tirto.id - Analis politik dari Exposit Strategic Arif Susanto mendesak Joko Widodo dan Prabowo Subianto tidak terus memakai politik identitas untuk mengumpulkan dukungan di Pilpres 2019.
Dia menilai pemakaian politik identitas oleh kedua kubu capres-cawapres selama ini membuat debat seputar Pilpres 2019 tidak menyentuh substansi kebutuhan masyarakat.
"Kabar buruk bagi kita semua adalah politik identitas," kata Arif di kawasan Menteng, Jakarta, Kamis (20/11/2018). "Padahal tidak pada tempatnya kita menempatkan layer-layer identitas."
Menurut Arif, seharusnya Jokowi maupun Prabowo tidak perlu membuat program kampanye yang berbau politik identitas, seperti memunculkan istilah ekonomi keumatan. Program dan janji kampanye, kata dia, seharusnya menyentuh kebutuhan masyarakat secara umum.
"Tidak pada tempatnya mengukur prioritas program ini berkepentingan dengan suatu umat beragama mayoritas atau minoritas," kata dia.
Meski sejauh ini masyarakat tidak hanyut dalam politik identitas, kata Arif, strategi itu sudah saatnya dihentikan. Sebab, persaingan merebut kursi RI 1 dan RI 2 semestinya menjadi ajang adu program.
"Ya biarkan mereka mempertaruhkan program. Dan biarkan masyarakat memilih di antara dua yang tersedia," kata dia.
Sementara itu, pendiri Lembaga Swadaya Masyarakat Lingkar Madani, Ray Rangkuti menyatakan sejauh ini program kedua capres tersebut belum jelas berpihak kepada siapa.
Bila pun berpihak pada Islam, Ray merujuk pada hasil Ijtima Ulama II, maka tidak ada satu pun capres-cawapres yang benar-benar melaksanakan hasilnya secara keseluruhan. "Keduanya [kandidat capres-cawapres] juga sama-sama ada yang setuju dengan [aspirasi] Ijtima Ulama, ada yang tidak juga," kata Ray.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom