Menuju konten utama

Kasus Lapkeu Garuda: Bukti KAP Taraf Internasional Bisa Kebobolan

Kesalahan audit laporan keuangan oleh kantor akuntan publik dilatarbelakangi berbagai faktor. Bisa karena kesengajaan, bisa pula sebaliknya.

Kasus Lapkeu Garuda: Bukti KAP Taraf Internasional Bisa Kebobolan
Pesawat Garuda Indonesia. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

tirto.id - Setelah sebulan lebih memeriksa, Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya membenarkan sejumlah dugaan kejanggalan dalam laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. tahun buku 2018.

Di Aula Mezzanine kantor Kementerian Keuangan, Jumat (28/6/2019) pagi, konferesi pers digelar untuk memaparkan sejumlah pelanggaran yang dilakukan Auditor Publik (AP) Kasner Sirumapea.

Kasner diganjar sanksi tegas berupa pembekuan izin selama 12 bulan lewat Keputusan Menteri Keuangan No. 312/KM.1/2019. Hal serupa juga dilakukan OJK terhadap Surat Tanda Terdaftar (STTD) AP bernomor STTD.AP-010/PM.223/2019.

"Ada dugaan pelanggaran berat oleh akuntan publik terhadap opini [laporan auditor independen]," Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto.

PPPK, sebagai lembaga yang berada di Bawah Kemenkeu, menilai Kanser belum sepenuhnya mematuhi Standar Audit (SA) 315 terkait Pengidentifikasian dan Penilaian Risiko Kesalahan Penyajian Material Melalui Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya.

Kanser juga dinilai tak bisa mempertimbangkan fakta-fakta setelah tanggal laporan keuangan sebagai dasar perlakuan, sehingga auditnya tak sesuai dengan SA 500 dan SA 560.

Kesalahan audit itu muncul terkait piutang Rp2,9 triliun atas kerja sama pemasangan Wi-Fi dengan PT Mahata Aero Teknologi yang dicatat sebagai pendapatan dalam laporan keuangan Garuda tahun lalu.

"AP belum secara tepat menilai substansi transaksi untuk kegiatan perlakuan akuntansi terkait pengakuan piutang dan pendapatan lain-lain sekaligus di awal. Kedua, AP belum sepenuhnya mendapatkan bukti audit yang cukup dan tepat untuk menilai ketepatan perlakuan akuntansi sesuai dengan substansi transaksi dari perjanjian yang melandasinya," jelas Hadiyanto.

Sesuai Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23, kata Hadiyanto, piutang itu tidak dapat dianggap sebagai pendapatan. Ini karena tingkat penyelesaian pembayaran piutang itu tak bisa diukur dengan handal. Buktinya, emiten berkode GIAA itu belum mendapatkan pembayaran sepeserpun atas kerja sama dengan Mahata hingga saat ini.

Bursa Efek Indonesia (BEI) kemudian meminta Garuda untuk memperbaiki dan menyajikan kembali (restatement) Laporan Keuangan triwulan I/2019 yang masih mencantumkan piutang Mahata sebagai pendapatan. BEI juga meminta Garuda Indonesia membayar denda Rp250 juta, di samping sanksi denda Rp100 juta yang dibebankan OJK kepada direksi dan komisaris perseroan yang setuju atas laporan keuangan tersebut.

KAP Terafiliasi Internasional Tak Jamin Bebas Kesalahan

Tak sampai di situ, Kemenkeu juga mewajibkan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang dan Rekan--yang menaungi Kasner dan terafiliasi dengan BDO International Limited--melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu.

Kemenkeu juga meminta BDO International Limited mereview standar yang telah dilakukan KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan lantaran kelalaian tersebut.

"Dalam KAP ada sistem pengendalian mutu sebagai suatu sistem KAP bertanggung jawab memastikan kualitas audit itu direview sehingga sebelum auditor itu menandatangani ada pengendalian mutunya, apakah ada pelanggaran atau tidak," sambung Hadiyanto.

Akuntan profesional Cris Kuntadi menilai kesalahan audit laporan keuangan oleh kantor akuntan publik dilatarbelakangi berbagai faktor. Bisa karena kesengajaan, bisa pula sebaliknya.

Dalam dunia akuntansi, kesengajaan itu sering ditemukan dalam kasus window dressing, yakni rekayasa dengan menggunakan trik-trik dari akuntansi agar neraca perusahaan atau laporan laba rugi terlihat lebih baik dari yang sebenarnya.

Praktik ini umumnya dilakukan dengan menetapkan aktiva/pendapatan terlalu tinggi atau menetapkan kewajiban/beban terlalu rendah dalam laporan keuangan. Akibatnya, perusahaan memperoleh laba yang lebih tinggi.

Dalam konteks kasus Garuda, kata Cris, bisa jadi ada faktor kesengajaan yang dilakukan perseroan untuk memoles laporan keuangan agar tidak mencetak kerugian. Oleh Karena itu, menurut dia, manajemen Garuda dinilainya sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam masalah ini.

"Karena mereka wajib menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi. Ketika sudah menyusun sesuai standar, dia harus menyatakan itu, tapi untuk meyakinkan kepada publik apakah pernyataan itu benar atau tidak, diuji auditor publik," ucapnya.

Nah, dalam hal ini, kesalah dalam mengaudit laporan keuangan Garuda seharusnya tidak terjadi. KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang dan Rekan, yang sudah terafiliasi dengan BDO International Limited biasanya bakal memeriksa ulang opini yang akan diberikan akuntan publiknya.

Jika auditor di KAP tersebut sampai mendapatkan sanksi dari OJK dan Kemenkeu, kata Cris, bisa dipastikan ada prosedur pengecekan yang tidak dijalankan sesuai standar.

"Ketika dia berafiliasi dengan akuntan publik internasional ada proses review. Artinya bisa per-pekerjaan atau secara umum apakah prosedurnya sudah memadai atau belum," tutur pria yang juga menjabat Anggota Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) tersebut.

Sementara itu, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK, Fahri Hilmi mengaku belum bisa memastikan apakan ada unsur kesengajaan dalam pelanggaran tersebut. Menurut Hilmi, OJK baru sebatas memeriksa standar akuntansi keuangan yang digunakan.

"Tapi yang kami sampaikan adalah [laporan] itu, tidak sesuai aturan dan itu kami berikan denda. Saya kira untuk saat ini kami belum melihat faktor kesengajaan, tentunya tidak tertutup kemungkinan adanya faktor kesengajaan" tuturnya.

Baca juga artikel terkait GARUDA INDONESIA atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Mufti Sholih