tirto.id - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung menyetujui 13 permohonan penghentian penuntutan melalui mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif.
Sejumlah kasus yang dihentikan penuntutannya mulai dari dugaan tindak pidana pencurian, penganiayaan dan/atau pengeroyokan, hingga pelanggaraan lalu lintas.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, syarat penghentian perkara melalui mekanisme restorative justice adalah perdamaian antara pelaku dan korban serta pihak lain di sekitarnya.
"Dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, perdamaian merupakan syarat mutlak yang tidak bisa diabaikan oleh jaksa," ucap Ketut melalui keterangan tertulis dikutip pada Rabu (9/3/2022).
Setelah penghentian penuntutan disetujui, Kejagung memerintahkan sejumlah kepala kejaksaan negeri dan kepala cabang kejaksaan negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) atas 13 perkara tersebut.
Penerbitan SKP2 melalui keadilan restoratif ini sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor 01 tertanggal 10 Februari 2022.
"Upaya tersebut mempertimbangkan syarat formil dan materiil serta aspek yuridis, sosiologis, dan filosofis,” kata Ketut.
Berikut alasan penghentian penuntutan perkara:
1. Para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.
2. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.
3. Telah dilaksanakan proses perdamaian, tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
4. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
5. Pertimbangan sosiologis.
6. Masyarakat merespons positif.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky