tirto.id - Pekan pertama Februari 2018 merupakan hari-hari penuh kekhawatiran bagi warga di bantaran sungai Ciliwung. Aktivitas warga harus ditentukan intensitas hujan di wilayah Bogor, Jawa Barat, yang menjadi hulu dari sungai tersebut. Kekhawatiran ini perlahan mengalir hingga ke jajaran pejabat teras Provinsi DKI Jakarta.
Setelah hujan lebat mengguyur Jakarta dan Bogor pada Minggu hingga Senin pagi, 5 Februari 2018, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung mengeluarkan instruksi khusus Siap, Tanggap dan Galang untuk mengantisipasi datangnya banjir kiriman.
Air bah bergerak lebih cepat dari perkiraan. Senin malam, buangan air dari Bendung Katulampa sudah sampai di Jakarta. Ratusan rumah di 16 Kelurahan Jakarta Timur dan Selatan langsung terendam luapan Kali Ciliwung. Ratusan Kepala Keluarga pun terpaksa mengungsi dan berhenti dari rutinitas sehari-hari.
Banjir tak hanya menggenang rumah warga, tapi juga menyisakan kerugian ekonomis buat DKI Jakarta. Sejauh ini memang belum ada data valid tentang berapa nilai kerugian yang diakibatkan banjir di dua wilayah administrasi kota itu, tapi peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Reza Hafiz memprediksi kerugian ekonomi mencapai ratusan miliar.
Taksiran Reza didasarkan atas jumlah kepala keluarga (KK) yang kudu mengungsi lantaran rumah mereka diterjang banjir. Ia mengibaratkan jika satu KK merugi sebesar Rp 20 juta, kerugian yang dialami 7.200 KK bisa mencapai Rp 144 miliar.
“Itu baru kerugian langsung terkait rumah, perabotan, kendaraan dan sebagainya. Belum lagi kerugian tidak langsung seperti biaya pengobatan atau biaya kehilangan pendapatan,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (7/2/2018).
Kerugian lain yang juga didapat pengungsi adalah hilangnya pendapatan dari usaha harian (opportunity cost) karena tak bisa bekerja. “Asumsi saya sih bisa jadi total kerugian di tingkat rumah tangga saja bisa mencapai Rp220-an miliar.”
Di luar hitung-hitungan kasar ini, Reza menyebut banjir membuat Jakarta merugi banyak. Penilaian ini bukan asal jeplak, Reza menilai banjir tak hanya membuat warga mengungsi tapi juga ada pelaku bisnis dan pemerintah daerah yang juga harus merasakan dampaknya.
“Karena fasilitas publik yang kena banjir bisa rusak dan perlu perbaikan, tentu jadi high cost. Tapi saya enggak berani nyebut angkanya berapa karena keterbatasan data," ungkap ekonom lulusan Universitas Brawijaya ini.
Peneliti INDEF lainnya, Nailul Huda juga menilai dampak materil dari banjir kali ini tidak kalah besar dan luas dari banjir sebelumnya,--meski kerugian ekonomi secara materi tidak sebesar banjir-banjir sebelumnya yang mencapai Rp 3 triliun.
Ia beralasan, banjir menggenang di daerah pemukiman yang lumayan padat sehingga membuat ongkos masyarakat untuk menuju tempat beraktivitas seperti bekerja ataupun sekolah juga naik. “Jika pun harus mencari jalan lain akan menyebabkan tidak efisien dalam pemakian bahan bakar,” kata Nailul.
KADIN DKI Minta Banjir Dituntaskan
Potensi kerugian ekonomi akibat banjir ini membuat Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (KADIN) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang meminta Pemprov DKI bersinergi dengan Pemerintah Pusat untuk mencari solusi. Ia menyebut banjir sudah menjadi permasalahan akut di Jakarta.
Menurut Sarman, yang terkena imbas bukan hanya aktivitas bisnis dan pedagangan di Jakarta tapi juga produksi barang yang terhenti lantaran banjir mengganggu pasokan beberapa produk ke daerah di luar Jakarta. Akibatnya, kata dia, alur distribusi barang ke toko-toko, baik keluar maupun menuju wilayah banjir tersendat.
"Swalayan ataupun toko klontong kecil, semua pasti terdampak rugi," ujar Sarman. Belum lagi soal biaya pengiriman barang yang membengkak, lumpuhnya arus lalul intas di sejumlah wilayah. “Ongkos bensin yang biasanya Rp 200 ribu, misalkan, itu bisa naik berkali lipat.”
Uraian soal potensi kerugian ini memang jadi masalah buat KADIN, meski begitu, Sarman menyebut KADIN DKI belum bisa menaksir berapa kerugian ekonomi akibat banjir sejak Senin lalu itu. Jika dibandingkan dengan banjir besar yang terjadi di 2015, Sarman mengatakan dampak kerugiannya juga tak akan jauh berbeda.
Tahun itu, kata dia, ada 75 ribu toko dan kios di Jakarta yang lumpuh akibat banjir. Jika diasumsikan satu kios mendapatkan penghasilan Rp20 juta per hari, sehari tutup akibat banjir membuat Jakarta merugi Rp1,5 triliun.
Kerugian juga menimpa pasar-pasar swalayan. Di Jakarta Pusat ada ITC Harco Mas, Mangga Dua Mall, dan Plaza Harco Electronic. Di Jakarta Utara, ada Mangga Dua Square, Electronic City, ITC Mangga Dua, Mal Kelapa Gading, Mal Artha Gading, Mal Kelapa Gading 1 dan 2, Mal Kelapa Gading Square, Mal Sport Kelapa Gading, serta La Piazza Kelapa Gading, yang lumpuh akibat banjir.
Sementara Jakarta Timur, pelaku usaha di sepanjang Jatinegara Plaza tak beraktivitas. Di Jakarta Barat, pusat bisnis yang lumpuh yakni Ciputra Mall, Central Park, Glodok City, Pasar HWI Lindeteves, Glodok Jaya, Glodok Mangga Besar, Puri Indah Mall, Roxi Square, Mal Taman Anggrek, PX Pavillion, Lippo Mall Puri, dan WTC Mangga Dua.
Dihubungi terpisah, BPAD Provinsi DKI Jakarta menyebutkan perkiraan kerugian bagi dunia usaha atas banjir yang berlangsung selama 1 minggu bisa mencapai Rp1 triliun.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih