tirto.id - Ada 7 menteri Kabinet Kerja telah resmi terdaftar sebagai bakal calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2019. Ketujuh menteri itu sudah mendapat restu dari Joko Widodo sebelum mengajukan diri menjadi calon legislatif.
Menteri yang maju menjadi bakal caleg 2019 berasal dari beragam partai politik. PDI Perjuangan misalnya, mendaftarkan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly untuk menjadi caleg.
Sementara PKB mendaftarkan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo.
Dua menteri lain didaftarkan PPP dan PAN, yakni: Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi Asman Abnur.
Restu dan izin Jokowi kepada tujuh menteri ini ternyata tidak didapatkan sejumlah menteri lainnya. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengakui beberapa menteri dan pejabat setingkat menteri tak mendapat izin dari Kepala Negara.
Mereka yang tak diperkenankan menjadi bakal caleg adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
“Karena memang tugas sehari-hari melekat pada presiden. Kemudian juga portfolio [menteri itu] susah ditinggalkan,” kata Pramono di kantornya seperti dilansir setkab, Selasa (17/7/2018).
Menteri yang Tak Nyaleg
Beberapa menteri yang tidak menjadi caleg tercatat kerap menjadi anggota legislatif pada periode pemerintahan sebelumnya. Tjahjo dan Pramono misalnya, tercatat pernah menjadi anggota DPR RI dari Fraksi PDIP.
1. Tjahjo Kumolo
Tjahjo tidak diizinkan menjadi bakal caleg karena tugasnya bersinggungan dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Menurut Pramono, jika Tjahjo menjadi bacaleg dikhawatirkan ada konflik kepentingan. Karena itu, eks Sekretaris Jenderal PDIP tersebut tidak dimasukkan sebagai bakal caleg dari partainya.
“Dia [Tjahjo] counter part partner KPU, Bawaslu, dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemilu. Kalau dia jadi caleg akan ada conflict of interest,” tutur Pramono.
Tjahjo menjadi Mendagri sejak awal Kabinet Kerja terbentuk. Sebelum menjadi menteri, ia pernah menjabat Sekjen PDIP, anggota DPR RI, serta Ketua Fraksi PDIP.
2. Retno Lestari Priansari Marsudi
Retno bukan anggota atau kader dari parpol apapun. Ia ditunjuk menjadi Menlu oleh Jokowi setelah sebelumnya bertugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Belanda pada 2012-2014.
Perempuan asal Semarang ini sempat mengenyam pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Haagse Hogeschool, Belanda. Retno dikenal sebagai perempuan pertama yang menjadi Menteri Luar Negeri Indonesia.
3. Ryamizard Ryacudu
Ryamizard merupakan Menteri Pertahanan berlatar belakang militer. Ia resmi menjadi pembantu presiden sejak awal Kabinet Kerja. Sebelum menjadi menteri, Ryamizard sempat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) pada 2000-2002. Setelah itu, ia menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) hingga 2005.
4. Sri Mulyani Indrawati
Sri Mulyani adalah Menteri Keuangan yang menjabat sejak 27 Juli 2016. Ia menjadi Menkeu menggantikan Agus Martowardojo. Ia bukan politikus, tapi kerap menjadi menteri pada kabinet pemerintahan Indonesia.
Sebelum menjadi Menkeu di Kabinet Kerja, Sri Mulyani adalah Direktur Pelaksana Bank Dunia pada 2010-2016. Ia juga tercatat pernah menjadi Menko Perekonomian pada 2008-2009 dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional pada 2004-2005.
5. Pramono Anung
Pramono adalah politikus PDIP yang menjadi Sekretaris Kabinet menggantikan Andi Widjajanto. Ia mulai bertugas sejak 12 Agustus 2015. Sebelum menjadi Sekretaris Kabinet, Pramono pernah menjadi Wakil Ketua DPR RI 2009-2014. Ia sempat menjadi Sekjen PDIP pada 2005-2010 dan telah menjadi kader PDIP sejak 1989.
6. Pratikno
Pratikno adalah Menteri Sekretaris Negara yang berasal dari kalangan akademikus. Sebelum menjadi menteri, ia adalah Rektor UGM dan bukan kader atau anggota parpol tertentu. Pratikno pernah menjadi Dekan Fisipol UGM dan juga pernah menjadi pemandu di debat Pemilu Presiden 2009.
Menebak Motif Jokowi
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Sri Budi Eko Wardani menyebut ada tujuan dari tidak diberikannya izin bagi sejumlah menteri untuk menjadi caleg.
Menurutnya, Jokowi mungkin ingin menghindari konflik kepentingan dengan tak memberi izin menteri atau pembantunya di sejumlah posisi ikut pemilu. Sri menganggap berbagai posisi menteri yang pejabatnya tidak menjadi caleg sebagai pos strategis.
“Ini kan kementerian-kementerian yang secara konstitusi menjadi back up. Jika terjadi sesuatu terhadap negara. Iya [posisinya vital] yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kenegaraan,” kata Sri kepada Tirto.
Eks Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik UI itu menganggap para pembantu presiden yang dilarang menjadi caleg tidak otomatis kembali dipercaya Jokowi menjadi menteri, seandainya ia terpilih di Pemilu Presiden 2019.
Menurutnya, keterpilihan orang menjadi menteri tergantung banyak faktor. Larangan menjadi caleg tidak bisa dijadikan satu-satunya bahan untuk melihat potensi seseorang menjadi menteri.
“Jadi bukan berarti dia [menteri terkait] akan dipakai lagi. Bisa iya atau tidak, tergantung bagaimana prestasinya atau kebutuhan yang lebih jangka panjang,” ujar Sri.
Pandangan berbeda disampaikan Senior Manager Riset Poltracking Indonesia Arya Budi. Menurutnya, izin bisa jadi tidak diberikan Jokowi karena menteri-menteri terkait dianggap punya performa baik.
Kerja bagus para menteri, dianggap Arya, dibutuhkan Jokowi untuk menyelesaikan program pemerintah sebelum masa pemilihan tiba. Masa pemungutan suara pemilu mendatang tiba pada 17 April 2019.
“Hanya Jokowi yang tahu alasannya. Bisa untuk menyelesaikan program prioritas, atau memang menteri tersebut punya performa baik sehingga dipertahankan baik untuk kampanye berbasis kinerja maupun realisasi janji kampanye Jokowi,” kata Arya.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Mufti Sholih