Menuju konten utama

Kekuatan Militer Indonesia 2019, dari Senjata hingga Pasukan Khusus

Indonesia masuk peringkat ke-16 sebagai negara dengan militer terkuat di dunia pada 2019. Pasukan khusus Indonesia juga salah satu yang terbaik di dunia.

Ilustrasi militer Indonesia. tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Militer Indonesia menempati posisi ke-16 dari 137 dengan indeks 0,2804 (0,0000 adalah indeks sempurna) menurut Global Fire Power.

Personel Militer Indonesia sebesar 800 ribu orang yang terdiri dari 400 ribu personel aktif dan 400 ribu personel cadangan.

Global Fire Power melansir, kemiliteran Indonesia terbagi menjadi angkatan udara (TNI AU), angkatan darat (TNI AD), dan angkatan laut (TNI AL).

Angkatan darat Indonesia memiliki 315 tangker perang dan kendaraan berawak 1,3 ribu, artileri otomatis 141 dan 356 artileri manual, serta 36 proyektor misil.

Angkatan udara Indonesia memiliki 62 transportasi udara dengan 104 personel pelatihan, dan memiliki 192 helikopter, 8 diantaranya helikopter perang.

Angkatan laut Indonesia memiliki 8 frigate, 24 corvet, 5 kapal selam, 139 kapal patroli, dan 11 pangkalan perang.

Sumber daya minyak bumi untuk militer Indonesia capai 1,66 juta barel per hari dan Indonesia memiliki cadangan minyak bumi sebanyak 3,23 miliar barel. Dana yang dikucurkan untuk kemiliteran sebesar 6,9 miliar dolar AS per tahun.

Jumlah pekerja di sektor militer Indonesia sebanyak 126,1 juta personel dengan jaringan perdagangan lautmencapai 8,7 ribu. Cakupan jalan di Indonesia mencapai 437,759 km dengan jalur rel 5,04 km. Indonesia memiliki 14 pelabuhan utama dan 673 bandara.

Selain itu, Indonesia juga memiliki badan kemiliteran khusus yang disebut Komando Pasukan Khusus (Koppassus). TNI memiliki tugas menjaga keamanan negara, menyediakan tim penyelamat untuk keadaan darurat seperti bencana alam, menjaga perdamaian di daerah konflik, hingga mengajar di daerah pedalaman.

Sedangkan, Kopassus memiliki tugas khusus untuk melakukan tugas-tugas berisiko tinggi dan ekstrem. Dalam pelatihannya, anggota Kopassus harus merangkak dan melakukan kamuflase dalam lumpur, di tengah hujan peluru sungguhan.

Kopassus diwajibkan memiliki insting dan reflek yang kuat, serta kecerdasan untuk merespons pasukan musuh dnegan cepat. Pasukan khusus ini, berdasarkan The Top Tens dideskripsikan sebagai 1 banding 5 tentara biasa.

Satu orang anggota Kopassus setara dengan 5 tentara biasa dalam hal bela diri dengan tangan kosong. Anggota Kopassus diharapkan tidak mengandalkan persenjataan canggih tetapi tetap dapat memenangkan sebuah pertempuaran di alam liar.

Meskipun begitu, anggota Kopassus tetap dipersenjatai dengan peralatan perang yang menunjang misi mereka dalam pertempuran. Persenjataan mereka beberapa berasal dari luar negeri dan sebagian buatan dalam negeri.

Senjata buatan dalam negeri, dilansir Military Factory di antaranya Pindad G2 (pistol semi-otomatis), Pindad PM2 (senapan mesin ringan), Pindad SPR atauSenapan Penembak Runduk (bedil jarak jauh), Pindad SS1 (bedil pembunuh), Pindad SS2 (bedil pembunuh), Pindad SS3 (senapan serbu), dan Pindad SS4 (Senapan perang).

Kopassus Indonesia menjadi salah satu pasukan khusus yang ditakuti di dunia, dan menduduki peringkat ketiga di bawa SAS Inggris dan Mossad Israel, berdasarkan Medium.

Selain itu, dalam pertemuan Pasukan Elite di Wina, Austria, Kopassus menempati posisi kedua dalam operasi strategi militer, yang dinilai dari sisi intelegensi, pergerakan, infiltrasi, dan aksi. Peringkat tersebut menyusul pasukan elite AS, Delta Forces.

Tugas-tugas khusus yang diemban Kopassus diantaranya pengepungan dan penangkapan teroris, dan mengamankan aksi brutal unjuk rasa seperti pad zaman pemerintahan Soeharto.

Di kancah internasional, Kopassus dipercaya PBB untuk menjaga keamanan di Mesir pada 1957 di bawah kepemimpinan Infantri Hartayo. Selain itu, pasukan khusus bernama Garuda Contingent (Konga) juga dipercaya lebih dari 30 kali dilibatkan dalam menjaga perdamaian dunia.

Baca juga artikel terkait MILITER INDONESIA atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora