Menuju konten utama

Kait Mengait Johan Cruijff, Luis Milla & Ezra Walian

Ternyata ada koneksi unik yang menghubungkan Johan Cruijff, Luis Milla, dan Ezra Walian. Barcelona, Ajax Amsterdam, bahkan Indonesia juga terselip dalam relasi di antara ketiganya.

Kait Mengait Johan Cruijff, Luis Milla & Ezra Walian
Johan Cruijff, Ezra Walian, dan Luis Milla. FOTO/Getty Images/Grafis/Mico

tirto.id - Luis Milla galau di penghujung La Liga Spanyol musim 1989/1990 itu. Masa baktinya di Barcelona sudah mendekati pungkas, tapi belum ada tanda-tanda dari manajemen El Blaugrana terkait perpanjangan kontraknya. Milla barangkali curiga, ada keterlibatan sang pelatih, Johan Cruijff, dalam perkara ini.

Di tengah rasa gundah, datang tawaran menarik dari kubu sebelah, Real Madrid. Musuh abadi Barcelona itu menawarkan kepada Milla untuk menyeberang saja ke Santiago Bernabeu ketimbang nasibnya digantung Barca dan Cruijff.

Nantinya, ada tautan benci tapi rindu antara Johan Cruijff dan Luis Milla. Di lingkaran keduanya, juga terselip nama pemuda berdarah Indonesia yang ternyata berhubungan pula, yakni Ezra Walian.

Relasi Rumit Johan Cruijff & Luis Milla

Bagi Milla yang lulusan asli La Masia, pindah ke El Real tentu saja bukan persoalan gampang, terlalu besar risiko dan pertaruhannya. Cap pengkhianat pastinya akan dilekatkan kepadanya oleh pendukung Los Cules, seperti yang terjadi pada Bernd Schuster sebelumnya.

Schuster membelot ke Real Madrid secara kontroversial usai musim 1988/1989. Tapi, pria Jerman itu bukanlah produk tulen Barcelona, berbeda dengan Milla yang memang berdarah murni La Masia (Baca juga: Dari La Masia, Bukan untuk Barcelona).

Setelah menimbang-nimbang lantaran nir kejelasan dari Barcelona dan gelagat Cruijff yang sepertinya tidak menghendakinya lagi, juga pastinya iming-iming menggiurkan dari seberang, Milla mengambil keputusan: Ia resmi menjadi pemain Real Madrid dengan status bebas transfer alias gratis.

Barcelona mungkin agak menyesal karena Milla meraih segudang prestasi selama 7 musim berlindung di ibukota. Ia ikut mempersembahkan 5 trofi bagi El Real dengan rincian 2 kali juara La Liga, 1 trofi Copa del Rey, dan 2 kali menjadi kampiun Piala Super Spanyol.

Entah apa yang terjadi pada Milla dan Cruijff. Sempat terdengar kabar terjadi ribut-ribut antara keduanya. Memang, bukan Cruijff yang mempromosikan Milla ke tim senior Barca. Pertama kali ia masuk ke skuad utama adalah pada 1984 saat Los Merengues dibesut Terry Venables. Milla turut mengantarkan Barcelona menjadi jawara La Liga musim 1984/1985, dan setelahnya dimasukkan ke tim reguler pelatih asal Inggris itu.

Dipecatnya Venables pada September 1987 tidak berpengaruh banyak terhadap Milla. Pasalnya, dua pelatih pengganti, yakni Luis Aragones yang bekerja hanya sampai Mei 1988, dan Carles Rexach yang kurang dari sebulan membesut Barcelona, masih mempercayakan satu tempat di lini tengah kepadanya.

Hingga akhirnya, Cruijff datang di bulan yang sama. Karier Milla di Catalan pun purna dua musim berselang. Catatan positifnya selama 6 warsa menjadi anggota keluarga besar Barcelona dengan turut menyumbangkan masing-masing 1 trofi La Liga, Copa del Rey, dan Piala Winners, seolah tak dianggap, tanpa apresiasi yang layak.

Barcelona tentunya lebih mementingkan Cruijff ketimbang Milla. Asal tahu saja, manajer baru itu adalah legenda bagi publik Camp Nou. Dari Ajax Amsterdam, Cruijff lantas menjadi ikon Barca dari 1973 hingga 1978. Ia pula yang kemudian menanamkan pondasi kuat di akademi La Masia yang kini menjadi penghasil pesepakbola top dunia.

Usai mendepak Milla, Cruijff langgeng sebagai nahkoda Barcelona sampai Mei 1996 dan bersaing ketat dengan Real Madrid yang menjadi persinggahan Milla selanjutnya.

Terhubung Pula Ezra Walian, Juga Indonesia

Depok, Jawa Barat, 24 Februari 2017. Jumat sore itu Luis Milla angkat bicara di depan 24 pelatih lokal Indonesia. Ia bercerita tentang Johan Cruijff, sosok yang disebutnya telah mengajarkan banyak hal. Apakah Milla sudah melupakan persoalannya di masa lalu, atau ingin menjaga citra Cruijff meskipun terasa pahit?

“Enam tahun di Barcelona, saya beruntung karena dilatih (Johan) Cruijff, diajari nilai-nilai serta filosofi yang ia punyai. Bisa dilihat, Barcelona sekarang bermain indah karena itulah yang diajarkan kepada saya, Pep Guardiola, Luis Enrique, Frank Rijkaard, sejak era Cruijff,” kisah Milla (Baca juga: Karmapala Guardiola).

Ya, Luis Milla kini adalah pelatih Timnas Indonesia, dan di forum kursus kepelatihan itu ia diminta PSSI untuk berbagi pengalaman kepada para pelatih lokal. Nama Johan Cruijff kerap disebut dan dibanggakan oleh Milla, seakan-akan tidak pernah terjadi masalah di antara mereka.

Milla tidak hanya menukangi timnas senior, ia juga menangani Timnas Indonesia U22. Sayangnya, debut Milla bersama skuad Garuda Muda berakhir dengan kekalahan 1-3 dari Myanmar di kandang sendiri, kendati hanya di laga ujicoba. Dan di pertandingan tersebut, ada Ezra Walian, pemuda 19 tahun blasteran Amsterdam-Manado.

Ngomong-ngomong soal Amsterdam, nama Johan Cruijff pastinya sangat pantas untuk disinggung. Cruijff adalah putra daerah asli ibukota Belanda itu. Ia juga menjadi legenda yang paling dipuja di Ajax Amsterdam.

Catatlah, Cruijff menimba ilmu di akademi Ajax sejak 1957 hingga 1963, kemudian berlanjut sebagai pemain di tim senior sampai 1978 sebelum hijrah ke Barcelona. Gelontoran 190 gol dari 240 laga telah dikemasnya di Ajax, itu hanya di kompetisi lokal, belum di ajang lainnya.

Prestasinya? 8 kali juara Eredivisie, 5 kali juara KNVB Cup, 3 kali juara European Cup (kini Liga Champions), 1 kali juara Piala Super Eropa, 2 kali juara Piala Intertoto, dan sekali juara Piala Interkontinental.

Usai gantung sepatu pada 1985, Cruijff pulang ke Amsterdam untuk menjadi pelatih Ajax selama tiga musim sebelum lagi-lagi pergi. Ke mana lagi kalau bukan ke Barcelona yang akhirnya berbuntut perkara dengan Luis Milla itu.

Ezra Walian serupa dengan Cruijff, setidaknya dalam beberapa hal, termasuk bahwa mereka sama-sama kelahiran Amsterdam dan meniti jenjang dari akademi Ajax. Ya, Ezra yang berayahkan orang Manado kelahiran Jakarta itu lahir di ibukota Belanda pada 22 Oktober 1997, selang beberapa bulan setelah Cruijff tidak lagi melatih Barcelona.

Tahun 2012, Ezra masuk akademi Ajax dan hingga saat ini menjadi striker Jong Ajax, atau Ajax Amsterdam II, jalan karier yang nyaris sama dengan Cruijff dulu.

Infografik Cruijff Milla Ezra dan Timnas Indonesia

Cruijff punya 48 caps di tim nasional Belanda senior, sementara Ezra pernah memperkuat Belanda U15, U18, hingga U19 walaupun sekarang sudah dinaturalisasi menjadi WNI dan baru saja membela Timnas Indonesia U22 yang dibesut Luis Milla (Baca juga: Menolak Timnas Indonesia).

Tak hanya Ezra dan Milla saja yang kini terkoneksi dengan Indonesia. Cruijff bahkan Ajax juga punya kenangan di negara bekas jajahan Belanda ini. Tahun 1980, Cruyff yang kala itu memperkuat klub asal Amerika Serikat, Washington Diplomats, ada di Jakarta dan bertanding dengan PSSI Utama yang dihuni oleh banyak pemain Timnas Indonesia.

Lima tahun sebelumnya, 1975, Ajax sudah terlebih dulu berkunjung ke Indonesia untuk melakoni turnamen mini melawan Manchester United dan Timnas Indonesia. Hanya saja, Cruijff saat itu sudah boyongan ke Barcelona.

Dari semua keterkaitan itu, lantas apa hubungan Ezra Walian dengan Barcelona yang pernah menghubungkan Luis Milla dan Johan Cruijff ?

Bukan mustahil suatu saat nanti Ezra digaet Barcelona, seperti Cruijff dan 19 eks punggawa Ajax lainnya yang pernah hijrah ke Catalan, sebutlah Ronald Koeman, De Boer bersaudara, Michael Reiziger, Patrick Kluivert, Marc Overmars, Giovanni van Bronckhorst, Philippe Cocu, hingga yang terbaru Jasper Cillessen.

Koneksi yang saling terhubung itu setidaknya sebagai pengingat wafatnya Johan Cruijff setahun silam, sekaligus untuk merayakan debut Luis Milla dan Ezra Walian di Timnas Indonesia kendati berujung kekalahan.

Baca juga artikel terkait TIMNAS INDONESIA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya