Menuju konten utama

Pemerintah Didesak Hentikan Pemblokiran Internet di Papua Barat

Pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat, Rabu (21/8/2019) dinilai sebagai tindakan represi digital oleh pemerintah.

Pemerintah Didesak Hentikan Pemblokiran Internet di Papua Barat
Tentara Indonesia berjaga-jaga saat protes di Timika, provinsi Papua, Rabu, 21 Agustus 2019. Indonesia telah mengerahkan lebih dari 1.000 personel keamanan ke provinsi bergolak di Papua Barat di tengah meluasnya protes keras yang dipicu oleh tuduhan bahwa pasukan keamanan telah menangkap dan menghina mahasiswa Papua di Jawa Timur. AP Photo/Jimmy Rahadat.

tirto.id - Usai gelombang unjuk rasa yang sempat memanas di Papua sebagai protes atas rasisme, Pemerintah melakukan pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat, Rabu (21/8/2019).

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menilai tindakan yang diambil pemerintah merupakan bentuk represi digital. "Hal ini jauh dari prinsip-prinsip keadaan darurat, kendati tindakan tersebut dilakukan oleh pemerintah dengan alasan kedaruratan," ujar Wahyudi Djafar Deputi Direktur Riset ELSAM, dalam rilis yang diterima Tirto, Kamis (22/8/2019).

Internet shutdown di Papua merupakan praktik total internet shutdown pertama di Indonesia, yakni penghentian layanan akses internet secara menyeluruh di suatu daerah.

Sebelumnya dalam Aksi Massa 21-22 Mei 2019 di depan Badan Pengawas Pemilu, Jakarta adalah bentuk internet shutdown secara parsial, karena bentuknya adalah penurunan kecepatan serta membatasi akses situs atau aplikasi.

Setelah gelombang unjuk rasa terkait rasisme terhadap masyarakat Papua meningkat, pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan internet shutdown di Papua dan Papua Barat pada 21 Agustus 2019.

"Pemberlakukan internet shutdown di Papua merupakan pelanggaran terhadap hak konstitusional warga negara Indonesia untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi," jelas Wahyudi.

Terlebih dalam situasi yang dialami Papua saat ini, kata Wahyudi, guna menghindari adanya tindakan kesewenang-wenangan aparat (keamanan), akses informasi seharusnya dibuka dengan lebar untuk menjamin tidak adanya pelanggaran HAM dalam penanganannya.

"Tindakan pemerintah justru memperkuat tesis dari hasil studi yang menyatakan tindakan penutupan internet justru menunjukkan tingkat represi negara yang tinggi," tambahnya.

Selain itu, pemblokiran internet tidak sesuai dengan prinsip pembatasan hak sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diakses oleh Indonesia, melalui UU Nomor 12/2005.

Dalam kasus Papua, pemerintah Indonesia belum secara resmi mendeklarasikan Keadaan Darurat. Siaran Pers Kominfo juga tidak menjelaskan keadaan daruratnya secara gamblang alasan perlunya pembatasan akses internet terkait unjuk rasa di Papua.

"Tindakan pemblokiran internet di Papua dilakukan dengan alasan untuk merespons situasi darurat, unsur-unsurnya sama sekali tidak terpenuhi, karena memang di Papua tidak pernah ada pernyataan resmi keadaan darurat, untuk jangka waktu tertentu sekali pun.

Atas alasan tersebut, ELSAM mendesak pemerintah, khususnya melalui Kemenkominfo memulihkan akses terhadap informasi di Papua dan Papua Barat dengan menghentikan penutupan internet di kedua wilayah tersebut.

Kemenkominfo juga dapat memberikan dan mempublikasikan penjelasan yang memadai terkait alasan hukum, yang menjadi dasar bagi tindakan penutupan internet di Papua dan Papua Barat.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Siaran Pers
Penulis: Maya Saputri
Editor: Agung DH