tirto.id - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kontribusi kelas menengah terhadap penerimaan pajak penghasilan (PPh) orang pribadi (OP) masih sangat minim. Nilainya bahkan tak sampai 5 persen dari total PPh OP.
"Kelas menengah ini bicara mengenai individu, pajak yang dibayarkan orang pribadi relatif tidak besar hanya sekitar 1 persen," ujar Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak, Muchamad Arifin, dalam Media Gathering, di Anyer, Kabupaten Serang, Banten, dikutip Jumat (27/9/2024).
Arifin mengatakan, di negara maju idealnya wajib pajak orang pribadi menjadi sumber penerimaan atau penopang pajak. Namun di Indonesia justru sebaliknya orang pribadi atau kelas menengah kita masih banyak yang bekerja di sektor informal, sehingga tidak terintegrasi dengan sistem pajak.
Sebagai contoh, UMKM yang memiliki tingkat informalitasnya tinggi tidak masuk ke sistem perpajakan. Beda dengan badan usaha, yang ketika akan didirikan harus mendaftarkan izin mendirikan usaha sehingga terintegrasi dengan sistem pajak,
"Jadi dia ga masuk dalam data perpajakan. Maka kelas menengah kalau masuk ke orang pribadi, sumbangsihnya tidak besar hanya sekitar 1 persen," imbuh dia.
Namun jika dilihat dari proporsi pengeluaran pajak menurut hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) 2024, kelompok yang berada di bawah kelas menengah atau disebut aspiring middle class mengalokasikan 3,59 persen dari pengeluaran bulanan mereka untuk pajak.
Kelompok rentan miskin dan kelompok miskin masing-masing mengalokasikan 3,84 persen dan 3,58 persen dari pengeluaran bulanan mereka untuk pajak dan iuran.
Data ini menggambarkan bahwa kelas menengah semakin dominan sebenarnya dalam memberikan kontribusi pajak di Indonesia. Survei ini mencakup berbagai jenis pajak, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak kendaraan bermotor, asuransi, serta retribusi lainnya seperti iuran RT/RW, sampah, dan keamanan.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang