tirto.id - Partai Golkar di bawah kepemimpinan Bahlil Lahadalia gagal memenangkan sejumlah kadernya dalam Pilkada Serentak 2024. Airin Rachmi Diany dan Ridwan Kamil (RK) harus menelan pil pahit karena tumbang dalam Pilkada Banten dan DKI Jakarta.
Airin yang berpasangan dengan Ade Sumardi dan diusung oleh Golkar, PDIP, serta dukungan partai non-parlemen (PBB, PKN, Partai Buruh, Partai Ummat, dan Partai Gelora) kalah dari pesaingnya, Andra Soni-Dimyati Natakusumah yang diusung Koalisi Banten Maju, yakni Gerindra, PKS, Nasdem, PKB, PAN, PPP, dan Demokrat, serta dukungan partai non-parlemen (PSI, Partai Prima, dan Partai Garuda).
Berdasarkan hasil hitung cepat yang dilakukan lembaga survei Charta Politika, Airin-Ade memperoleh suara 42,48 persen. Sedangkan Andra Soni-Dimyati Natakusumah meraih suara sebanyak 57,52 persen.
Sementara di Pilkada DKI Jakarta, Ridwan Kamil yang berpasangan dengan Suswono juga harus menelan kekalahan berdasarkan hasil quick count Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) dan Poltracking.
Dalam hitung cepat yang dilakukan SMRC, Pramono-Rano meraih suara 51,03 persen, Ridwan Kamil-Suswono 38,8 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 10,17 persen.
Angka ini tak beda jauh dengan hasil hitung cepat yang dilakukan Poltracking. Pramono-Rano unggul dengan perolehan suara 50,08 persen. Sedangkan Ridwan Kamil-Suswono 39,55 persen, dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana 10,37 persen.
Di luar Banten dan Jakarta, sejumlah pimpinan Partai Golkar di daerah yang ikut mencalonkan diri pada Pilkada 2024 juga mengalami kekalahan.
Deretan Ketua Partai Golkar kabupaten dan kota yang kalah di Pilkada 2024 adalah Erna Rasyid (Ketua Golkar Parepare), Andi Kartini Ottong (Ketua Golkar Sinjai), Usman Marham (Ketua Golkar Pinrang), Muh Irpan (Ketua Golkar Enrekang), Victor Datuan Batara (Ketua Golkar Tana Toraja), Yohanis Bassang (Ketua Golkar Toraja Utara), dan Rahmat Masri Bandaso (Ketua Golkar Palopo).
Golkar juga tumbang di Riau yang selama ini dikenal besar dan paling berkuasa. Di Pilkada Bupati, Wali kota, hingga Gubernur, Partai Beringin tak berkutik. Ketua DPD Golkar Riau, Syamsuar, bahkan kalah telak di Pilgub Riau.
Berdasarkan hasil hitung cepat, Syamsuar yang berpasangan dengan Mawardi, harus puas berada di posisi ketiga dengan perolehan suara 25,32 persen. Sementara pasangan Abdul Wahid-SF Hariyanto berhasil memperoleh posisi pertama 43,3 persen, dan pasangan M Nasir-Wardan berada di posisi kedua dengan meraih 31,37 persen.
Kekalahan pasangan Syamsuar-Mawardi menarik perhatian, pasalnya Syamsuar sebelumnya adalah Gubernur Riau periode 2019-2024, meski mengundurkan diri pada 2023 karena menjadi kandidat anggota DPR RI periode 2024-2029.
Evaluasi bagi Bahlil
Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, melihat kekalahan sejumlah kader Partai Golkar di Pilkada 2024 tidak terlepas dari kepemimpinan Bahlil Lahadalia. Terlebih, sejak kursi Ketua Umum Golkar diberikan kepada Bahlil, terjadi banyak perubahan struktur kepemimpinan partai.
“Jadi jelas dengan struktur yang baru tampaknya [Golkar] belum bisa maksimal untuk berlari memenangkan Pilkada 2024 ini,” ujar Kunto kepada Tirto, Selasa (2/12/2024).
Kunto mengatakan, pasca perombakan di tubuh Golkar, justru banyak perhitungan yang fatal. Misalnya, Golkar tiba-tiba berubah pikiran dengan menjagokan kadernya, Airin, yang telah diusung oleh PDIP. Belum lagi ketika Golkar melepas Ridwan Kamil di Jawa Barat dan malah ke Jakarta.
“Itu jadi amburadul semua, belum lagi beberapa pilkada provinsi seperti Riau [dan] Maluku Utara yang juga kalah,” imbuhnya.
Bagi kunto, kekalahan Partai Golkar di pilkada kali ini bukan hanya masalah mesin partai, tapi juga masalah struktur partai yang tampak gagap dan belum cukup maksimal berjalan lantaran baru terbentuk.
“Jadi menurut saya kesalahan terbesarnya ada pada Ketum (Bahlil), bukan pada mesin partainya,” pungkas dia.
Analis sosio politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, mengamini bahwa melemahnya mesin politik Golkar sehingga terlihat kurang solid di Pilkada 2024 berkorelasi dengan kepemimpinan Bahlil Lahadalia. Menurutnya, Golkar di bawah Bahlil belum stabil, apalagi banyak elite Golkar yang tidak setuju dengan Bahlil.
“Sejauh ini Bahlil belum bisa membuat gerbong-gerbong di Golkar untuk stabil mendukungnya,” ujar Musfi kepada Tirto, Selasa (3/12/2024).
Masalah internal ini, kata dia, kemudian merembet ke pilkada yang membuat mesin partai tidak maksimal. Pada kasus kekalahan di Banten, misalnya, seharusnya Golkar bisa menang dengan pengaruh kuat Dinasti Atut. Tapi mesin partai yang tidak maksimal membuat kemenangan di depan mata menjadi buyar.
“Ini juga menunjukkan bahwa Bahlil belum bisa menjadi panglima strategi di Golkar,” ujarnya.
Kondisi ini, kata Musfi, sangat berbeda dengan Airlangga Hartarto yang berhasil membawa Golkar sebagai partai peraih suara terbanyak di Pileg 2024. Hasil pilkada, imbuhnya, harus menjadi bahan evaluasi bagi Bahlil.
“Elite-elite di Golkar akan melihat, bagaimana sepak terjang Golkar ke depannya dengan berbagai kekalahan di Pilkada 2024,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur IndoStrategi Research and Consulting, Arif Nurul Iman, mengatakan kekalahan Golkar disebabkan kinerja mesin politik partai yang dinilai tidak maksimal. Menurut Arif, mesin politik Golkar sebagai institusi politik justru tidak mampu bekerja dengan optimal dalam mendongkrak kemenangan calon-calon yang mereka usung.
Di Banten, misalnya, Airin yang memiliki elektabilitas tinggi harus menelan kekalahan. Begitu pula di Jakarta, Golkar gagal meraih kemenangan.
Padahal dalam survei bertajuk Katadata Telco Survey, misalnya, pasangan Airin-Ade Sumardi memimpin dengan elektabilitas 49,3 persen. Sedangkan Andra Soni-Dimyati Natakusumah hanya mendapat 11,3 persen suara responden. Sedangkan sebanyak 39,4 persen responden lainnya belum menentukan pilihan.
Dalam simulasi top of mind, Airin dipilih oleh 32,1 persen responden, sedangkan Andra Soni dipilih 7,3 persen responden. Mantan Wali kota Tangerang Selatan itu memiliki tingkat popularitas 71,1 persen. Sedangkan Andra Soni hanya dikenali 35,2 persen responden.
Survei bertajuk Elektabilitas Pilkada Enam Provinsi & Kepuasan Terhadap Pemerintah ini dilakukan pada 4-9 September 2024 dengan menyasar kepada 800 responden pada tiap provinsi. Populasi sampel merupakan penduduk yang memiliki hak pilih dan menggunakan nomor telepon selular Telkomsel.
“Selain masalah mesin politik, faktor ketokohan juga turut berperan dalam kekalahan Golkar,” kata Arif kepada Tirto, Selasa (3/12/2024).
Munculnya Ridwan Kamil yang dipaksakan untuk maju di Jakarta dinilai turut memengaruhi hasil pilkada bagi Golkar. Faktor-faktor lain seperti dinamika politik lokal dan persaingan ketat di beberapa wilayah, juga turut memengaruhi hasil akhir.
Respons Golkar
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Golkar, Muhammad Sarmuji, justru menyebutkan bahwa pilkada kali ini menunjukkan hasil positif bagi partainya dengan banyak kader yang berhasil menang. Meskipun ia mengakui terdapat kekalahan di beberapa daerah besar seperti Banten dan DKI Jakarta.
“Orang mungkin terpaku [pada] Banten dan DKI [Jakarta] saja. DKI sejak dulu Golkar [memang] belum beruntung,” kata Sarmuji kepada Tirto, Selasa (3/12/2024).
Menurut Sarmuji, pada Pilkada 2024 justru lebih banyak kader Golkar yang menang. Misalnya, kata dia, di Sumatra Utara, Golkar mendapatkan wakil gubernur. Sementara di Bangka Belitung (Babel), Kepulauan Riau (Kepri), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Timur (Kaltim), Golkar berhasil meraih kursi gubernur.
“Dan beberapa daerah lain kami [jadi] gubernur dan rata-rata ketua partai (DPD) juga,” imbuhnya.
Politikus Golkar lainnya, Dave Laksono, menanggapi santai kekalahan Golkar di beberapa daerah. Dia mengatakan perhitungan suara pilkada belum selesai, sehingga lebih baik bagi partai untuk mengawal proses tersebut hingga tuntas.
"Pilkada kan belum rampung perhitungan suaranya, jadi sebaiknya kita kawal hingga selesai. Baru bisa menentukan sikap selanjutnya," ujar Dave kepada Tirto, Selasa (3/12/2024).
Jika nanti hasilnya sudah selesai, menurut Dave, tidak menutup kemungkinan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar akan melakukan evaluasi menyeluruh untuk pemetaan suara Golkar ke depan. Ini guna memperkuat posisi partai dalam pemilu mendatang.
“Apapun hasil pilkada, pasti akan ada evaluasi keseluruhan,” pungkasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi