Menuju konten utama

Kematian Sergio Marchionne & Ajal Para Pentolan Pabrik Mobil

Beberapa nama pendiri pabrik mobil global saat meninggal tak diungkap pasti penyebabnya.

Kematian Sergio Marchionne & Ajal Para Pentolan Pabrik Mobil
Sergio Marchionne. FOTO/AP

tirto.id - “Sayangnya, apa yang kami takutkan akhirnya terjadi. Sergio Marchionne, saudara dan teman kami telah pergi.”

Begitu kata pertama yang diucapkan salah satu pimpinan Fiat Chrysler Automobile (FCA) John Elkann saat memberitahukan kepada dunia, sosok Sergio Marchionne telah meninggal dunia, Rabu (25/7/2018). Mantan Chief Executive Officer (CEO) FCA ini menghembuskan napas terakhir di Swiss saat usia 66 tahun.

Empat hari sebelum kematian pentolan Fiat ini, FCA mengumumkan Marchionne mengundurkan diri dari posisi CEO. Keputusan itu diambil karena kondisi kesehatan pria Italia semakin terpuruk.

Sampai kini penyebab kematian Marchionne tidak diungkap. CNN mewartakan, University Hospital Zurich—tempat Marchionne mendapatkan perawatan menutup rapat informasi itu. Rumah sakit hanya menjelaskan Marchionne sempat menjalani operasi di bahunya. Pihak manajemen FCA enggan membeberkan riwayat medis bosnya itu.

“Terkait privasi medis, perusahaan tidak mengetahui kondisi kesehatan Marchionne,” jelas keterangan resmi dari FCA.

Marchionne dikenal sebagai sosok pimpinan yang cerdas dan pekerja keras. Pada 2004, ia dipercaya memegang Kendali perusahaan Fiat yang kala itu ada di bibir jurang kebangkrutan.

Hanya dalam dua tahun saja, Marchionne mampu mengembalikan denyut bisnis Fiat. Keuntungan finansial mulai bisa diserap perusahaan. Itu merupakan prestasi besar buat seseorang yang baru saja terjun ke industri otomotif. Sebelum dipinang Fiat, Marchionne bekerja sebagai akuntan.

“Catatan sejarah Marchionne bisa digambarkan dalam beberapa tahapan. Pada 2004 ketika Marchionne mengambil alih, pendapatan Fiat mendekati 47 miliar euro (per tahun), sekarang (pendapatannya) mencapai 140 miliar euro (per tahun). Keuntunggannya pun meningkat tiga kali lipat (dari 2004-2018),” ujar analis dari ActivTrades Alberto de Casa kepada The Guardian.

Beragam kebijakan diterapkan di tubuh perusahaan Fiat saat kali pertama Marchionne memimpin, antara lain eliminasi sejumlah pekerja di level manajemen dan mengurangi gaji karyawan.

Lima tahun kemudian kondisi Fiat yang semakin bugar membuat Marchionne percaya diri untuk mengambilalih sebagian besar saham Chrysler. Perusahaan otomotif Amerika itu sudah tinggal menunggu ajal sebelum diselamatkan Marchionne.

Memanfaatkan bantuan dana dari Pemerintah Amerika Serikat, Chrysler perlahan mampu bangkit di bawah arahan Marchionne. Pada 2014 Fiat dan Chrysler disatukan menjadi Fiat Chrysler Automobile. Di tahun yang sama, Marchionne mendapat kepercayaan menjadi CEO Ferrari.

Dua perusahaan yang sama-sama nyaris tumbang itu menjelma menjadi raksasa otomotif global setelah disatukan. Pada laporan CNN, FCA tercatat sebagai perusahaan otomotif dengan penjualan terbanyak ketiga di Amerika Serikat dan nomor delapan secara global di bawah imperium Marchionne—pemimpin yang sangat gemar menggunakan sweater hitam dan enggan mengenakan dasi layaknya bos besar lain.

Setelah Marchionne mengundurkan diri, FCA menunjuk Mike Manley sebagai CEO, ia sebelumnya menangani merek Jeep—anak perusahaan Chrysler. Naik jabatan, di samping berkah, juga merupakan beban berat buat Manley. Sejumlah proyek yang sudah dicanangkan Marchionne harus dieksekusi oleh Manley.

Salah satu tugas utama Manley ialah menggenjot produksi SUV yang saat ini menjadi andalan Fiat. Meningkatkan produksi mobil hybrid dan EV atau mobil listrik juga menjadi prioritas buat mengatrol keuntungan perusahaan.

Nasib Para Pendiri Pabrik Mobil

Kabar wafatnya Marchionne merupakan duka buat insan otomotif dunia. Duka ini juga pernah terjadi hampir 27 tahun lalu. Pada 5 Agustus 1991, Soichiro Honda—founder Honda Motor Corporation dikabarkan meninggal dunia. Washington Post menulis pada 6 Agustus 1991, Soichiro Honda meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Tokyo karena masalah pada liver. Saat itu Honda menjabat sebagai penasihat tertinggi Honda Motor Co.

Honda merupakan sosok pebisnis yang unik. Saat Honda Motor Co., mencapai kejayaan, dia justru memutuskan keluar dari struktur perusahaan pada 1973.

Infografik riwayat tokoh otomotif Dunia

Sebelum menjadi pebisnis, Honda menjalani kehidupan sebagai pembalap sekaligus teknisi mesin. Perjalanannya di trek balap menyentuh klimaks pada 1936. Pasca mengalami kecelakaan hebat di Tagamawa Speedway, ia diminta berhenti balapan oleh sang istrinya, Mika.

“Ketika istri saya menangis dan meminta saya untuk berhenti, saya merasa harus berhenti,” kata Honda.

Awalnya Honda merintis usaha komponen otomotif berupa ring piston yang sebagian besar dipasok untuk manufaktur mobil Toyota sejak 1928. Namun sejak 1948, Honda merilis produk sepeda motor pertama yang dinamai Honda “Dream D”.

Kehebatan pria asal Iwata dalam membangun kepercayaan masyarakat lewat berbagai cara promosi membuat produk sepeda motornya laris. Menurut Notablebiographies produk Honda menjadi sepeda motor dengan penjualan terbanyak di dunia akhir tahun 1950-an.

Sukses di bisnis sepeda motor, Honda tergiur mencicipi industri mobil penumpang. Sebuah mobil sport berlabel “S 500” tercatat sebagai mobil pertama yang diprakarsai oleh Honda, muncul pada pertengahan dekade 60’an.

Fase emas dalam sejarah Honda Motor Co., tercapai pada 1972. Produk mobil Honda Civic diterima pasar Amerika Serikat dan kesuksesannya menjalar ke seluruh dunia. Honda Civic dinilai punya estetika desain menarik plus efisiensi mesin yang maksimal. Sejak saat itu Honda Motor Co., disejajarkan dengan Toyota dan Nissan sebagai raksasa otomotif dari Jepang.

Sama seperti Soichiro Honda, pensiun dari perusahaan yang dibangun sendiri juga dilakukan oleh bos besar Toyota Motor Corporation (TMC), Kiichiro Toyoda. Juni 1950 dia lengser dari jabatan presiden TMC. Tapi, Toyoda tidak berhenti berinovasi.

Pria kelahiran 11 Juni 1894 itu melakukan riset helikopter dan teknologi mesin bensin setelah resmi pensiun. Laman Toyota Global menceritakan Toyoda banyak menghabiskan waktu berkeliling Tokyo dan Nagoya dalam melakukan risetnya itu.

Nahas, ketika gairahnya untuk membuat terobosan dalam teknologi kendaraan tengah bergejolak, Toyoda tidak bisa menghalau ajal. Kesibukan membuatnya abai dengan kondisi kesehatan. Toyoda meninggal dunia mendadak pada 27 Maret 1952 karena pendarahan otak. Saat itu, proses modernisasi fasilitas manufaktur di pabrik Toyota yang dicanangkan Toyoda tengah berlangsung.

Selain Marchionne, Honda, dan Toyoda, ada nama lain yaitu Enzo Ferrari. Sempat malang melintang sebagai test driver mobil balap dan bekerja untuk Alfa Romeo, Enzo bisa mewujudkan mimpi mengkreasikan sebuah mobil sport sejak 1947.

Mengutip laman Ferrari, mobil pertama yang dirilis pabrikan berlogo kuda jingkrak itu adalah Ferrari 125S. Mobil sport itu dijejali mesin berkapasitas 1.500cc dengan 12 silinder. Pengalaman Enzo di ranah balap mobil dibuktikan lewat kualitas Ferrari S125. mobil tersebut mengantarkan pembalap Franco Cortese memenangkan balapan Rome Grand Prix di sirkuit Terme di Caracalla pada 25 Maret 1947.

Melansir Biography, mobil-mobil Ferrari telah memenangkan lebih dari 4.000 balapan dan 13 gelar juara dunia dari berbagai ajang balap di seluruh dunia. Kehidupan pribadi Enzo Ferrari sempat diwarnai beberapa kepahitan. Putra pertamanya, Dino meninggal pada 1956 karena penyakit distrofi otot. Seperti dikisahkan Biography, kejadian itu membuat Enzo sempat frustrasi. Pada 22 tahun kemudian, ia kembali berduka atas kepergian istri yang dinikahi sejak 1923, Laura Dominica Garello.

Setelah pensiun dari kursi Presiden Utama Ferrari, Enzo menghabiskan masa tuanya bersama anak keduanya, Pierro Ferrari hasil pernikahannya dengan istri kedua bernama, Lina Lardi. Pada 14 Agustus 1988, dunia mendapat kabar duka bahwa Enzo Ferrari wafat. Namun, Tidak diketahui pasti penyebab meninggalnya, tapi Enzo sebelumnya didiagnosa mengidap penyakit gagal ginjal.

Baca juga artikel terkait MOBIL atau tulisan lainnya dari Yudistira Perdana Imandiar

tirto.id - Otomotif
Penulis: Yudistira Perdana Imandiar
Editor: Suhendra