tirto.id - Jabatan Anwar Usman sebagai Ketua MK akhirnya dicopot Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Bagaimana respons ipar Jokowi itu menyikapi pencopotan dirinya?
Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 pada hari Selasa (7/11/2023), dibacakan oleh Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, bersama 2 anggota MKMK, Wahiduddin Adams dan Bintan R. Saragih.
MKMK memberikan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor (Anwar Usman). Selain itu, Anwar tidak berhak mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya berakhir.
Ia juga juga tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota karena memiliki potensi munculnya benturan kepentingan.
Meskipun dirinya sudah dicopot dari jabatan Ketua MK karena terbukti melanggar etik berat, nyatanya Anwar Usman melakukan sejumlah upaya pembelaan diri.
Pernyataan Lengkap Anwar Usman Usai Dicopot dari Ketua MK
Berikut adalah isi lengkap sikap Anwar Usman usai dicopot dari Ketua MK pada acara konferensi pers hari Rabu (7/11):
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Selamat siang
Salam sejahtera untuk kita semua
Rekan-rekan media dan seluruh rakyat Indonesia yang saya hormati.
Menyikapi perkembangan terakhir terkait dengan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, ada beberapa hal yang harus saya sampaikan untuk meluruskan berbagai fakta sebagai berikut:
1. Sesungguhnya saya mengetahui dan telah mendapatkan kabar bahwa upaya untuk melakukan politisasi dan menjadikan saya sebagai objek di dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi terakhir, maupun tentang rencana pembentukan Majelis Kehormatan MK telah saya dengar jauh sebelum MKMK terbentuk.
2. Namun, meski saya sudah mendengar ada skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berhusnudzan, karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang muslim berfikir.
3. Saya berkeyakinan tidak ada ada selembar daun pun yang jatuh di muka bumi ini tanpa kehendak-Nya dan sebaik-baik skenario manusia tentu jauh lebih baik skenario Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa.
4. Sejak awal saya sudah mengatakan bahwa jabatan itu adalah milik Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, sehingga pemberhentian saya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi tidak sedikitpun membebani diri saya.
Saya yakin dan percaya bahwa di balik semua ini Insyaallah ada hikmah besar yang akan menjadi karunia bagi saya dan keluarga besar saya, sahabat, dan handai taulan, dan khusus bagi Mahkamah Konstitusi, nusa dan bangsa.
5. Namun demikian, wajib bagi saya untuk meluruskan beberapa hal agar publik memahami tentang apa sesungguhnya yang terjadi.
6. Yang pertama, meski saya mengetahui tentang rencana dan adanya skenario terhadap diri saya melalui pembentukan MKMK, saya tetap memenuhi kewajiban saya sebagai Ketua MK untuk membentuk Majelis Kehormatan MK sebagai bentuk tanggung jawab amanah jabatan yang diembankan kepada saya selaku Ketua Mahkamah Konstitusi.
7. Yang kedua, saya menyayangkan proses peradilan etik yang seharusnya tertutup sesuai dengan peraturan Mahkamah Konstitusi, dilakukan secara terbuka.
Hal itu secara normatif, tentu menyalahi aturan dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat hakim konstitusi, baik secara individual maupun secara institusional.
8. Begitu pula halnya tentang putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Meski dengan dalih melakukan terobosan hukum dengan tujuan mengembalikan citra Mahkamah Konstitusi di mata publik, hal tersebut tetap merupakan pelanggaran norma terhadap ketentuan yang berlaku.
Namun, sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, saya tetap tidak berupaya untuk mencegah atau intervensi terhadap proses atau jalannya persidangan Majelis Kehormatan yang tengah berlangsung.
9. Yang merupakan ketiga. Penting untuk diketahui dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia bahwa saya adalah hakim konstitusi yang berasal dari Mahkamah Agung yang telah meniti karier sejak 1985.
Artinya sudah hampir 40 tahun saya menjalani profesi hakim, baik sebagai hakim karir di bawah Mahkamah Agung maupun hakim di Mahkamah Konstitusi sejak tahun 2011 dan telah saya jalani tanpa melakukan perbuatan yang tercela.
Saya tidak pernah berurusan dengan Komisi Yudisial atau Badan Pengawas Mahkamah Agung juga tidak pernah melanggar etik sebagai hakim konstitusi sejak diberi amanah pada tahun 2011.
10. Yang merupakan bagian keeempat. Saya menyadari dengan sepenuh hati ketika menangani perkara PUU Pemilu khususnya terkait dengan batas usia capres dan cawapres, perkara tersebut sangat kuat nuansa politiknya. Namun, sebagai hakim konstitusi, yang berasal dari hakim karier, saya tetap patuh terhadap asas-asas dan ketentuan hukum yang berlaku.
Sedari awal sejak menjadi hakim dan hakim konstitusi, saya mengatakan bahwa jika seorang hakim memutus tidak berdasarkan suara hati nuraninya, maka sesungguhnya dia sedang menghukum dirinya sendiri. Dan pengadilan tertinggi sesungguhnya adalah pengadilan hati nurani.
Oleh karena itu, saya tidak pernah takut dengan tekanan dalam bentuk apapun dan oleh siapapun dalam memutus sebuah perkara sesuai dengan keyakinan saya sebagai hakim yang akan saya pertanggungjawabkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa.
11. Fitnah yang dialamatkan kepada saya terkait penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah fitnah yang amat keji dan sama sekali tidak berdasarkan atas hukum dan fakta. Saya tidak akan mengorbankan diri saya, martabat saya, dan kehormatan saya, di ujung masa pengabdian saya sebagai hakim demi meloloskan pasangan calon tertentu.
Lagipula perkara pengujuan undang-undang hanya menyangkut norma, bukan kasus konkret. Dan pengambilan putusannya pun bersifat kolektif kolegial oleh 9 orang hakim konstitusi bukan oleh seorang ketua semata.
Demikian pula dalam alam demokrasi seperti saat ini, rakyatlah yang akan menentukan siapa calon pemimpin yang akan dipilihnya kelak sebagai Presiden dan Wakil Presiden yang walaupun calon itu sudah ada di laihul mahfud.
12. Dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, sebagai hakim karier saya tetap mematuhi asas dan norma yang berlaku di dalam memutus perkara dimaksud.
Terkait dengan isu konflik kepentingan (conflict of interest), sejak era kepemimpinan Prof Jimly Asshiddiqie dalam Putusan Nomor 004/PUU-1/2003, kemudian Putusan 066/PUU-II/2004, kemudian Putusan Nomor 5/PUU-IV/2006 yang membatalkan Pengawasan Komisi Yudisial terhadap hakim konstitusi.
Putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, kemudian Putusan Nomor 49/PUU-IX/2011 di era kepemimpinan Prof. Dr. Mahfud MD, Putusan Nomor 97/PUU- XI/2013, kemudian Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK di era kepemimpinan Bapak Hamdan Zoelva. Lalu Putusan Perkara 53/PUU-XIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 di era kepemimpinan Prof. Dr. Arief Hidayat.
Selanjutnya Putusan Perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020. Dalam putusan tersebut, terhadap pengujian Pasal 87A karena norma tersebut menyangkut jabatan Ketua dan Wakil Ketua dan ketika itu saya adalah Ketua MK dan wakilnya adalah Prof. Dr. Aswanto, meskipun menyangkut diri saya. Namun, saya tetap melakukan dissenting opinion termasuk kepentingan langsung Prof. Dr. Saldi Isra dalam pasal 87b terkait usia yang belum memenuhi syarat.
13. Dengan berbagai yurisprudensi di atas yang pada intinya menjelaskan bahwa perkara pengujian UU di Mahkamah Konstitusi adalah penanganan perkara yang bersifat umum bukan penanganan perkara yang bersifat pribadi atau individual yang bersifat privat. Maka, berdasarkan yurisprudensi di atas dan norma hukum yang berlaku, pertanyaannya adalah "Apakah sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua Hakim Konstitusi, saya harus mengingkari putusan-putusan terdahulu?".
Karena disebabkan adanya tekanan publik atau pihak tertentu atas kepentingan tertentu pula. Atau saya harus mundur dari penanganan perkara 96/PUU-XVIII/2020 demi menyelamatkan diri sendiri. Sebagaimana saya jelaskan di atas, jika hal itu saya lakukan maka sama halnya saya menghukum diri saya sendiri karena tidak sesuai dengan keyakinan saya sebagai hakim dalam memutus perkara.
Bahkan secara logis sangat mudah bagi saya untuk sekedar menyelamatkan diri sendiri dengan tidak ikut memutus perkara tersebut. Karena jika niat saya dan para hakim konstitusi untuk memutus perkara tersebut ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon Presiden dan calon Wakil Presiden. Dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum.
14. Telah berulang kali saya sampaikan di hadapan publik nukilan ayat Quran dan kisah-kisah di zaman Rasulullah dan para sahabat tentang pentingnya berlaku adil apalagi bagi seorang hakim.
Namun, fitnah yang keji justru datang kepada saya bahwa saya dianggap menggunakan dalil agama untuk kepentingan tertentu. Padahal hal tersebut saya lakukan karena merupakan keyakinan saya sebagai seorang muslim dan berlatar belakang yang merupakan alumni Pendidikan Guru Agama Islam.
15. Saya tidak pernah berkecil hati sedikitpun terhadap fitnah yang menerpa saya, keluarga saya selama ini, bahkan ada yang tega mengatakan MK sebagai Mahkamah Keluarga. Masya Allah. Mudah-mudahan diampuni oleh Allah SWT. Namun fitnah keji yang menerpa saya, bahwa saya memutus perkara tertentu berdasarkan kepentingan pribadi dan keluarga, hal itulah yang harus diluruskan.
Seorang negarawan harus berani mengambil keputusan demi generasi yang akan datang. Berbeda halnya dengan politisi yang mengambil keputusan berdasarkan kepentingan pemilu yang sudah menjelang. Putusan MK sekali lagi tidak berlaku untuk saat ini saja, tetapi berlaku seterusnya.
16. Saat ini, harkat, derajat, martabat saya sebagai hakim karier selama hampir 40 tahun dilumatkan oleh sebuah fitnah yang amat keji dan kejam. Tetapi saya tidak pernah berkecil hati dan pantang mundur dalam menegakkan hukum dan keadilan di negara tercinta.
Saya tetap yakin bahwa sebaik-baik skenario manusia siapapun untuk membunuh karakter saya, karier saya, harkat dan derajat serta martabat saya dan keluarga besar saya, tentu tidak akan lebih baik dan indah dibandingkan skenario atau rencana Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa.
17. Saya hanya berpasrah diri kepada Allah SWT atas fitnah keji dan kejam yang menimpa diri dan keluarga saya serta diiringi selalu doa dan ikhtiar terbaik bagi kepentingan bangsa dan negara.
Semoga yang selalu memfitnah, yang membuat isu, yang menyudutkan diri saya dan keluarga saya, atau yang menzalimi saya, diampuni oleh Allah SWT. Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis: Beni Jo
Editor: Alexander Haryanto