tirto.id - PT Mahkota Sentosa Utama, anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk, menunjuk Denny Indrayana sebagai kuasa hukum korporasi untuk menangani polemik perizinan megaproyek Meikarta setelah mencuat kasus suap yang menyeret sembilan nama tersangka, termasuk di antaranya Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin.
Dalam siaran pers pada 18 Oktober, kantor hukum Denny Indrayana menyebut "sejalan dengan keterangan KPK," proses hukum adalah "hal terpisah dan berbeda" dari proses pembangunan Meikarta.
Namun, poin itu ditepis Komisi Pemberantasan Korupsi. Juru bicara KPK Febri Diansyah berkata tak pernah menyebut merekomendasikan proyek Meikarta dilanjutkan.
“Kami keberatan dengan poin di siaran pers tersebut yang seolah-olah pernyataan KPK dijadikan legitimasi untuk meneruskan proyek Meikarta,” kata Febri, Kamis lalu (18/10).
Bagaimana sebenarnya kelanjutan proyek gedung-gedung jangkung Meikarta setelah kasus suap? Berikut wawancara dengan Denny Indrayana di bilangan Sudirman, Jakarta, 20 Oktober lalu.
Setelah muncul kasus suap, bagaimana kelanjutan proyek Meikarta?
Kami tetap berkomitmen untuk mengupayakan proyek ini selesai. Karena bagaimanapun ini tanggung jawab dengan para konsumen dan masih ada pembangunan yang akan berlangsung. Meskipun demikian, kami tetap menghormati proses hukum. Kami bukan satu-satunya yang bisa menentukan kelanjutan proyek ini.
Di sisi lain, kami melengkapi persyaratan-persyaratan yang ada termasuk perizinan. Dua-duanya bisa dilakukan: kasus hukum berjalan dan investasi tetap berjalan.
Berapa luas lahan yang izinnya sudah dikantongi PT Mahkota Sentosa Utama?
Saya perlu pelajari dulu. Kebetulan saya baru mendapat amanat sebagai kuasa hukum untuk korporasi pada Selasa pagi, 16 Oktober. Saya klarifikasi, yang sudah dijual atau yang sudah ada pembeli, adalah bagian yang sudah melalui proses perizinan. Tidak ada upaya untuk keluar dari perusahaan. Kehadiran kami untuk memastikan proses pembangunan memang sejalan syarat yang ada. Kemudian kepentingan pembeli ter-cover, tidak hanya kepentingan perusahaan.
Rilis kantor notaris Anda pada Kamis lalu menyebut proses hukum dan pembangunan proyek bisa berjalan beriringan. Bagaimana bisa?
Itu dua hal berbeda. Kalau ada kasus, silakan. Tapi proses persyaratan bisa dilengkapi, kenapa tidak? Tidak harus dibenturkan. Kalau boleh kami usulkan, silakan proses korupsinya kalau memang terbukti kami tidak akan menghalang-halangi. Di sisi lain, bagaimana proyek ini sesuai aturan? Kami penuhi. Di sisi lain, investasi tetap dibuka ruang hingga selesai.
Apa masih ada penawaran kepada konsumen atau semua ditunda?
Posisi kami terbuka. Tapi ada masukan misalnya dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia untuk menahan. Pada dasarnya, kalau sebelumnya dibilang ada masalah pada Meikarta, itu yang akan saya coba bantu. Kami akan coba komunikasi dengan konsumen dengan YLKI, apa masalahnya dan bagaimana nanti solusinya. Harapannya, yang ideal bukan berhenti atau malah mangkrak, tapi izinnya dibenahi.
Meikarta menawarkan ganti rugi?
Soal keuangan, kami lihat dalam perjanjian. Beri kesempatan pada kami untuk menyelesaikan proses-proses yang belum rampung. Kenapa saya masuk di korporasi, bukan pada proses litigasi? Kami masuk pada proses apa yang kurang di sini, hubungan dengan pembeli agar lebih smooth.
Benarkah dalam internal perusahaan, baik jajaran direksi maupun dengan kontraktor, sedang dibahas kelanjutan proyek?
Tidak ada pemikiran untuk keluar dari komitmen-komitmen. Penundaan akan membuat delay. Bagi pengusaha, delay mengeluarkan biaya, reputasi dan lain-lain. Korporasi lebih berpikir untuk tepat waktu. Dan itu yang kami upayakan.
Di lahan proyek, pada pekan lalu, kami melihat operasional tidak berjalan, material tidak terkirim...
Ada kasus [suap] begini tentu ada implikasinya. Tidak mungkin tidak ada dampaknya. Tapi upaya untuk delay tidak ada.
Pembangunan di satu blok proyek terhenti, di blok lain berjalan. Mengapa?
Tampaknya hanya karena mau fokus mengejar target tower yang lebih dulu diserahkan kepada pembeli. Jadi, sementara pekerja difokuskan ke unit yang hampir deadline.
Apakah sudah ada komunikasi dengan Pemprov Jabar?
Saya lebih memilih ke internal sebelum keluar. Nanti baru dengan YLKI ... pemerintah. Bertahap. Saat ini saya terus bangun komunikasi dengan pelanggan.
Soal pernyataan KPK yang bilang mereka tidak pernah merekomendasikan proyek ini lanjut atau tidak, bagaimana?
Saya tidak ingin dibenturkan dengan KPK. Waktu KPK bilang keberatan soal rekomendasi lanjut atau tidak, OK, saya minta maaf. Yang penting kami tetap kooperatif. Apa rekomendasi KPK nanti, saya dengar. Kami berharap tetap diizinkan tentu dengan proses yang benar.
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Fahri Salam