Menuju konten utama

Jakarta Dinilai Tak Punya Komitmen Selesaikan Masalah Papua

Semestinya pemerintah mulai jujur dan berdialog soal sejarah Papua yang terentang sebelum 1969 hingga usai integrasi. Namun hal ini tidak pernah dilakukan.

Jakarta Dinilai Tak Punya Komitmen Selesaikan Masalah Papua
Sejumlah massa aksi yang terdiri dari Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme mulai berkumpul untuk berunjuk rasa di Istana Negara, Kamis (22/8/2019). tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Dosen Fakultas Sastra Universitas Papua Manokwari, Yusuf Willem Sawaki menilai, latar belakang unjuk rasa di Papua dan Papua Barat tak cuma rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.

Lebih lanjut, ia menilai ada menumpuk persoalan yang tak pernah diselesaikan serius oleh pemerintah pusat di Jakarta.

"Pelecehan itu kita anggap itu harga diri kita sehingga dia [juga] mengungkapkan semua pengalaman hidup yang lain-lain. Itu banyak sekali. Sakit hati yang lama sudah ada itu terangkat," kata Willem saat ditemui di Jakarta, Selasa (21/8/2019) malam.

Menurut dia, unjuk rasa itu tak ada yang menyasar pada warga pendatang. Warga justru menyerang pusat-pusat ekonomi dan kantor pemerintahan.

Itu menandakan, protes warga bukan kepada suku lain, melainkan pada struktur politik-ekonomi yang selama ini dianggap menindas mereka.

"Menunggu tanggung jawab pemerintah tidak ada. Ekonomi itu yang membuat orang papua kesenjangan sosial, kesenjangan kesejahteraan, itu kan di bidang ekonomi," kata Willem.

Hal ini, lanut dia, diperparah dengan pendekatan militeristik yang senantiasa digunakan untuk membungkam ekspresi politik warga Papua.

Padahal, lanjut dia, semestinya pemerintah mulai jujur dan berdialog soal sejarah Papua yang terentang sebelum 1969 hingga usai integrasi. Namun hal ini tidak pernah dilakukan.

Padahal, menurut Willem, pemerintah tahu akar masalah Papua tersebut. Tapi pemerintah pusat selalu menyangkal dan enggan mendorong itu, sehingga ia pun menyimpulkan pemerintah memang tak punya komitmen menyelesaikan masalah Papua.

"Kalau yang dimaksud adalah penyelesaian komprehensif [maka] harus menyangkut penyelesaian sejarah kita," ujar dia.

Dalam kesempatan berbeda, Gubernur Papua Lukas Enembe mengaku sudah tidak percaya lagi pada mekanisme domestik untuk menyelesaikan masalah Papua.

Menurut dia, harus ada perjanjian internasional dengan melibatkan pihak ketiga untuk menyelesaikan masalah Papua.

Ia mencontohkan Perjanjian Helsinki yang menyelesaikan konflik Indonesia-Aceh.

"Ya kita harus seperti itu kalau tidak, sama [saja]. Aceh bisa kemajuannya luar biasa [karena] perjanjian lebih kuat," kata Lukas saat ditemui Tirto di kawasan Mampang Prapatan pada Rabu (21/8/2019).

Rencana itu pun bukan main-main. Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Papua Barat saat ini tengah membahas rencana itu.

Menurut dia, sudah hampir 20 tahun otonomi khusus dilakukan di Papua dan tak ada perubahan apa-apa di Bumi Cendrawasih.

Ia menilai dana otsus atau pembangunan infrastruktur yang digadang-gadang tidak menyelesaikan akar masalah Papua. Semua uang dan pembangunan itu disebut tak dirasakan masyarakat asli Papua.

"Masyarakat papua tidak butuh pembangunan,masyarakat papua membutuhkan kehidupan," ujar dia.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali