Menuju konten utama

Pemerintah akan Batasi Impor Bahan Baku

Pemerintah akan memperketat aturan izin impor bahan baku berbagai proyek di dalam negeri.

Pemerintah akan Batasi Impor Bahan Baku
Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan keterangan pers tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (27/7/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan Presiden Joko Widodo menginstruksikan seluruh jajaran kabinet kerja beserta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membatasi impor bahan baku tak penting yang bersifat non-strategis.

Untuk itu, Sri Mulyani menyatakan seluruh kementerian dan BUMN akan menghitung dan mengevaluasi kebutuhan impor non-strategis. Menurut dia, evalusi kebutuhan impor bahan baku ini mencakup semua komoditas yang digunakan.

Namun, yang paling ditekankan adalah kebutuhan impor bahan baku minyak dan gas (migas) yang melibatkan Pertamina dan PLN. Selain itu, adapula konstruksi yang melibatkan BUMN Karya (PT Waskita, PT Adhi Karya, PT Wijaya Karya).

"Untuk hal-hal terkait infrastruktur yang konten impornya besar kami masih akan melakukan koordinasi dengan Kemenko Perekonomian, menteri yang memiliki portolio impor serta BUMN pelaksananya," ujar Sri Mulyani di Kompleks Kementerian Keuangan Jakarta pada Selasa (31/7/2018).

Kendati demikian, Sri Mulyani menegaskan, proyek non-strategis yang memiliki tingkat kebutuhan impor yang tinggi dapat ditunda ke tahun berikutnya. "Jika tidak bisa meyakinkan bahwa proyek itu strategis, maka akan ditunda ke tahun-tahun yang akan datang," ucapnya.

Sehingga, ia mengatakan pemerintah akan memperketat aturan izin impor bahan baku berbagai proyek di dalam negeri dan mempertimbangkan nilai strategis dari proyek tersebut.

"Sampai saat ini kita terus melakukan koordinasi termasuk mungkin memperketat dari sisi peraturan, untuk bisa meyakinkan bahwa proyek-proyek itu memang penting, urgent, dan tetap harus dilakukan," ujar Sri Mulyani.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari-Juni 2018, impor bahan baku atau penolong naik sebesar 21,54 persen menjadi 66,489 miliar dolar AS dari 54,706 miliar dolar AS pada periode yang sama pada 2017. Kontribusi impor bahan baku atau penolong ini mencapai 74,67 persen dari total impor Januari-Juni sebesar 89,040 miliar dolar AS.

Pemerintah Instruksikan Penggunaan Biodiesel

Sejalan dengan evaluasi kebutuhan impor, maka pemerintah menekankan untuk menggunakan Biodiesel (B20). B20 merupakan bahan bakar minyak jenis solar yang dicampur 20 persen komponen minyak kelapa sawit.

Program ini diinstruksikan Presiden Jokowi untuk diterapkan di seluruh transportasi yang menggunakan skema Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO.

"Impor barang strategis yang tadi dibahas mengenai bahan bakar untuk penggunaan B20 untuk bisa diterapkan secara segera. Dan ini akan mempengaruhi impor dari bahan bakar minyak dan juga bisa meningkatkan harga dari CPO kita," kata Sri Mulyani.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, penggunaan Biodiesel bisa menghemat devisa negara sebesar 5,5 miliar dolar AS dalam setahun.

"Berarti sehari, hari kerja ya 260 hari dalam setahun, berarti sehari 21 juta dolar itu penghematannya. Penghematan ya bukan keuntungan," ujar Darmin di kantor Kemenko Perekonomian Jakarta pada Jumat (20/7/2018).

Sehingga, kata Darmin, pemerintah Indonesia bisa mengurangi penggunaan valas karena sudah diisi oleh Biodiesel yang diproduksi dari dalam negeri. "Kami sedang kejar waktu, dalam beberapa bulan ini (membereskan Perpres 61/2015)," ucapnya.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), cadangan devisa Indonesia pada akhir Juni 2018 sebesar 119,8 miliar dolar AS. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan posisi cadangan devisa pada Mei 2018 sebesar 122,9 miliar dolar AS. Cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,2 bulan impor.

Baca juga artikel terkait IMPOR BAHAN BAKU atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto