/3/2023).
Untuk mengatasi masalah ketersediaan, khususnya bagi petani yang tidak mendapatkan alokasi subsidi pupuk, Sudin mengaku telah meminta kepada PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk membangun kios komersil atau non-subsidi sebanyak 1.000 kios. Kios ini diharapkan tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
“Lalu petani komplain pupuk langka, maka saya perintahkan kepada PI dan anak perusahaannya untuk membuat kios pupuk komersil atau non-subsidi. Jadi kalau yang subsidi nggak dapet dia bisa beli non-subsidi,” tambahnya.
Walaupun demikian, Sudin mengakui bahwa secara produksi kebutuhan pupuk bersubsidi telah terpenuhi oleh Pupuk Indonesia Grup. Pada 2023 pemerintah sendiri menetapkan alokasi pupuk subsidi mencapai 7,8 juta ton.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Pemasaran Pupuk Indonesia, Gusrizal mengatakan, kapasitas produksi produk pupuk milik Pupuk Indonesia Grup mampu memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi sesuai alokasi yang ditetapkan pemerintah.
Adapun dari kapasitas produksi Pupuk Indonesia totalnya mencapai 13,9 juta ton yang terdiri dari 8,8 juta ton pupuk urea, 3,8 juta ton pupuk NPK, dan sisanya sekitar 1,3 juta ton jenis lainnya.
“Jadi kalau Urea kita lebih dari cukup, produksi kita 8,5 juta ton, subsidi hanya sekitar 4,7 juta ton, jadi kita punya kelebihan 3,8 juta ton, sementara kebutuhan domestik diperkirakan hanya 6,5 juta ton, jadi kami masih lebih 2,5 juta ton,” kata Gusrizal.
Sementara untuk pupuk NPK, Gusrizal mengatakan, kapasitas produksi Pupuk Indonesia juga telah memenuhi bahkan memiliki surplus sekitar 300.000 ton. Hal ini dikarenakan, kapasitas produksi sekitar 3,5 juta ton dari kebutuhan NPK subsidi sekitar 3,2 juta ton.
“Kapasitas kita cuma 3,5 juta ton, subsidi 3,2 juta ton, jadi kita punya 300 ribu ton (surplus),” ungkapnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz