tirto.id - Koalisi organisasi Masyarakat Sipil Banda Aceh mengecam aksi kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan tiga anggota TNI (salah satunya anggota Paspampres) kepada Imam Masykur (25), warga Aceh hingga meninggal di Jakarta.
Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Khairil Arista mengaku prihatin dan mengecam aksi kekerasan kepada Imam. Arista beranggapan, aksi terhadap Imam adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan prinsip-prinsip kemanusiaan yang mendasari masyarakat yang beradab.
“Kasus ini harus segera diproses hukum secara terbuka dan transparan, dengan hasil penyelidikan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini sangat penting untuk memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat yang prihatin dengan kejadian ini,” kata Khairil, Minggu (27/8/2023).
Koalisi NGO HAM Aceh pun mendesak transparansi dalam penanganan kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM. Mereka menilai, semua pihak, termasuk penegak hukum harus bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan. Selain itu, penyelidikan harus dilakukan secara terbuka.
“Penyelidikan yang terbuka dan adil adalah langkah awal yang penting dalam mengatasi pelanggaran HAM dan memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses kepada keadilan,” tutur Khairil.
Hal yang sama juga diungkapkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan yang terdiri atas PBHI, Centra Initiative, YLBHI, Amnesty International, KontraS dan Imparsial. Mereka menilai aksi penculikan dan penyiksaan oleh anggota TNI menandakan tidak hanya mencoreng nama Paspampres, tapi juga bukti kekerasan yang melibatkan anggota TNI belum berakhir.
“Koalisi mendesak agar proses hukum terhadap oknum anggota Paspampres itu dilakukan dalam peradilan umum dan tidak dalam peradilan militer. Hal ini menjadi penting untuk memastikan proses hukumnya berlangsung dengan transparan dan akuntabel. Tidak boleh ada yang ditutup-tutupi dalam penyelesaian kasus ini sehingga keadilan bagi korban dan keluarganya dapat terpenuhi,” kata perwakilan koalisi, Julius Ibrani dalam keterangan tertulis, Senin (28/8/2023).
Julius yang juga Ketua Umum PBHI menilai, kekerasan akan terus terjadi selama penghukuman belum berlaku adil kepada pelaku kejahatan. Koalisi menilai, upaya melindungi anggota terlihat lewat pemberian hukuman ringan hingga hukuman bebas. Ia mencontohkan kasus penyerangan Lapas Cebongan, kasus Pendeta Yeremia di Papua, pembunuhan Tehys Eluay hingga kasus korupsi pembelian helikopter AW-101.
“Penghukuman yang tidak adil terjadi akibat oknum anggota TNI yang terlibat kejahatan diadili dalam peradilan militer yang sama sekali tidak memenuhi prinsip peradilan yang jujur dan adil (fair trial) yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas," kata Julius.
Julius menekankan peradilan militer saat ini menjadi ruang impunitas bagi anggota TNI yang melakukan kejahatan. Oleh karena itu, mereka meminta agar pemerintah dan DPR RI segera mereformasi peradilan militer dengan membentuk Perppu Peradilan Militer atau revisi UU Peradilan Militer.
Kodam Jaya: Pelakunya 3 Anggota TNI
Polisi Militer Komando Daerah Militer Jayakarta (Pomdam Jaya) menegaskan, motif penganiayaan terhadap Imam hingga meninggal dunia karena faktor ekonomi. Penculikan dilakukan karena Imam menjual obat ilegal.
“Karena mereka [Imam Masykur] kan, pedagang obat ilegal. Jadi kalau misalnya penculikan dilakukan pemerasan itu, mereka enggak mau lapor polisi. Akhirnya mereka menculik orang-orang itu,” kata Danpomdam Jaya Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar dalam keterangan, Senin (28/8/2023).
Irsyad mengatakan, mereka masih mendalami perencanaan penculikan. Akan tetapi, ia memastikan bahwa pelaku hanya tiga orang dengan status anggota TNI semua, termasuk Praka RM.
“Dari kesatuan dari direktorat topografi sama satuannya dari Kodam Iskandar Muda,” kata Irsyad.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz