tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklaim inflasi di Indonesia relatif lebih renda dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Pada April 2022, inflasi Indonesia tercatat 3,47 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
"Untuk Indonesia Inflasi masih relatif rendah dibanding banyak negara," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu dalam bincang media, Jumat (13/5/2022).
Febrio menyebut inflasi di negara-negara maju kini sudah melonjak, bahkan berada di atas 5,7 persen. Sementara di Amerika Serikat sudah di atas 8 persen dan di Eropa sudah di atas 7 persen.
"Proyeksi inflasi di negara maju dan berkembang, negara berkembang sedikit lebih tinggi inflasinya di negara berkembang. Bahkan ada yang sudah melebihi double digit," ujarnya.
Meski begitu, Febrio memastikan pemerintah tidak akan lengah dan terus memantau perkembangan inflasi dari waktu ke waktu. Beberapa komoditas yang dipantau seperti harga energi, beras, cabai, gula, hingga minyak goreng.
"Semuanya kami pantau dengan teliti. Dalam ancaman yang cukup berat ini prioritas pertama pemerintah menjaga momentum pemulihan ekonomi. Pemerintah juga memastikan menjaga daya beli masyarakat," tuturnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menuturkan terdapat beberapa cara dalam menghadapi tantangan inflasi global. Di antaranya menjaga daya beli masyarakat dengan memberikan subsidi terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik
“Harga minyak BBM dunia ini sekarang sudah di atas 100 brand maupun WTI itu semuanya di atas 100 dolar perbarel, padahal asumsi APBN kita hanya di 63 dolar," kata dia.
Bendahara Negara itu mengatakan perbedaan harga jelas terlihat sangat besar, sedangkan harga minyak di Indonesia belum diubah kecuali Pertamax. Sementara Pertalite, Solar, belum ada kenaikan harga.
"Kenapa? Karena supaya daya beli masyarakat yang masih belum pulih kita jaga. Jadi ini treat of nya adalah menjaga daya beli masyarakat. Kemudian dibandingkan dengan beban APBN yang akan melonjak sangat besar dari subsidi BBM," jelasnya.
Tarif listrik juga tidak berubah meskipun komponen listrik seperti batu bara sudah menggunakan kebijakan DMO dengan harga 70 dolar AS. Padahal harganya sekarang sudah di atas 200 dolar AS.
"Jadi biaya listriknya naik tapi harga listrik di masyarakat tidak berubah, pasti nanti harus ada yang bayar, yang bayar siapa? Lagi-lagi APBN," kata dia.
Sri Mulyani melihat APBN dapat menjadi bantalan yang baik, berkelanjutan dan memiliki fokus utama yaitu melindungi masyarakat. Dengan begitu, ia bilang ekonomi tetap tumbuh, namun APBN masih sehat.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Gilang Ramadhan