tirto.id - Nurhadi, jurnalis Tempo yang dianiaya, mengaku ketika ia disekap dan disiksa selama dua jam di gudang Graha Samudra TNI Angkatan Laut Bumimoro, Surabaya, ada yang menyuruh terduga penganiaya membuang dirinya ke laut.
“Kepala saya sempat ditutup kresek merah, ditakut-takuti mau disetrum. Kemudian, sepatu dan batik saya disuruh lepas. Ada di antara mereka yang menginjak kaki,” kata Nurhadi dalam konferensi pers daring, Minggu (18/4/2021).
“Ada ancaman ‘disekap saja sampai hari Senin, (hari) ketika majalah terbit’, ‘masukkan saja ke kolam lintah. Ada juga omongan ‘kita buang saja ke laut, kakinya kita bebani batu.”
Peristiwa itu terjadi pada 27 Maret lalu. Nurhadi ingin mewawancarai eks Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Angin Prayitno Aji, usai resepsi pernikahan anak terduga pelaku korupsi pajak itu rampung.
Sementara itu, Koordinator Kontras Surabaya Fatkhul Khoir menyatakan hingga kini penyidik Polda Jawa Timur belum mendapatkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang kedua dalam pengusutan perkara ini. Senin (19/4), polisi berencana melakukan gelar perkara untuk memutuskan apakah kasus ini bisa dinaikkan ke tahap penyidikan.
“Kalau dari beberapa penyiksaan, unsur-unsur deliknya sudah masuk (terpenuhi, yaitu) Pasal 351, Pasal 355, Pasal 170, dan Undang-Undang Pers, berdasarkan keterangan yang disampaikan saksi fakta maupun korban,” ujar Fatkhul.
Dia mengingatkan agar penyidik memastikan peran para terduga pelaku dan juga memeriksa pihak terduga provokator yakni seorang ibu yang menyuruh terduga pelaku menangkap Nurhadi ketika di area resepsi.
Tanggung Jawab Profesi
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Arif Zulkifli berujar kedatangan Nurhadi ke lokasi pernikahan itu dalam rangka menjalankan kewajiban profesionalnya. “Ini sikap profesional menjalankan kewajibannya untuk memberi hak kepada orang lain,” terang dia.
Dalam perkara ini, penyidik juga mencari tahu soal sertifikasi wartawan Nurhadi. Menurut Arif, wartawan diizinkan bekerja jika memenuhi salah satu syarat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yaitu media wajib berbadan hukum.
Adapun pemenuhan uji kompetensi wartawan, itu adalah aturan turunan yang memenuhi tugas Dewan Pers, salah satunya mendata pers. “Dia (uji kompetensi) bukan syarat wartawan untuk bisa meliput,” jelas Arif.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Restu Diantina Putri