tirto.id - Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menyatakan kinerja konsumsi pemerintah yang berada di zona merah pada triwulan I dan II tahun 2022 menjadi rapor merah kinerja pemerintah.
“Padahal di saat pandemi COVID-19 seperti sekarang, kalau kita mau memulihkan sebenarnya yang bisa dijadikan sebagai akseleran adalah dari sisi konsumsi pemerintah. Cuma ternyata harapan kita tak tercapai,” katanya dalam konferensi pers secara virtual, Jakarta, Minggu.
Pada triwulan I/2022, pengeluaran konsumsi pemerintah bertumbuh negatif di angka -7,59 persen dan -5,24 persen di triwulan II/2022.
Menurut dia, salah satu persoalan yang menyebabkan kinerja konsumsi pemerintah di zona merah secara dua triwulan berturut-turut terkait masalah kapasitas birokrasi dalam merancang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
“Kalau memang konsumsinya selalu tumbuh negatif ya sudahlah, harusnya lebih efisien aja belanjanya, sekalian kan tidak perlu utang terlalu banyak. Rancangan APBN defisitnya diperbesar, tapi kemudian dari sisi belanja kapasitasnya tak bisa lebih cepat sehingga dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi tak begitu kuat dari sisi konsumsi pemerintah,” ungkap Eko.
Hingga akhir Juni 2022, belanja negara mencapai Rp1.156,88 triliun atau 37,24 persen terhadap pagu APBN 2022 atau turun 1,13 persen year on year dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
“Jika dilihat dalam pada realisasi belanja pemerintah pusat juga mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 0,82 persen. Hal ini disebabkan realisasi belanja barang dan belanja modal masih mengalami kontraksi masing-masing 20,75 persen dan 19,84 persen yoy,” ucap dia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) realisasi konsumsi pemerintah pada dua kuartal berturut mengalami kontraksi masing-masing 7,74 persen dan 5,24 persen.
“Apabila belanja di kuartal II masih bisa kita dorong, maka kita akan alihkan belanja pemerintah di kuartal III dan kuartal IV karena secara siklus anggaran akan [meningkat] di akhir," kata Airlangga dalam Konferensi Pers Perkembangan Perekonomian Indonesia Terkini, di Kantornya, Jakarta, Jumat (5/8/2022).
Airlangga mengakui perlambatan belanja disebabkan pemerintah ingin menjaga pertumbuhan ekonomi karena konsumsi cenderung melemah akibat meluasnya pandemi COVID-19. Oleh karena itu, pada kuartal II tahun lalu pemerintah menggenjot sisi belanja melalui bantuan sosial dan perlindungan sosial.
Di sisi lain, Airlangga membantah penyebab kontraksi belanja pemerintah karena penyaluran program pemulihan ekonomi nasional yang melambat hingga Semester I. Dia berdalih, penyerapan PEN tidak maksimal sebab jumlah kasus aktif COVID-19 menurun.