tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku pemerintah harus mewaspadai investasi yang tumbuh namun tak setinggi yang diharapkan. Sebagaimana disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini, laju pertumbuhan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) di kuartal II 2018 tercatat sebesar 5,87 persen.
Secara year-on-year, PMTB di kuartal II 2018 mengalami sedikit kenaikan dibandingkan PMTB di kuartal II 2017 yang sebesar 5,34 persen. Sementara apabila dibandingkan dengan kuartal I 2018 yang sebesar 7,95 persen, terjadi perlambatan.
“Di satu sisi kita lihat impornya untuk bahan baku dan barang modal adalah positif, namun belum diterjemahkan ke dalam investasi dengan pertumbuhan yang tinggi dan juga dalam bentuk ekspor yang baik,” jelas Sri Mulyani di Kementerian Pertahanan, Jakarta pada Senin (6/8/2018).
Menurut Sri Mulyani, pemerintah memprediksi pertumbuhan investasi dapat berada di kisaran 6 persen. Namun karena hanya berada di angka 5,87 persen, ia mengungkapkan pemerintah akan melakukan pengkajian kembali dengan mengacu pada statistik dan dari sisi permintaannya.
Adapun pertumbuhan investasi yang melambat itu dipengaruhi oleh penurunan kinerja pada sektor real estate. BPS menyebutkan subsektor pada real estate yang cukup memberi pengaruh ialah yang berada pada lingkup non-perumahan, seperti gedung perkantoran dan mal.
Selain dari segi investasi, Sri Mulyani turut menyoroti nilai ekspor yang masih lebih rendah ketimbang proyeksi, di samping nilai impor yang relatif lebih tinggi.
Saat disinggung mengenai upaya pemerintah dalam menjaga pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan IV 2018, Sri Mulyani menyebutkan harapannya ada pada Asian Games maupun Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia.
Dengan demikian, Sri Mulyani mengindikasikan optimistisnya bahwa pertumbuhan ekonomi akan tetap terjaga meskipun tidak ada momen seperti Lebaran yang menggenjot pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2018. Ia lantas meyakini apabila inflasi tetap bisa dijaga di kisaran 3,5 persen, maka pertumbuhan konsumsi juga akan cukup baik.
“Kita tentu harus hati-hati melihat depresiasi rupiah yang dapat menyebabkan imported inflation. Untuk imported inflation ini akan dilihat pada semester kedua. Kalau pemerintah bisa menjaga dari sisi pasokan makanan, terutama untuk barang-barang administered price, maka [inflasi] tetap stabil,” jelas Sri Mulyani.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto