tirto.id - Jumat tengah malam pekan lalu, Syaiful Ghouzi terlihat keluar dari Kantor Cabang Pelni Tanjung Priok. Pria yang menjabat sebagai Kepala Bagian Usaha Pelni Cabang Tanjung Priok ini tergesa-gesa menuju mobilnya.
Usut punya usut, Kapal Camara Nusantara III yang membawa sapi dari Kupang rupanya datang lebih cepat dari jadwal sebelumnya. Alhasil, Syaiful langsung menuju dermaga Pelabuhan Tanjung Priok.
“Waduh, maaf, tiba-tiba dapat laporan Kapal Camara sudah di pintu masuk. Saya jadi pergi duluan. Kawan saya yang tadinya mau ikut ke dermaga juga terpaksa ditinggal,” katanya kepada Tirto.
Kapal Camara Nusantara III itu diketahui membawa 500 ekor sapi. Meski sudah bersandar di dermaga, sapi-sapi itu tidak langsung diturunkan. Sapi baru akan diturunkan pada Sabtu siang.
Setelah dari Tanjung Priok, Kapal Camara Nusantara III berlayar menuju Cirebon dan kembali ke Kupang. Waktu yang dibutuhkan sekitar tiga hari. Namun, tidak seperti saat menuju Tanjung Priok, kapal tanpa membawa muatan barang.
“Kami sekarang memang sedang mencari cara agar muatan yang kembali itu tidak kosong. Tapi masih belum dapat barangnya,” tutur Syaiful.
Kapal Camara Nusantara III merupakan satu dari sekian banyak kapal yang melayani salah satu proyek ambisius Presiden Jokowi bernama "tol laut". Kapal ini bertugas sebagai kapal pengirim barang yang wara-wiri di jalur tol laut.
Yang dimaksud ‘tol’ di sini adalah jalur distribusi logistik yang bebas hambatan melalui perairan. Harapannya, distribusi yang lancar menjadi jalan untuk menekan biaya logistik.
Mahalnya biaya logistik di Indonesia menjadi pekerjaan rumah sejak beberapa tahun terakhir. Ongkos yang tinggi membuat Indonesia kalah bersaing dari negara ASEAN lain. Ujung-ujungnya, harga jual barang produksi Indonesia menjadi lebih mahal.
Untuk merealisasikan harapan mulia itu, sejumlah upaya dilakukan pemerintah. Dari perbaikan sarana dan prasarana infrastruktur pelayaran, pengadaan kapal, pemberian subsidi, hingga membangun trayek pelayaran berjadwal.
Masih Minim Muatan dari Kawasan Indonesia Timur
Sejak digaungkan Presiden Jokowi pada 2014, program tol laut terus berkembang, terutama dari sisi trayek pelayaran. Saat awal dirintis pada 2015, trayek tol laut hanya dibuka 6 trayek. Kini, jumlahnya sudah 18 trayek.
Hanya saja, trayek yang bertambah tidak lantas menaikkan muatan barang. Okupansi kapal tol laut saat ini masih belum besar, terutama ketika pelayaran kembali. Tingkat okupansinya sangat jomplang ketimbang saat keberangkatan.
Pelni, misalnya. Sepanjang tahun berjalan ini, rata-rata okupansi (keberangkatan) kapal Pelni di trayek tol laut mencapai sekitar 60 persen. Sementara untuk muatan balik okupansi hanya menembus angka 6 persen.
Meski begitu, okupansi Pelni terbilang lebih baik ketimbang saat mulai merintis trayek tol laut. Pada 2015, okupansi kapal Pelni sekitar 20-25 persen. Tahun-tahun berikutnya, pelan-pelan meningkat, hingga akhirnya mencapai 90 persen pada 2017.
“Nah. tahun ini, okupansi [muatan berangkat] turun jadi 60 persen lantaran Pelni sudah tidak lagi melayani pelayaran ke Papua,” kata Didik Dwi Prasetio, Wakil Presiden Pemasaran Tol Laut PT Pelni kepada Tirto.
Pelni saat ini memiliki enam kapal tol laut, terdiri dari tiga kapal milik Pelni dan tiga kapal sewaan. Dengan jumlah armada itu, Pelni melayani enam trayek tol laut utama, ditambah satu trayek feeder. Rute kapal kargo Pelni itu antara lain T-2, T-4, T-6, T-13, T-14 dan T-15.
Okupansi yang rendah di trayek tol laut juga dirasakan operator pelayaran lain, yakni PT ASDP Indonesia. Sayangnya, BUMN yang baru melayani trayek tol laut tahun ini itu tidak menyebutkan angkanya.
“Kalau sebaliknya relatif sedikit, malah cenderung kosong. Barang-barang yang diangkut dari timur itu di antaranya seperti pisang dan rumput laut,” ujar Sekretaris Perusahaan PT ASDP Indonesia Ferry Imelda Alini kepada Tirto.
Untuk tol laut, ASDP mendapatkan penugasan melayani dua trayek untuk kapal kargo dan dua trayek untuk kapal ternak. Nilai kontrak untuk penugasan trayek tol tersebut sekitar Rp45 miliar. Adapun rute kapal kargo ASDP itu antara lain T-1 dan T-3.
Belum maksimalnya program tol laut juga terlihat dari data Kemenhub. Pada 2017, realisasi muatan tol laut pada 2017 mencapai 212.865 ton, atau 41,2 persen dari target 517.200 ton. Sementara realisasi muatan balik baru 20.274 ton.
Pemerintah tentu tidak berdiam diri melihat rendahnya tingkat keterisian muatan tol laut itu, terutama muatan dari kawasan Indonesia timur. Pelbagai upaya dilakukan pemerintah agar muatan dari kawasan Timur bisa membesar.
Upaya yang diambil di antaranya pengadaan reefer container sebanyak 40 unit untuk muatan balik, menyiapkan diskon biaya angkut untuk penggunaan 5 unit dry container dan 5 unit reefer container pertama yang di-booking.
“Kami juga terus mendorong kepala daerah dan pelaku usaha di kawasan Indonesia Timur agar mengirimkan hasil industri dan potensi unggulan daerah mereka melalui Tol Laut,” kata Plt. Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kemenhub Wisnu Handoko dikutip dari siaran pers.
Harga Kebutuhan Bahan Pokok Diklaim Menurun
Kendati masih program tol laut masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah, toh program ini memberikan sedikit dampak positif, yakni menurunkan harga barang di kawasan Indonesia Timur.
Berdasarkan data dari Pelni, harga semen di Morotai saat ini seharga Rp70.000 per 50 kg dari sebelumnya Rp85.000 per 50 kg. Harga ayam beku tercatat sebesar Rp34.000 per ekor dari sebelumnya senilai Rp40.000 per ekor.
Di Merauke, harga ayam beku sudah mencapai Rp36.000 per ekor dari sebelumnya Rp38.000 per ekor. Lalu, harga tepung terigu sudah mencapai Rp172.000 per 25 kg dari sebelumnya Rp185.000 per 25 kg.
Harga ayam beku di Manokwari tercatat Rp28.000 per ekor. Angka ini lumayan turun ketimbang harga sebelumnya Rp33.000 per ekor. Harga minyak goreng Bimoli 5 liter turun menjadi Rp73.000 dari sebelumnya Rp85.000,.
Kendati harga kebutuhan pokok diklaim menurun, perbedaan harga antara Jawa dan Papua masih lebar. Hal itu terlihat dari rata-rata harga sembako di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional.
Misal, harga daging ayam di Jakarta Rp33.250 per kg. Sementara di Papua Barat dan Papua masing-masing seharga Rp40.000 dan Rp42.000 per kg. Harga telur ayam di Jakarta sebesar Rp21.750 per kg. Di Papua dan Papua Barat, harga telur dipatok Rp34.850 dan Rp28.300 per kg.
Kemudian, harga minyak goreng; di Jakarta, sekitar Rp13.300 per liter, sementara di Papua Rp14.950 per liter dan Papua Barat sebesar Rp15.800 per liter.
Meski begitu, terdapat komoditas bahan pokok di Papua dan Papua Barat yang lebih murah ketimbang di Jakarta, yakni beras dan daging sapi. Di Papua dan Papua Barat, harga beras tercatat Rp12.200 dan Rp12.500 per kg. Sementara di Jakarta, harga beras sebesar Rp13.100 per kg.
Lalu, harga daging sapi per kg di Papua dan Papua Barat senilai Rp121.250 dan Rp112.500. Sementara di Jakarta, harga daging sapi per kg sebesar Rp126.250,.
Tujuan tol laut untuk mendukung efisiensi bidang logistik, dan menekan perbedaan harga memang mulia. Namun, dalam realisasinya, tol laut ini masih jauh dari ekspektasi, terutama menyangkut dampaknya ke harga barang dan minat pengguna jasa.
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra