Menuju konten utama

Isi Pasal 49 KUHP Tentang Pembelaan Diri dan Contoh Kasusnya

Berikut isi pasal 49 KUHP tentang pembelaan diri beserta contoh kasus dan penjelasannya.

Isi Pasal 49 KUHP Tentang Pembelaan Diri dan Contoh Kasusnya
Ilustrasi Palu Hakim. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Isi pasal 49 KUHP tentang pembelaan diri terdiri atas dua ayat. Pasal 49 masuk di Buku 1 KUHP, khususnya Bab III tentang Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi, atau Memberatkan Pidana.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah peraturan yang menjadi landasan penegakan hukum di Indonesia. KUHP merupakan induk peraturan hukum pidana positif yang dipakai untuk mengadili suatu perkara pidana.

KUHP terbagi menjadi 3 buku. Buku 1 memuat aturan umum, Buku 2 memuat ketentuan tentang pidana kejahatan, dan Buku 3 berfokus pada pidana pelanggaran.

Adapun isi Pasal 49 KUHP tentang pembelaan diri atau pembelaan terpaksa adalah sebagai berikut:

-Ayat 1:

Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

-Ayat 2:

Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Contoh Kasus Pasal 49 KUHP dan Penjelasannya

Terdapat dua macam pembelaan diri yang disebutkan dalam Pasal 49 KUHP, yaitu pembelaan diri (noodweer) di ayat 1 dan pembelaan diri luar biasa (noodweer excess) di ayat 2.

Pembelaan diri (noodweer) bersifat darurat dan terpaksa karena adanya suatu ancaman yang bisa membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Sebagai contoh, ada seorang pengendara motor yang diserang oleh begal dengan senjata tajam. Karena harta bendanya (motor) hendak dicuri dan nyawanya juga terancam bahaya, pengendara motor itu boleh melakukan perlawanan untuk membela diri dan hal ini tidak akan dipidana.

Akan tetapi, tindakan pembelaan diri ini harus memenuhi beberapa syarat agar tidak masuk ke dalam tindak pidana. Mengutip laman Legal Smart Channel BPHN, berikut syarat pembelaan diri yang diperbolehkan berdasarkan pasal 49 KUHP:

  • Tindakan pembelaan diri dilakukan dengan benar-benar terpaksa dan tidak ada jalan lain yang lebih baik untuk melindungi diri.
  • Pembelaan diri dilakukan untuk melindungi kepentingan diri sendiri maupun orang lain. Artinya, sebelumnya harus ada serangan yang bersifat melawan hukum yang ditujukan pada tubuh, kehormatan, atau harta benda milik pribadi atau orang lain.
  • Pembelaan diri hanya boleh dilakukan saat ada serangan dan ancaman yang melawan hak dan bersifat tiba-tiba, mendadak, atau terjadi saat itu juga.

Dapat dipahami bahwa pembelaan diri ini bersifat terpaksa, seketika (saat serangan masih atau sedang berlangsung), dan secara tiba-tiba atau tidak direncanakan. Jadi, jarak waktu antara munculnya serangan dengan pembelaan diri berlangsung sangat singkat.

Bila jarak waktunya terlalu lama, hal ini tidak tergolong pembelaan diri. Misalnya ada perampok yang berhasil kabur, lalu si korban masih bisa menghubungi teman atau mengerahkan massa untuk mendatangi rumah si perampok.

Setelah itu, mereka mengatur rencana untuk menangkap perampok tersebut dan main hakim sendiri. Hal ini tidak masuk dalam kategori pembelaan diri dan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum.

Maka patut dipahami bahwa pembelaan diri juga bertujuan untuk menghentikan serangan dari pelaku kejahatan. Apabila serangannya sudah berakhir (misalnya pelaku kejahatannya sudah ditangkap atau diamankan), si korban sudah tidak boleh melakukan penyerangan dalam bentuk apapun dengan dalih membela diri.

Sementara itu, untuk ayat 2 pasal 49 KUHP berisi mengenai pembelaan diri luar biasa (noodweer excess). Mengutip dari laman LBH Pengayoman, pembelaan diri luar biasa ini berkaitan dengan guncangan jiwa yang sangat hebat akibat serangan yang dialami.

Ketika seseorang menjadi korban tindak kejahatan, bukan tidak mungkin jiwanya akan terguncang karena perasaan cemas dan takut yang begitu dahsyat. Saat jiwanya terguncang, seseorang atau korban bisa saja melakukan pembelaan diri yang melampaui batas.

Maksud melampaui batas adalah ketika pembelaan diri (noodweer) sudah selesai dan serangan dari pelaku kejahatan juga sudah berakhir, tapi si korban tetap melakukan penyerangan terhadap si pelaku. Tindakan seperti ini sebenarnya melawan hukum, tetapi tidak akan dipidana apabila dilakukan sebagai akibat dari jiwa yang terguncang.

Baca juga artikel terkait PASAL KUHP atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Addi M Idhom