Menuju konten utama

Kelebihan Kapasitas Tahanan Dinilai Penyebab Yusuf Meninggal

Kapasitas lapas itu untuk 200 tahanan, namun di sana dihuni oleh 1064 tahanan.

Kelebihan Kapasitas Tahanan Dinilai Penyebab Yusuf Meninggal
Ilustrasi tahanan muslim di penjara. Getty Images/iStockphoto

tirto.id -

Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal Hairansyah menyatakan kematian Muhammad Yusuf, wartawan kemajuanrakyat.co.id, tak terlepas dari proses penahanan yang menyebabkan penurunan kondisi kesehatan.

Pihaknya menyatakan kelebihan kapasitas tahanan di dalam sel juga menjadi sebab pria itu meninggal. Pasalnya, ketika menjadi tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kotabaru, Yusuf ditempatkan di sel Masa Pengenalan Lingkungan (mapenaling) K5 dengan ukuran ruang 12 meter x 15 meter yang dihuni oleh 250 orang.

“Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 9 ayat 3 Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM yaitu setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,” ujar Hairansyah di gedung Komnas HAM, Jumat (27/7/2018).

Kapasitas lapas itu untuk 200 tahanan, namun di sana dihuni oleh 1064 tahanan. Hairansyah mengatakan di sel K5 kondisi kesehatan Yusuf semakin menurun sehingga harus dirawat ke rumah sakit selama tiga hari.

“Setelah kembali dari rumah sakit, Yusuf ditempatkan di sel K2. Di sel itu, dia muntah-muntah lalu meninggal dunia,” kata Dosen Fisip Uniska Banjarmasin ini.

Maka, dengan kejadian tersebut, pihaknya menilai telah terjadi pelanggaran HAM dengan cara melakukan pembiaran atas sakit yang diderita oleh Yusuf.

Hairansyah mengatakan seharusnya melalui dasar pertimbangan kesehatan, korban bisa mendapatkan perlakuan khusus seperti penanganan medis secara intensif. Hal ini juga berkaitan dengan pemenuhan hak asasi kesehatan para tahanan dan narapidana yang memiliki riwayat penyakit tertentu.

Yusuf berstatus sebagai tahanan titipan Kejaksaan Negeri Kotabaru. Ia menghuni Lapas Kotabaru selama 15 hari, sebelumnya lelaki berusia 42 tahun itu mendekam di rutan Polres Kotabaru.

Yusuf disangkakan Pasal 45 A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik. Ia terancam pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pria yang beralamat di Jalan Batu Selira, Desa Hilir Muara, Kecamatan Pulau Laut Utara, Kabupaten Kotabaru itu diduga melakukan pidana pencemaran nama baik dan ujaran kebencian yang disalurkan melalui berita. Yusuf memberitakan perihal konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan sawit PT Multi Agro Sarana Mandiri (MSAM).

Baca juga artikel terkait WARTAWAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Yulaika Ramadhani