Menuju konten utama

Kepala BPKN Curhat Pegawainya Banyak Honorer & Pakai Pinjol

BPKN mendapatkan efisiensi anggaran hingga 73 persen sehingga hanya tersisa Rp2,38 miliar.

Kepala BPKN Curhat Pegawainya Banyak Honorer & Pakai Pinjol
Sejumlah anak membaca bersama di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.

tirto.id - Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Muhammad Mufti Mubarok, mengakui mayoritas pegawainya masih berstatus tenaga honorer. Akibatnya, tak sedikit pegawainya harus menggunakan pinjaman online (pinjol) untuk bertahan hidup, apalagi harus menghadapi situasi pemangkasan anggaran.

“Bahkan ada ada karyawan kami yang harus pinjol, Bu, untuk bertahan hidup. Karena masih honorarium 20 tahun, ada 16 tahun, belum masuk PPPK, belum masuk PNS apalagi, ini perjuangan kami,” ungkap Mufti dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (13/2/2025).

BPKN diketahui mendapatkan efisiensi anggaran sebesar 73 persen, sehingga dari yang semula total pagu anggaran tahun 2025 senilai Rp8,96 miliar jadi tersisa Rp2,38 miliar.

“Ini sisa anggaran kami Rp2,38 miliar,itu mungkin sangat besar bagi kami mungkin. Artinya kita memaknai ini dengan Instruksi Presiden dan surat dari Kementerian Keuangan,” tuturnya.

Melihat sebagian besar pegawainya yang masih berstatus honorer, Mufti mengusulkan agar pegawai di lembaganya itu dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Kementerian Perdagangan (Kemendag). Hal ini dikarenakan BPKN saat ini langsung berada di bawah pengawasan presiden.

“Kami sedang berproses PPPK masuk ke Kemendag ini dibantu oleh Pak Menteri, Pak Sekjen. Kami berharap tahun ini selesai sehingga kami ngikut anggaran ke sana, sehingga kami aman, karena kami belum (menjadi) badan mandiri,” jelasnya.

Kemudian, dia memastikan lembaganya masih dapat menyelamatkan pegawainya yang berstatus honorer. Hal itu dikarenakan sisa anggaran senilai Rp2,38 miliar itu salah satunya diarahkan untuk gaji pegawai.

“Sekarang ada pengurangan 73 persen tentu kita tetap allhamdulilah dan bersyukur karena masih ada anggaran. Cuma kami mungkin hanya bisa menyelamatkan honorarium kami,” ucap Mufti.

Lalu, curhatan Mufti tersebut lantas memicu tanggapan dari Anggota Komisi VI Fraksi PDIP, Rieke Dyah Pitaloka. Rieke menilai pengakuan Mufti tersebut tak seharusnya dilontarkan oleh seorang pegawai lembaga negara.

“Itu gimana penggajiannya, jangan sampai bapak berulang kali bilang pinjol-pinjol. Pinjol itu ada masalahnya sendiri. Malu lah lembaga negara Anda mengatakan pinjol-pinjol karena krisis keuangan,” kata Rieke dalam kesempatan yang sama.

Rieke meminta Mufti untuk menjabarkan saja kebutuhan efisiensi yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan pegawai honorernya agar bisa bertahan hidup.

“Mengenai total kasus lama dan baru itu berapa langsung aja gitu pak. Kira-kira berapa kebutuhan minimalisnya, kebutuhan efisiensinya untuk penyelesaian kasus tersebut,” jelas Rieke.

“Tadi bilang ngeluh-ngeluh, jangan ngomong pinjol-pinjol untuk penanganan kasus, malu negara pak,” sambung Rieke.

Baca juga artikel terkait PEMANGKASAN ANGGARAN BELANJA atau tulisan lainnya dari Nabila Ramadhanty

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nabila Ramadhanty
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Bayu Septianto