tirto.id - Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan tren kasus korupsi BUMN periode 2016-2021. Dan, situasi pandemi Covid-19 tidak menghalangi tindak pidana korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
ICW mencatat 9 kasus terjadi pada 2016, 33 kasus pada 2017, 21 kasus pada 2018, 20 kasus pada 2019, 27 kasus pada 2020, dan 9 kasus pada 2021.
"Negara justru mengalami kerugian terbesar berkat kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2020 dan 2021," ujar Peneliti ICW Egi Primayogha dalam keterangan tertulis, Senin (21/3/2022).
Jumlah kerugian negara akibat korupsi di BUMN mencapai Rp47,92 triliun. Dengan rincian: Rp86 miliar pada 2016, Rp2,5 triliun pada 2017, Rp3,1 triliun pada 2018, Rp890 miliar pada 2019, dan 17,4 triliun pada 2020, dan Rp23,9 triliun pada 2021.
Hal ini membikin ICW khawatir terhadap potensi penyelewengan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). BUMN mendapat suntikan dana dari pemerintah Rp1,761 triliun (2020-2021) dan mendapatkan Penyertaan Modal Negara (PMN) yang dianggarkan lewat APBN senilai Rp695,6 triliun (2005-2021).
Sehingga perlu disusun mekanisme evaluasi terhadap alokasi pemberian PEN kepada BUMN.
"Kasus-kasus korupsi yang marak ditemukan menunjukkan pentingnya pengawasan terhadap dana PEN secara patut. Ini dikarenakan potensi penyelewengan pada situasi darurat akan selalu ditemukan, utamanya karena adanya pihak yang mencari celah untuk mendapat keuntungan," ujar Egi.
Selain itu ICW juga mencatat beragam modus korupsi di BUMN, antara lain: penggelapan 18 kasus, proyek fiktif 16 kasus, laporan fiktif 23 kasus, mark up 12 kasus, mark down 1 kasus, penyalahgunaan anggaran 18 kasus, pungutan liar 2 kasus, suap 18 kasus, pemotongan 2 kasus, pemerasan 1 kasus, pencucian uang 2 kasus, dan manipulasi saham 6 kasus.
Kasus korupsi terjadi di beberapa sektor BUMN. Semisal perbankan 38 kasus, transportasi 15 kasus, sosial kemasyarakatan 9 kasus, pertanian/perkebunan 9 kasus, dan energi dan listrik 8 kasus.
Dan PT BRI menjadi perusahaan BUMN dengan kasus korupsi terbanyak, 15 kasus. Lalu PT Pertamina 8 kasus, PT Sang Hyang Seri 6 kasus, Perum Bulog 5 kasus, dan PT Pos Indonesia 5 kasus.
ICW menyarankan pemerintah perlu memperkuat peranan komisaris sebagai fungsi pengawasan. Salah satunya merekrut komisaris yang profesional dan berintegritas tinggi. Bukan untuk sekedar jabatan "bayar utang".
"Apabila pemerintah menjadikan posisi komisaris BUMN sebagai ajang membayar utang budi karena jasa seseorang dalam proses politik dan pemenangan pemilu, sulit untuk menghindari korupsi yang mengakar di BUMN," pungkas Egi.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Bayu Septianto