Menuju konten utama

Tol Laut yang Masih Tumpul

Gegap gempita proyek tol laut yang awalnya menjadi harapan besar untuk mengatasi persoalan mahalnya biaya logistik kini mulai dipertanyakan. Pemerintah mengevaluasi proyek ini setelah bergulir hampir setahun dan hasilnya belum maksimal. Sehingga program tol laut masih jauh dari harapan.

Tol Laut yang Masih Tumpul
Suasana kapal general cargo pengangkut pada peluncuran perdana trayek 5 Gerai Maritim mendukung tol laut di pelabuhan penumpang Soekarno Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (12/5). ANTARA FOTO/Dewi Fajriani.

tirto.id - Kapal kuning berpadu putih bertuliskan KM Camara Nusantara I bersandar kosong tanpa muatan seekor sapi pun di Pelabuhan Cirebon, Jawa Barat pada pertengahan Januari 2016. Pada pelayaran perdana, kapal ini sempat sukses membawa ratusan sapi asal Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Jakarta pada 11 Desember 2015. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan langsung seremoni acara di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Di sana harganya Rp30.000 (per kg) karena ada efisiensi di ongkos transportasi yang dulunya kurang lebih Rp1,5 juta sampai Rp1,8 juta sekarang jadi Rp330.000. Ini yang sering kita bilang tol laut, ya seperti ini," kata Presiden Jokowi dikutip dari Antara.

Namun, pelayaran kedua kapal itu tanpa hasil. Padahal, kapal yang jadi bagian dari armada program “tol laut” ini digadang-gadang jadi solusi persoalan mahalnya biaya logistik ternak sapi. Kapal ini juga sebagai upaya pembuktian pemerintah bahwa populasi sapi lokal tersedia untuk memenuhi kebutuhan daging domestik. Saat itu, program mulia pemerintahan Jokowi-JK ini memang masih terlalu dini bila dianggap tumpul.

Pada waktu itu, program tol laut memang masih belum menginjak dua bulan semenjak Presiden Jokowi meneken Perpres Nomor 106 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang di Laut pada 1 Oktober 2015.

Perpres tol laut tersebut mengatur mengenai penugasan yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Perhubungan kepada PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) untuk pelayanan publik angkutan barang di laut. Tahun lalu, pemerintah telah menyiapkan dua buah kapal dengan enam rute dan frekuensi pelayaran setiap 21 hari, untuk wilayah Indonesia timur.

Sejak awal, program pelayaran angkutan barang berjadwal ini cukup mendapat dukungan dari swasta, bahkan jauh sebelum pemerintah resmi meluncurkan program secara resmi. Pada Mei tahun lalu, perusahaan swasta PT Atosim Lampung mengoperasikan satu armada “tol laut” KMP Mutiara Persada III untuk rute Pelabuhan Panjang-Pelabuhan Tanjung Perak dan sebaliknya. Pada pelayaran perdana, 6 Mei 2015 lalu angkutan kapal ini memang masih jauh dari harapan. Namun waktu itu secercah harapan masih tinggi terhadap upaya terobosan baru ini. Kapal ini melayani angkutan barang setiap tiga hari sekali.

Sayangnya setelah berjalan setahun lebih, program tol laut pemerintah tak lagi kelihatan gregetnya. Menteri Perhubungan (Menhub) yang baru, Budi Karya Sumadi melakukan evaluasi terhadap program ini. Pemerintah memang sedang memutar otak untuk menajamkan program nawa cita unggulan pemerintah Jokowi, agar tujuan mencapai efisiensi dan keadilan harga.

Tol Laut dan Harga Barang

Salah satu tujuan utama tol laut adalah menekan kesenjangan harga antara Indonesia bagian barat dengan timur yang masih terkendali tak efisiensinya sistem logistik. Saat awal peluncuran, pemerintah begitu semangatnya. Sayangnya suara-suara sumbang terhadap program ini muncul sebelum genap setahun program tol laut bergulir.

"Sudah setengah tahun tol laut ini tetapi belum ada dampaknya ke Papua. Papua ini sebagian besar di wilayah pegunungan dengan harga yang lebih tinggi," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua Muhammad Musaad, Juli lalu dikutip dari Antara.

Perbedaan harga kebutuhan pokok antara Indonesia barat dengan timur memang sangat memperihatinkan. Kota utama seperti Jakarta di bagian barat lebih mendapatkan harga yang lebih murah karena dekat sumber produksi dan kemudahan transportasi. Sedangkan di wilayah timur harga kebutuhan pokok jauh lebih tinggi.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag) per 15 September 2016, harga rata-rata beras di Kota Jayapura misalnya mencapai Rp14.000/kg, harga mi instan dijual Rp3.000/bungkus. Harga ini belum melihat harga di kawasan pegunungan Papua. Bandingkan dengan harga beras di DKI Jakarta pada waktu yang sama, harganya hanya Rp10.960/kg, dan mi instan hanya cukup ditebus Rp2.340/bungkus

Selain persoalan efektivitas harga yang menjadi indikasi keberhasilan program ini. Program tol laut masih dirundung masalah. Hasil evaluasi program enam rute tol laut yang dilayari oleh PT Pelni, hasilnya menunjukkan program ini belum menggembirakan.

"Memang ada enam rute, namun tidak efektif karena ada rivalitas dengan swasta. Oleh karena itu rivalitas itu harus kita hilangkan," kata Menhub Budi Karya Sumadi dikutip dari bisnis.

Pemerintah akan memberikan peluang swasta lebih luas untuk menjalankan program tol laut bersama PT Pelni yang sebelumnya jadi operator tunggal di wilayah Indonesia timur. Ada kajian soal pengoperasian sembilan rute tol laut baru pada 2017 diserahkan ke swasta.

Bagi operator tol laut seperti PT Pelni memang tak mudah menarik para pengguna jasa untuk menggunakan layanan ini. Misalnya Kapal Caraka Jaya Niaga 32 yang telah beroperasi sejak Januari 2016, melayani dari Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya hingga ke Pelabuhan Paumako Timika selama sebulan sekali, harus bersusah-susah dengan jumlah angkutan barang yang minim.

"Peti kemas atau kontainer yang dibawa oleh kapal tersebut ke Timika baru tujuh unit. Padahal untuk Timika disediakan sampai 82 peti kemas. Ke depan kalau permintaan meningkat bisa disiapkan hingga 120 kontainer," kata Kepala Cabang PT Pelni Timika Suaidi,Maret lalu dikutip dari Antara.

Pemerintah mencoba memperluas peran swasta untuk melaksanakan program tol laut di Indonesia Timur, dengan harapan tak hanya menjadi ranah Pelni, dan untuk memberikan trayek layanan lebih luas. Namun kenyataannya menyerahkan layanan ini ke swasta bisa jadi pisau bermata dua bila tak ada pengawasan yang kuat. Kondisi kapal yang tak layak, jadwal yang tidak pasti, termasuk sering telat bisa menghilangkan kepercayaan, dan bisa bikin kapok pengguna jasa.

Tol laut memang tak bisa berdiri sendiri sebagai sebuah sarana perhubungan dalam memecahkan masalah mahalnya logistik. Pembangunan industri di luar Jawa agar industri tumbuh di luar Jawa bisa jadi kekuatan masa depan program ini. Harapannya tak ada lagi cerita kapal-kapal tol laut pulang dengan angkutan kosong setelah mengangkut barang dari Indonesia timur.

"Pemerintah harus memikirkan pengembangan infrastruktur dan fasilitas perhubungan yang terkoneksi di daerah," kata Wakil Ketua Umum Bidang Perhubungan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Carmelita Hartoto dikutip dari Antara.

Tol laut sebuah cara mulia pemerintah untuk mendukung efisiensi bidang logistik demi menekan disparitas harga yang masih tinggi di Indonesia. Tol laut masih dirundung masalah dari sisi efektivitasnya, dampak pada harga, dan minat pengguna jasanya. Tol laut untuk angkutan kapal sapi terbukti belum mampu meredam harga daging sapi. Pemerintah memang mau tak mau harus siap “rugi” dan konsisten di program yang masih balita ini.

Baca juga artikel terkait EKONOMI atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti