Menuju konten utama

Inovasi Teknologi Mengabaikan Nenek-Kakek dan Orangtua Kita

Milenial memaksa generasi lain bertransformasi dengan tabiat digital mereka.

Inovasi Teknologi Mengabaikan Nenek-Kakek dan Orangtua Kita
Gaya hidup digital dimanfaatkan sekelompok lansia saat bercengkrama. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Amin, 56 tahun, pertama kali menggunakan jasa taksi online pada Juni tahun lalu. Ia tahu kalau jasa transportasi itu sudah hadir di Medan sejak November 2015, tapi tidak “ikut-ikutan antusias, sih,” katanya.

Sehari-hari ia memang lebih senang mengendarai motor bebek ke mana-mana. Bagi Amin, yang suka otomotif sejak remaja, menaiki motor sendiri punya sensasi yang tidak bisa ditukar apa-apa. Tapi, hari itu mobilnya di bengkel, dan tak mungkin membawa seluruh anggota keluarganya dengan motor bebek untuk makan di luar rumah.

Ia sempat kaget karena tahu tarif taksi online yang dinaikinya kala itu relatif murah. Hanya Rp10 ribu untuk jarak 6 kilometer, jarak mal terdekat dari rumahnya. “Kalau taksi biasa, kan, minimal Rp25 ribu walaupun jaraknya dekat,” kata Amin.

Meski murah, Amin tak pernah lagi memakai aplikasi tersebut, kecuali pada Maret lalu, ketika ia harus buru-buru menuju bandara. Ia juga tak pernah mencoba jasa layanan lain yang disediakan aplikasi itu.

“Saya emang enggak suka aja beli barang, tapi enggak lihat bentuknya,” jawab Amin ketika ditanya tentang belanja online.

“(Saya juga) lebih senang baca koran, ketimbang klik-klik di HP. Tapi, belakangan sering baca juga, sih (berita online), karena memang lebih update,” tambahnya ketika ditanya tentang media apa yang digunakannya untuk mencari informasi.

Amin sadar kalau teknologi sudah berkembang lebih pesat di era ini, dan menyebabkan banyak perubahan tabiat manusia: cara baca, belanja, bahkan naik transportasi umum. Namun, tak semua perubahan ini benar-benar diikutinya.

Sebagian tabiat lama, seperti membaca koran tadi, masih dipeliharanya. Ia juga lebih senang membeli buah langsung ke pasar, ketimbang menunggu kurir mengantar buah yang “bukan kita sendiri yang pilih,” katanya.

Tapi, di antara semua kemudahan teknologi ini, media sosial adalah salah satu yang tak bisa ditolaknya. Dulu Amin sempat punya Twitter dan Instagram, tapi kini media sosial yang rutin dibukanya hanya Facebook. “Harus diakui, Facebook memang sikit bikin malas baca koran,” tambah Amin.

Bersama semua orang yang lahir antara 1945 sampai 1965, Amin termasuk dalam Generasi Baby Boomers—orang tua dari Generasi Milennial. Teknologi paling berpengaruh pada saat mereka berumur muda adalah televisi, radio, dan telepon rumah. Tiga hal ini bahkan tak dijumpai Amin sampai ia remaja. Teve pertama yang ditontonnya saja milik tetangga, dan masih hitam-putih. Jelas, “teknologi zaman dulu enggak serumit kayak zaman sekarang.”

Dessy Idris, 51 tahun, sepaham dengan Amin. Mereka tidak saling kenal, tapi Dessy juga mengakui kalau terlalu banyak teknologi yang ada sehingga "susah untuk mengikuti perkembangannya." Ibu rumah tangga yang tinggal di Jakarta ini juga tak memakai jasa transportasi online karena punya kendaraan pribadi. Ia juga tak terlalu aktif di media sosial, tapi senang dengan aplikasi pesan WhatsApp—yang isinya grup obrolan teman-teman sekolah.

“Mungkin faktor umur juga, ya. Jadi kita enggak terlalu ngikutin teknologi banget,” kata Dessy.

Tapi benarkah demikian?

Karina Tama, manajer senior dalam bidang pemasaran digital, menilai kalau kepayahan Baby Boomer mengikuti perubahan teknologi bukan cuma karena faktor U. Menurutnya, generasi ini sebenarnya cukup ramah dengan teknologi, hanya saja para ahli pemasaran terlalu fokus pada Milenial, dan kini Generasi Z. Alhasil, target konsentrasi pemasaran cenderung melupakan kebutuhan para Baby Boomer, yang mungkin memang berbeda dari generasi saat ini.

Mesin pencari bakal menemukan 49,5 juta artikel dalam waktu 0,39 detik ketika kata kunci ‘Millennials’ dimasukkan. Bahkan, dalam 0,22 detik, ia bisa menemukan 5,08 juta berita yang mengandung kata ‘Millenials’. Isi artikel-artikel ini beragam: dari definisi Millennials, riset-riset yang membaca dan menerjemahkannya, sampai iklan yang khusus mengincar mereka.

Untuk waktu yang relatif sedikit lebih lama, yakni 0,65 detik, mesin pencari justru menemukan artikel lebih sedikit untuk kata kunci "Baby Boomers": hanya 14,9 juta. Obrolan tentang Milenial memang lebih ingar-bingar di era ini, karena mereka adalah generasi dengan anggota berbasis usia yang paling berjubel di dunia.

Semua tetek bengek tentang generasi dalam rentang umur 23-37 tahun ini memang menarik dibicarakan. Mereka memang dikenal sebagai generasi yang paling narsis.

Infografik HL Indepth Disrupsi Bisnis

Padahal, menurut Karina, Baby Boomer adalah pangsa pasar yang baik. Pertama, karena jumlahnya masih besar. Ia mencontohkan, di Amerika Serikat, angkanya sampai 70 juta orang, dan menguasai 40 persen pasar. Sebanyak 70 persennya memengaruhi pendapatan sekali pakai, dan mewariskan sekitar 13 triliun juta dolar untuk anak-anaknya.

Mereka juga cukup tech-savy—asyik dengan teknologi, sebab 96 persen menggunakan mesin pencari, 95 persen punya email, dan 60 persen menghabiskan waktunya membaca blog dan artikel online. Sementara 70 persen menikmati menonton video produk dan layanan. Lewat Facebook, para generasi kakek-nenek atau orang tua kita ini tetap berinteraksi membagikan foto atau rekomendasi mereka atas suatu hal, termasuk berita.

Angka-angka ini jadi penting bagi para produsen untuk memikirkan kebutuhan Baby Boomers. Ketika ditanya tentang kemungkinan mereka menggunakan lebih banyak aplikasi jika desainnya dipermudah, baik Amin dan Dessy tak menampik kemungkinan untuk lebih tertarik.

Sementara Generasi X—generasi di antara Milennial dan Baby Boomer—tidak punya perbedaan tabiat yang terlalu mencolok dengan Milennial. Dalam survei yang dilakukan AdReaction pada tiga generasi: X, Y (Milenial), dan Z di 39 negara, termasuk di Indonesia, tabiat ketiganya dalam mengonsumsi media tidak terlalu berbeda. Misalnya, dalam pemakaian ponsel, ketiganya memanfaatkan perangkat tersebut lebih dari 1 jam dalam sehari: Milenial paling unggul karena 91 persen melakukannya, sementara Gen Z hanya 80 persen, dan Gen X 70 persen.

Untuk konsumsi teve, radio, dan media cetak, sesuai prediksi, Gen X masih paling unggul dengan total 83 persen.

Jika jumlahnya digabung—antara Baby Boomer dan Gen X—keduanya bisa jadi pangsa pasar besar, yang sebenarnya kebutuhannya juga perlu dipikirkan.

Baca juga artikel terkait DISRUPSI atau tulisan lainnya dari Aulia Adam

tirto.id - Teknologi
Reporter: Aulia Adam
Penulis: Aulia Adam
Editor: Fahri Salam