tirto.id - Kejaksaan Agung diminta untuk transparan dalam melakukan pengusutan kasus korupsi yang terjadi di berbagai perusahaan BUMN. Kerja sama Kejagung dengan Kementerian BUMN dalam membongkar praktik korupsi di perusahaan-perusahaan BUMN harus berlanjut hingga tuntas.
“Harus dilanjutkan, tetap terbuka dan transparan agar benar-benar terjadi pembersihan,” kata Dosen hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, dalam keterangannya, Minggu (5/6/2022).
Januari 2022 lalu Menteri BUMN Erick Thohir memberikan laporan audit investigasi terkait pengelolaan keuangan di sejumlah perusahaan plat merah kepada Kejaksaan Agung.
Laporan tersebut direspon langsung oleh Kejaksaan Agung dengan menggelar penyelidikan. Kini, sejumlah perusahaan menjadi sasaran penyidikan Kejaksaan Agung, seperti dugaan korupsi Garuda Indonesia, Krakatau Steel, juga Waskita Beton Precast.
Menurut Fickar Kejagung secara moral memiliki tanggung jawab terhadap kebocoran-kebocoran yang terjadi di BUMN. Untuk itu, keterbukaan terhadap penyidikan yang dilakukan Kejagung penting agar publik tetap bisa memantaunya.
“Kejaksaan bisa bertindak. Karena secara moriil, Kejaksaan memiliki tanggung jawab atas kebocoran-kebocoran yang terjadi di BUMN. Tetap harus transparan untuk menghindari kongkalikong,” tegas Fickar.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat tren kasus korupsi BUMN periode 2016-2021. ICW mencatat 9 kasus terjadi pada 2016, 33 kasus pada 2017, 21 kasus pada 2018, 20 kasus pada 2019, 27 kasus pada 2020, dan 9 kasus pada 2021.
"Negara justru mengalami kerugian terbesar berkat kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2020 dan 2021," ujar Peneliti ICW Egi Primayogha dalam keterangan tertulis, Senin (21/3/2022) lalu.
Jumlah kerugian negara akibat korupsi di BUMN mencapai Rp47,92 triliun. Dengan rincian: Rp86 miliar pada 2016, Rp2,5 triliun pada 2017, Rp3,1 triliun pada 2018, Rp890 miliar pada 2019, dan 17,4 triliun pada 2020, dan Rp23,9 triliun pada 2021.