tirto.id - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat setidaknya sudah ada 16 temuan atas kasus PT Asuransi Jiwasraya (AJS) terkait bisnis, investasi, pendapatan, dan operasional selama 2014-2015. Temuan ini diperkirakan akan terus bertambah seiring bukti-bukti baru yang dikumpulkan BPK RI.
“Dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) tahun 2016, BPK mengungkapkan 16 temuan,” ucap Ketua BPK RI Agung Firman Sampurna dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (8/1/2020).
Agung tak menyebutkan detail dari 16 temuan selama 2014-2015 itu. Namun, beberapa di antaranya terkait dengan investasi pada saham berkode TRIO, SUGI, dan LCGP tahun 2014-2015.
BPK RI mendapati investasi itu tidak didukung kajian dan usulan penempatan saham yang tepat.
Lalu Jiwasraya kini tengah dibayangi risiko gagal bayar atas transaksi pembelian Medium Term Note (MTN) atau surat berharga berjenis utang dari PT Hanson International. Di samping itu, AJS juga gagal mengawasi reksa dana yang ditempatkan di sejumlah perusahaan.
Agung menambahkan selain yang disebutkan, masih ada penempatan saham di perusahaan yang berkinerja kurang baik oleh Jiwasraya. Hingga 2016, kurang lebih itulah rekap masalah Jiwasraya yang berhasil dideteksi BPK RI.
Pada 2018, BPK RI nyatanya juga melakukan pemeriksaan lain dalam tajuk “investigasi pendahuluan”.
Adapun beberapa hasil investigasi pendahuluan itu di antaranya adalah temuan bahwa PT AJS telah melakukan rekayasa laporan keuangan sejak 2006 sehingga kerugian perusahaan itu tak terdeteksi sejak 2006.
Lalu ada juga temuan terkait penyimpangan produk JS Saving Plan. Menurut BPK RI, produk ini dijual dengan bunga atau cost of fund (COF) terlalu tinggi, di atas bunga deposito dan obligasi. BPK RI menemukan produk ini sarat dengan benturan kepentingan.
Dalam penetapan COF, BPK RI mendapati pengajuannya tak wajar karena langsung kepada direksi tanpa melibatkan divisi terkait. Prosesnya pun tak melalui perhitungan, review, dan usulan yang jelas termasuk kemampuan investasi Jiwasraya untuk menutup biaya produk asuransi.
“Dalam pemasaran produk saving plan yang diduga ada konflik kepentingan karena pihak-pihak terkait di Jiwasraya mendapatkan fee atas penjualan produk tersebut,” ucap Agung.
Temuan selanjutnya terkait dengan investasi pada saham perusahaan berkualitas rendah dan parahnya tak mengikuti ketentuan. Misalnya analisis pembelian dan penjualan saham sampai mengatur harga saham yang ingin dibeli dengan pihak tertentu.
Per 8 Januari 2020 ini, BPK RI juga mengatakan kalau mereka masih akan melakukan investigasi terkait Jiwasraya. Dengan demikian sampai 2 bulan ke depan, temuan-temuan ini masih bisa berubah bahkan bertambah lagi.
“Pemeriksaan BPK sedang menganalisis prediksi atau hipotesis tersebut. Hal ini belum final, harus dicatat. Dan dapat berkembang sesuai bukti-bukti yang dikumpulkan dalam pemeriksaan BPK selanjutnya,” ucap Agung.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz