Menuju konten utama

DJP Akui Kenaikan Restitusi Bikin Penerimaan Pajak Melempem

Suryo Utomo mengakui kenaikan restitusi membuat penerimaan pajak mengalami penurunan.

DJP Akui Kenaikan Restitusi Bikin Penerimaan Pajak Melempem
Dirjen Pajak Suryo Utomo menyampaikan sambutannya pada peluncuran "Grow With Google" di Jakarta, Selasa (18/2/2020).t. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pd.

tirto.id - Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, mengakui kenaikan restitusi membuat penerimaan pajak mengalami penurunan. Dia mencatat, secara kumulatif sejak Januari-Agustus 2024, nilai restitusi pajak mengalami lonjakan hingga 52,8 persen menjadi Rp216,83 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp141,95 triliun.

"Restitusi ini akan mengurangi jumlah bruto (penerimaan pajak). Jadi, ketemu jumlah neto penerimaan pajaknya," jelas Suryo, dalam Konferensi Pers APBN Kita Agustus 2024, di Kantornya, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).

Jika dirinci, kenaikan restitusi terjadi pada tiga jenis pajak, Pajak Penghasilan (PPh) Badan yang tumbuh melonjak 102,9 persen, restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) Dalam Negeri (DN) yang tumbuh 43,9 persen dan restitusi Pajak Lainnya naik 7,3 persen. Sementara jika dilihat secara sektoral, kenaikan restitusi pajak terjadi pada sektor industri pengolahan, perdagangan dan pertambangan.

"Pertumbuhan terutama di sektor industri kelapa sawit dan industri logam," ungkap Suryo.

Sementara itu, selain nilai restitusi, turunnya penerimaan pajak juga disebabkan oleh harga berbagai komoditas yang menurut di tingkat global.

"Ini yang tadi disampaikan oleh beliau (Menteri Keuangan) yang menjadi konteks 2024 ini. Di samping harga komoditas yang menurun, restitusi pajak pun juga menunjukkan pertumbuhan sampai dengan Agustus 2024," sambungnya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengungkapkan, penerimaan pajak sampai Agustus 2024 sebesar Rp1.196,54 triliun atau 60,16 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 Rp1.988,9 triliun. Realisasi ini turun 4,04 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya yang senilai Rp1.246 triliun.

Namun, realisasi ini lebih baik dari kontraksi pada semester I 2024 yang hampir sebesar 8 persen, yang pada saat itu tercatat sebesar Rp893,8 triliun.

"Jadi ini penurunan kontraksinya sudah cukup drastis, yaitu hampir separuhnya," kata Sri Mulyani.

Sementara itu, jika dirinci penurunan penerimaan pajak terjadi PPh non-migas yang tercatat sebesar Rp665,52 triliun, secara bruto anjlok 2,46 persen. Selain itu, penerimaan PPh migas juga mengalami kontraksi hingga 10,23 persen dibandingkan periode-periode sebelumnya, dengan sampai Agustus 2024 penerimaan dari sektor ini senilai Rp44,45 triliun.

Tommy, sapaan Thomas mengungkapkan, kontraksi PPh Migas disebabkan oleh penurunan lifting minyak bumi. Berbeda dengan PPh non-migas dan migas, penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPN atas Barang Mewah atau PPN-BM tercatat mengalami penaikan 7,36 persen secara bruto dengan realisasi sebesar Rp470,81 triliun atau 58,03 persen dari target APBN.

"PBB dan pajak lainnya realisasinya sebesar Rp15,76 triliun atau 41,78 persen dari target APBN dengan pertumbuhan bruto 34,18 persen," papar Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono.

Baca juga artikel terkait PAJAK atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Anggun P Situmorang