tirto.id - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merilis data penurunan realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 12,9 persen secara year on year (yoy) pada Triwulan II/2018.
Berdasar data BKPM, realisasi investasi PMA pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp109,9 triliun. Sementara realisasi investasi asing di periode Triwulan II 2018 hanya Rp95,7 triliun.
Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM, Azhar Lubis mengatakan penurunan itu baru pertama kali terjadi sejak 2013.
"Baru sekarang turun PMA-nya. Jadi, enggak pernah turun [sejak 2013], baru sekarang turunnya," ujar Azhar di Kantor BKPM, Jakarta pada Selasa (14/8/2018).
Penurunan realisasi investasi PMA tersebut, kata Azhar, sebenarnya sudah mulai terlihat gejalanya sejak 2017.
Pada Triwulan II/2017, realisasi investasi asing mencapai Rp109,9 triliun. Lalu, angka itu hanya naik Rp1,8 triliun menjadi Rp111,7 triliun pada Triwulan III/2017. Kemudian, pada Triwulan IV/2018, realisasi investasi asing naik lebih tipis lagi, yakni Rp0,3 triliun, menjadi Rp112 triliun.
"Jadi, sebetulnya itu sudah hampir nol pertumbuhannya. Ini sudah kelihatan perlambatannya, menurun, malah minus sekarang," kata Azhar.
Dia memerinci, angka investasi negara-negara yang masuk dalam peringkat lima besar penyumbang PMA di Indonesia juga menunjukkan penurunan berdasar data periode Triwulan I dan Triwulan II 2018.
Rinciannya, sesuai data BPKPM mengenai perbandingan realiasi PMA antara Triwulan I dan Triwulan II 2018: investasi Singapura turun dari USD2,6 miliar menjadi USD2,4 miliar; Jepang menurun dari USD1,4 miliar menjadi USD 1,0 miliar; Korea Selatan turun dari USD0,9 miliar jadi USD0,25 miliar.
Menurut Azhar, salah satu faktor yang memicu penurunan realisasi investasi asing itu ialah penundaaan pembangunan beberapa proyek infrastruktur di dalam negeri. Misalnya, sejumlah proyek PLN yang tertunda karena belum dilengkapi perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA).
"Jadi kan memang banyak aturan-aturan yang berubah," ujarnya.
Azhar berpendapat, ke depan, perlu ada stabilitas kebijakan pemerintah agar investor asing bertahan menanamkan modalnya di dalam negeri. Kalau perubahan untuk pelonggaran akan lebih baik, tapi kalau sebaliknya akan membuat investor asing angkat kaki.
"Jadi, tadi sebetulnya kita memerlukan ada stabilisasi kebijakan, karena kalau selalu berubah-ubah perusahaan membutuhkan waktu lagi untuk mengadjustment [melakukan penyesuaian]," kata dia.
Kondisi ini berbarengan dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah. Bahkan ada sentimen negatif bahwa kurs rupiah bisa akan menembus level Rp15 ribu per dolar AS. Menurut Azhar, pelemahan rupiah turut mempengaruhi persepsi banyak investor asing.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom