tirto.id - Penyidik Kejaksaan Agung menetapkan eks Dirut PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, sebagai tersangka dugaan korupsi izin usaha pertambangan (IUP) periode 2015/2022. Riza ditahan selama 20 hari ke depan.
"Penahanan dilakukan di Rutan Kelas I Jakarta Pusat," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, Jumat (16/2/2024).
Menurut Ketut, penyidik juga menetapkan empat tersangka lainnya, yakni Suwito Gunawan dan MB Gunawan selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Hasan Tjie selaku Direktur Utama CV CIV; dan Emil Emindra selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017/2019.
Tersangka Suwito Gunawan ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Sementara Emil ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Dan dua tersangka lainnya ditahan di Rutan Kelas I Jakarta Pusat.
Dijelaskan Ketut, dalam kasus ini perusahaan tersangka Suwito dan MB Gunawan, melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk pada 2018 tentang sewa-menyewa peralatan processing peleburan timah.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh tersangka Riza selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka Emil selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk.
"Pada saat itu, Tersangka SG alias AW memerintahkan Tersangka MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama, serta menyuruh untuk menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk, yang seluruhnya dikendalikan oleh Tersangka MBG," ucap Ketut.
Bijih timah yang diproduksi oleh tersangka MB Gunawan, kata Ketut, perolehannya berasal dari IUP PT Timah Tbk atas persetujuan dari PT Timah Tbk. Kemudian, baik bijih maupun logam timahnya dijual ke PT Timah Tbk.
"Untuk mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP)," kata Ketut.
Ketut menyebut, total biaya yang dikeluarkan oleh PT Timah terkait biaya pelogaman di PT SIP sejak 2019-2022 mencapai Rp975,5 miliar. Sedangkan, total pembayaran bijih timah mencapai Rp1,7 triliun.
Lebih lanjut dijelaskan Ketut, untuk melegalkan kegiatan perusahaan-perusahaan boneka, PT Timah menerbitkan surat perintah kerja borongan pengangkutan sisa hasil pengolahan mineral timah. Lalu, keuntungan atas transaksi pembelian bijih timah dinikmati oleh tersangka MB Gunawan dan Suwito.
"Selain membentuk perusahaan boneka, tersangka MBG atas persetujuan tersangka SG alias AW juga mengakomodir penambang-penambang timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Nantinya, mineral biji timah yang diperoleh dikirimkan ke smelter milik tersangka SG alias AW," ungkap Ketut.
Perbuatan para tersangka, ujar Ketut, mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dalam proses penghitungannya melebihi kerugian negara dari perkara korupsi lain seperti PT Asabri dan Duta Palma.
Selain itu, terdapat kerugian kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan ilegal timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Kepada para tersangka disangkakan pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Irfan Teguh Pribadi