tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada kebijakan baru terkait pembelajaran tatap muka (PTM).
Kemenkes juga menyebut masyarakat tidak perlu mempermasalahkan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 yang sampai saat ini sudah ada 20 kasus yang dilaporkan, karena gejala yang timbul lebih ringan jika dibandingkan dengan varian Omicron sebelumnya ataupun varian Delta.
“Kalau kebijakan baru belum ada, tetap sama. Jadi pembelajaran tatap muka ini tetap dilaksanakan dengan protokol ketat,” kata Juru Bicara atau Jubir Kemenkes, Mohammad Syahril via Zoom dalam acara Forum Merdeka Barat 9 bertajuk “Awas, Omicron Kembali Mengintai Indonesia”, yang disiarkan langsung lewat kanal YouTube FMB9ID_IKP pada Kamis (16/6/2022).
Dia meminta agar para peserta didik, guru, hingga kepala sekolah menjadi bagian dari pengendalian COVID-19 dan mewaspadainya. Mereka juga perlu dilatih dan diedukasi bagaimana prokes itu harus tetap dilakukan seperti memakai masker, rajin mencuci tangan, serta menghindari kerumunan.
Alasannya, terang Syahril, karena saat ini bukan hanya ada COVID-19, tetapi juga hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya atau misterius dan cacar monyet (monkeypox), walaupun cacar monyet belum ada kasusnya sampai sekarang di Indonesia. Dia juga mengatakan masyarakat tidak perlu mempermasalahkan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
“Bagi kita semua tidak usah terlalu mempermasalahkan subvariannya ya, apalagi sekarang subvarian BA.4, BA,5 ini lebih ringan gejala yang ditimbulkan dibanding dengan Omicron sebelumnya maupun dari Delta,” ucap Syahril.
Dia juga mengingatkan bahwa Indonesia masih dalam pandemi COVID-19. Oleh karena itu, semua pihak harus tetap melakukan kewaspadaan untuk pencegahan dan pengendalian virus menular tersebut.
“COVID-19 ini terutama Omicron juga itu juga bisa menyerang kepada anak-anak, bukan kepada hanya orang dewasa,” ungkap Syahril.
Kemudian dia mengeklaim bahwa vaksinasi COVID-19 dosis pertama orang dewasa telah mencapai 96 persen dan dosis kedua untuk orang dewasa yaitu 82 persen. Sedangkan utuk anak-anak di atas 6-11 tahun maupun usia 12-17 tahun semuanya sudah di atas 80 persen.
“Bahkan 90 persen yang untuk vaksinasi pertamanya,” tambah Syahril.
Akan tetapi, dia mengakui bahwa vaksinasi COVID-19 dosis ketiga (booster) di Indonesia masih rendah yaitu 23-24 persen. Padahal menurut dia, vaksinasi booster merupakan bagian strategi upaya untuk memberikan penambahan dan penguatan imunitas antibodi yang ada, apalagi dengan adanya subvarian baru.
“Cuma kita saat ini, memang untuk vaksinasi booster kita masih rendah yaitu 23 sampai 24 persen. Jadi harapannya, kita harus menggerakkan vaksinasi booster ini agar kita mencapai lebih dari 50 persen,” kata Syahril.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri