Menuju konten utama

Jogja City Museum, Merawat Peninggalan untuk Penghidupan

Keberadaan museum tematik dinilai dapat mendorong pengunjung untuk mengulang kunjungan ke museum tersebut.

Jogja City Museum, Merawat Peninggalan untuk Penghidupan
Salah satu bangunan di Museum Keraton dengan arsitektur kaca patri bergambar instrumen musik yang kerap jadi lokasi pertunjukkan Yogyakarta Royal Orchestra. (FOTO/Siti Fatimah)

tirto.id - Ada sebanyak 42 museum yang tercatat resmi sebagai anggota Badan Musyawarah Musea Daerah Istimewa Yogyakarta (Barahmus DIY). Jumlah tersebut sekitar 10 persen dari total museum yang ada di Indonesia. Hal ini ditangkap oleh Ketua Umum Barahmus DIY, Ki Hajar Pamadhi, sebagai peluang besar untuk membangun Jogja City Museum.

Keberadaan museum, dipandang sebagai daya tarik. Oleh sebab itu, kehadirannya dinilai mampu jadi penggerak perekonomian kawasan. Lewat museum, terwujudlah upaya untuk merawat peninggalan demi penghidupan.

“Keberadaan museum, juga memberikan manfaat ekonomi. Ini bukan hanya lewat tiket masuk, tapi juga membuka [ruang pengembangan] UMKM,” kata Ki Hajar Pamadhi dalam sebuah acara di Taman Pintar, pada Jumat (17/1/2025).

Beriringan dengan itu, Ki Hajar Pamadhi mengharapkan tumbuhnya Jogja City Museum. Mengingat di DIY memiliki museum dengan jumlah yang terbilang banyak.

“Museum di DIY masih tahap pengembangan dan perintis untuk jadi [masuk] standar museum [nasional]. Ini kami sudah merintis [Jogja City Museum],” ujarnya.

Dalam upaya mengembangkan Jogja City Museum, Barahmus DIY mencoba menegakkan tiga pilar museum. Ketiganya adalah kebudayaan, pendidikan, dan GLAM yang merupakan akronim galleries, libraries, archives, and museums.

“Kami terapkan politik pada museum dengan disiplin multi-tourism,” kata dia.

Salah satu museum di DIY yang mengembangkan pemberdayaan ekonomi adalah Ullen Sentalu. Isti Yunada, Humas Ullen Sentalu, menyebut, museumnya merekrut warga sekitar sebagai pekerja.

“Kalau untuk masyarakat sekitar lebih banyak di bagian cleaning service, karena mohon maaf ini berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM),” ujar Ida, sapaan akrabnya, pada kontributor Tirto.

Menu utama Ullen Sentalu adalah tour museum. Namun, di samping itu pengunjung juga dapat menikmati sajian bernuansa kolonial dengan panorama indah Gunung Merapi di Beukenhof Restaurant. “Waiters banyak dari sana [warga lokal] harus kami didik dulu,” bebernya.

Ida mengatakan, Ullen Sentalu sadar bahwa usaha yang mereka bangun harus dapat memberikan dampak ekonomi pada lingkungannya.

“Sebelahnya [Ullen Sentalu], ada mbak-mbak jualan salak, kemudian depannya banyak warung. Kami mencoba menumbuhkan trickle down effect, sebuah usaha harus menumbuhkan lingkungan sekitarnya jangan mematikan,” ucapnya.

“Jadi, Ullen Sentalu, memberikan ruang ekonomi [bagi warga sekitar] meskipun bukan di kawasannya. Banyak sentra di luar yang hidup karena datangnya pengunjung ke museum,” imbuh Ida.

NEWS PLUS Museum

Pengunjung memandangi deretan foto para pemimpin bangsa Indonesia yang pernah tinggal dan mondok di rumah Sang Guru Bangsa, Museum HOS Tjokroaminoto, Surabaya, Jawa Timur. (FOTO/Siti Fatimah)

Keberadaan pelaku ekonomi pendukung museum, dirasakan penting perannya oleh Erwin Djunaedi. Founder dari Komunitas Malam Museum ini menyebut kegiatan mereka sangat membutuhkan sokongan penyedia jasa dan usaha yang berkutat di sekitar museum.

“Karena setiap kami berkegiatan itu, ya ada fasilitas yang tentu saja kami berikan pada peserta,” kata dia.

Fasilitas yang dimaksud oleh Erwin adalah logistik untuk makan peserta. Selain itu, dia juga butuh merchandise sebagai buah tangan untuk peserta komunitas yang melakukan tur bersama. “Fasilitas itu yang biasanya kami komunikasikan pada pelaku usaha,” kata dia.

Erwin menambahkan, “Sebetulnya, kegiatan yang diselenggarakan di museum itu walaupun kegiatan utamanya adalah pendidikan. Tapi mampu memberikan pergerakan ekonomi yang cukup signifikan. Belum lagi misalnya parkir sekitar museum.”

Kebutuhan komunitas untuk melakukan tur rutin, kata Erwin, semestinya dibarengi dengan daya kreatif museum. Dia menyarankan, museum untuk mulai berpikir untuk membuat tur tematik. “Jadi jangan sekadar menjual tiket saja,” kata dia.

Menurut dia, keberadaan museum tematik, dapat mendorong pengunjung untuk mengulang kunjungan ke museum tersebut. “Misalnya bikin tematik tiga saja, lumayan, kan. Sehingga pengunjung bukan hanya sekali datang,” dia menyarankan.

Terkait dengan pengembangan ekonomi lewat museum, Erwin melontar ide, agar museum membuat merchandise yang bertemakan koleksi museum. “Nah, kalau enggak bisa bikin sendiri, kan, bisa gandeng untuk memberdayakan UMKM,” tandasnya.

NEWS PLUS Museum

Wisatawan berpose di depan salah satu spot menarik Museum Keraton. (FOTO/Siti Fatimah)

Tanggapan Pemerintah

Penjabat (Pj) Walikota Yogyakarta, Sugeng Purwanto, mengatakan, pengembangan museum dapat dilakukan dengan integrasi teknologi dan budaya. Menurut dia, dengan penerapan inovasi itu, generasi muda bisa mendapat pengalaman yang lebih menarik dan mendalam saat berkunjung.

Sugeng pun berharap destinasi budaya di Kota Yogyakarta, termasuk museum, terus menjadi ruang edukasi, apresiasi, dan inovasi budaya bagi masyarakat luas.

“Kami berharap anak-anak kita sebagai pemerhati budaya dapat memanfaatkan teknologi ini untuk mengenal lebih jauh sejarah dan kebudayaan, baik di Kota Yogyakarta maupun di dunia. Hal ini juga memperkuat identitas budaya Kota Yogyakarta di era globalisasi,” katanya.

Pengembangan museum di DIY sebagai pengungkit ekonomi diapresiasi oleh Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga komunitas, perguruan tinggi, dan masyarakat, untuk berkontribusi dalam pengembangan museum.

“Museum harus bertransformasi menjadi pusat ekonomi budaya yang melibatkan UMKM, koperasi, kuliner, dan sektor pariwisata. Sehingga, ke depannya seperti situs sejarah, gua, dan ruang-ruang kreatif lainnya dapat diintegrasikan sebagai museum hidup yang mampu menghasilkan dampak ekonomi dan memberdayakan masyarakat lokal," kata politikus Partai Gerindra itu.

Dalam catatannya, DIY mengisi 10 persen total museum di Indonesia. Maka menurutnya, potensi DIY sangat besar dalam pemajuan ekonomi lewat museum. “Ini adalah potensi besar yang harus kita kelola dengan baik,” lontarnya.

Dia bercerita bahwa dia sudah mengunjungi lebih dari 100 negara di dunia. Tiap dia berkunjung, museum adalah destinasi pertama yang dia datangi. “Karena di sana [museum] kita akan mengetahui perjalanan sebuah bangsa,” kata Fadli Zon.

Fadli Zon juga mendorong peningkatan standar museum agar lebih relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. Menurut dia, peran museum sangat penting di era modernisasi saat ini.

Ia berharap museum bukan hanya sebagai tempat penyimpanan koleksi, tetapi juga sebagai ruang publik yang menginspirasi, sebagai ruang seni, dan pusat aktivitas komunitas.

“Museum bukan tempat menyimpan benda yang mati dan dingin, tapi justru tempat menghangatkan benda yang hidup dengan narasi,” kata dia.

Baca juga artikel terkait MUSEUM atau tulisan lainnya dari Siti Fatimah

tirto.id - News
Kontributor: Siti Fatimah
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Abdul Aziz