tirto.id - Sejarah Hari Masjid Istiqlal diperingati setiap 22 Februari merujuk tanggal diresmikannya masjid terbesar di Asia Tenggara ini pada 22 Februari 1978. Lantas, kapan masjid terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara ini dibangun dan bagaimana sejarah singkatnya?
Masjid Istiqlal dibangun di bekas Taman Wilhelmina atau Wilhelmina Park. Taman ini bikinan pemerintah Hindia Belanda di Batavia pada abad ke-19. Lokasi taman terluas di Asia pada zamannya ini terletak di depan Gereja Katedral, dan di situlah kemudian Masjid Istiqlal didirikan.
Nama Masjid Istiqlal diambil dari bahasa Arab yang berarti "merdeka". Maknanya, pembangunan masjid ini adalah sebagai bentuk ungkapan rasa syukur rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam atas kemerdekaan yang telah dicapai.
Masjid Istiqlal yang kini termasuk ke dalam wilayah administrasi Jakarta Pusat merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara baik secara struktur maupun kapasitas. Masjid ini mampu menampung jamaah hingga 120.000 orang.
Sejarah Singkat Masjid Istiqlal
Beberapa tahun setelah Indonesia merdeka, muncul cita-cita untuk membangun sebuah masjid sebagai tempat ibadah sekaligus simbol Islam di ibu kota. Pada 1950, dilakukan pertemuan tokoh-tokoh Islam yang diinisiasi oleh tokoh Nahdlatul Ulama (NU) sekaligus Menteri Agama RI kala itu, K.H. Wahid Hasyim, dan Anwar Tjokroaminoto dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
Pertemuan dihelat di sebuah gedung pertemuan di Jalan Merdeka Utara dan membahas mengenai rencana pembangunan sebuah masjid. Forum itu menghasilkan beberapa keputusan, salah satunya menetapkan nama masjid yang akan dibangun, yaitu Masjid Istiqlal.
Beberapa keputusan lain juga ditetapkan melalui forum tersebut, antara lain menetapkan Anwar Tjokroaminoto sebagai Ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Selain itu, putra dari H.O.S. Tjokroaminoto ini juga ditunjuk menjadi Ketua Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal.
Panitia Pembangunan Masjid Istiqlal kemudian melaporkan terkait adanya rencana pembangunan masjid kepada Presiden Sukarno pada 1953. Presiden Sukarno menyetujui rencana tersebut dan akan membantu mengupayakan pembangunan Masjid Istiqlal.
Yayasan Masjid Istiqlal disahkan pada tanggal 7 Desember 1954 di hadapan notaris Elisa Pondag. Presiden Sukarno menjadi Ketua Dewan Juri dalam sayembara maket Masjid Istiqlal yang diumumkan melalui media lainnya pada 22 Pebruari 1955.
Dewan Juri sayembara maket Masjid Istiqlal juga terdiri dari beberapa ulama dan arsitek terkenal seperti Ir. Roeseno, Ir. Djuanda, Ir. Suwardi, Ir. R Ukar, Bratakusumah, Rd. Soeratmoko, H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), H. Abu Bakar Aceh, dan Oemar Husein Amin.
Sayembara maket Masjid Istiqlal dimulai dari tanggal 22 Februari 1955 hingga 30 Mei 1955. Hasil sayembara diumumkan pada 5 Juli 1955.
Frederich Silaban ditetapkan sebagai pemenang utama yang berhak merancang arsitektur bangunan Masjid Istiqlal. Arsitek kelahiran Sumatera Utara ini mendapatkan hadiah medali emas seberat 75 gram dan uang sebesar Rp25.000.
Kapan Masjid Istiqlal Dibangun?
Perbedaan pendapat terjadi ketika proses pemilihan lokasi pendirian Masjid Istiqlal. Presiden Sukarno berpendapat jika lokasi pembangunan Masjid Istiqlal sebaiknya didirikan di Taman Wilhelmina yang di bawahnya terdapat reruntuhan benteng Belanda.
Lokasi ini terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Katedral, dan Jalan Veteran. Taman Wihelmina juga dikelilingi oleh bangunan pemerintahan, seperti Istana Merdeka dan pusat-pusat perdagangan. Hal ini sesuai dengan kosmologi kekuasaan Jawa, di mana tempat ibadah berdekatan dengan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi.
Wakil Presiden Mohammad Hatta punya pendapat berbeda. Menurutnya, Masjid Istiqlal sebaiknya didirikan di Jalan Moh. Husni Thamrin karena di sana berdekatan dengan pemukiman Islam. Selain itu, lahannya masih berupa tanah lapang dan belum terdapat bangunan lain.
Dikutip dari lamanIstiqlal, pembangunan Masjid Istiqlal akhirnya ditetapkan di lahan bekas benteng Belanda atau di Taman Wihelmina. Keputusan ini didukung adanya Gereja Katedral yang berdiri tidak jauh dari lokasi itu. Presiden Sukarno ingin menunjukkan hal itu sebagai simbol kerukunan dan keharmonisan umat beragama di Indonesia.
Kegunaan Masjid Istiqlal & Konsep Arsitektur
Tanggal 24 Agustus 1961, bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, di hadapan ribuan umat Islam Presiden Sukarno melakukan pemasangan tiang pertama Masjid Istiqlal.
Dalam kesempatan itu, dikutip dari Masa Lalu dalam Masa Kini: Arsitektur di Indonesia (2003)
suntingan Peter J.M. Nas, Bung Karno juga menyerukan pidato sebagai berikut:
“Bangsa yang besar tidak boleh memiliki sebuah masjid kayu yang beratap genteng; untuk kota besar seperti Jakarta yang menjadi pusat Indonesia, diperlukan masjid yang semewah mungkin, [masjid] yang menjadi tempat ibadah lima puluh ribu, enam puluh ribu, tujuh puluh ribu orang dan menggunakan bahan bangunan yang akan bertahan selama ratusan, bahkan ribuan tahun.”
Rancangan Frederich Silaban ternyata selaras dengan pandangan Sukarno. Dengan konsep arsitektur bangunan modern, maket Masjid Istiqlal karya Frederich Silaban dipenuhi dengan simbol perkembangan agama Islam dan sejarah Indonesia.
Pilar utama masjid berjumlah 12 yang melambangkan 12 Rabiul Awal sebagai bulan kelahiran Nabi Muhammad. Pilar masjid dalam rancangan Frederich Silaban tersebut memiliki panjang 45 meter bermakna tahun kemerdekaan negara Indonesia.
Akan tetapi, proses pembangunan Masjid Istiqlal sempat tersendat, terhitung sejak sampai dengan tahun 1965 lantaran situasi politik negara yang tidak kondusif.
Pembangunan Masjid Istiqlal baru dilanjutkan pada 1966. Muhammad Dahlan sebagai Menteri Agama yang baru mempelopori kelanjutan pembangunan masjid ini. Koordinator pembangunan Masjid Istiqlal dipegang oleh K.H. Idham Chalid.
Pembangunan Masjid Istiqlal akhirnya berhasil dirampungkan pada masa Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto. Presiden RI ke-2 ini meresmikan Masjid Istiqlal pada 22 Februari 1978. Peresmian ini ditandai dengan adanya prasasti yang dipasang di area tangga pintu As-Salam.
Masjid Istiqlal merupakan masjid terbesar di Indonesia dan di Asia Tenggara. Masjid ini tidak hanya menjalankan fungsi utamanya sebagai pusat ibadah umat Islam, namun juga memiliki berbagai kegunaan lainnya, seperti untuk aktivitas sosial dan menjalankan kegiatan umum, serta dijadikan sebagai kantor berbagai organisasi Islam di Indonesia.
Tak hanya itu, Masjid Istiqlal juga punya kegunaan sebagai obyek wisata bahkan menjadi salah satu daya tarik terbesar di Jakarta.
Tidak hanya pelancong muslim saja yang berkunjung ke Masjid Istiqlal, turis yang memeluk agama selain Islam juga diperbolehkan datang kendati titik-titik lokasi kunjungannya terbatas dan harus didampingi pemandu.
Sebagai pusat aktivitas agama Islam di Jakarta dan Indonesia, Masjid Istiqlal menjadi pusat perhatian ketika perayaan hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru Hijriah, Maulid Nabi Muhammad, Isra Mikraj, dan tentu saja Ramadan.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya