Menuju konten utama

Jonan: Pengusaha Tambang yang Ikut Amnesti Pajak Masih Minim

Menurut catatan Kementerian Keuangan, para pengusaha di bidang tambang yang mengikuti tax amnesty masih minim. Mereka pun diimbau untuk turut serta dalam program pengampunan pajak tersebut.

Jonan: Pengusaha Tambang yang Ikut Amnesti Pajak Masih Minim
Menteri ESDM Ignasius Jonan (tengah) didampingi Direktur Bisnis Regional Sulawesi-Nusra PLN Machnizon Masri (kedua kiri) mengunjungi Area Penyaluran dan Pengatur Beban (AP2B) Sistem Minahasa di Tomohon, Sulawesi Utara, Sabtu (26/11). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta seluruh pengusaha bidang pertambangan agar mengikuti program tax amnesty atau amnesti pajak. Sebabnya, tingkat partisipasi pengusaha tambang dalam program amnesti pajak dinilai masih rendah.

"Menurut informasi dari Kementerian Keuangan, pengusaha tambang tingkat partisipasinya masih rendah, jadi saya harapkan agar mengikuti tax amnesty," kata Jonan ketika menghadiri diskusi akhir tahun Mineral dan Batu Bara di Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Meski begitu, Jonan juga tidak memaksakan prosedur untuk ikut amnesti pajak, sebab harga jual dari sektor tambang masih belum stabil. Selain itu, Jonan juga mengingatkan kembali bahwa fokus pada minerba ke depan adalah industri yang efisien, layaknya sektor migas yang sudah ia berikan arahan sebelumnya.

Seperti dikutip dari Antara, Jonan menginginkan industri minerba juga menganut misi efisiensi produksi. "Nanti akan ada aturan yang kami berikan, yang pasti kami tetap menghormati kontrak lama yang sudah terjalin, aturan baru berlaku bagi kontrak baru, dan yang belum memiliki aturan harus ikuti aturan yang ada," tutur Jonan.

Sebelumnya, Jonan juga mengatakan bahwa industri minyak dan gas bumi (migas) akan memfokuskan pada efisiensi yang berbasis pada hasil produksi.

"Hingga saat ini produksi belum efisien, maka kebijakan migas ke depan yang pertama adalah soal efisiensi produksi," kata Jonan, Senin(19/12/2016) ketika menghadiri diskusi Out Look Migas 2017.

Alasan berfokus pada efisiensi produksi adalah karena harga migas tidak menentu dan tidak ada yang memiliki takaran untuk menentukan. Selanjutnya yang kedua adalah migas Indonesia harus belajar lebih menjadi industri kompetitif dan memahami pasar.

Mantan Menteri Perhubungan tersebut juga menyampaikan bahwa berdasarkan data, pada tahun 2016, kapasitas kilang (refinery) pemerintah sebesar 1,169 juta barel. Dan kurun waktu ke depan pemerintah memiliki rencana merevitalisasi kilang yang sudah ada dan juga akan membangun enam kilang baru.

"Kilang baru ini akan dibangun oleh Pertamina dan swasta, jika ingin cari mitra ya, bisa dicari atau diatur sendiri, yang penting paham kondisi pasar," ucap Jonan.

Jonan juga menjelaskan jika pemerintah, memang sengaja membuka kesempatan perusahaan lain di luar BUMN untuk membangun refinery sendiri. Oleh karena itu, untuk pihak swasta yang akan membangun kilang, pemerintah akan memberikan langsung izin niaga umum dan juga diperbolehkan untuk melakukan ekspor.

"Nanti prosesnya free saja dan diatur sesuai pasar yang ada," tuturnya.

Guna melihat peluang dan tantangan ke depan, pada industri migas, mantan Dirut PT KAI tersebut menekankan terhadap upaya dan hasil eksplorasi harus naik. Selain itu yang terpenting adalah produksinya berbasis efisiensi, sedangkan yang lainnya, ia meminta tolong untuk diberi masukan atau aturan yang layak diperbaiki lagi.

Baca juga artikel terkait TAX AMNESTY atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari