Menuju konten utama

Impor Garam Berpotensi Makin Merugikan Petani

Rencana pemerintah mengatasi kelangkaan garam dengan melakukan impor berpotensi merugikan para petani.

Impor Garam Berpotensi Makin Merugikan Petani
Petani garam membersihkan lumpur dan sisa air hujan yang menggenangi lahan tambak garam di kawasan penggaraman Talise, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (24/7/2017). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah.

tirto.id - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW)-Indonesia Abdi Suhufan mendesak pemerintah berhati-hati dalam menerapkan kebijakan impor garam. Sebelum melakukan impor, pemerintah harus memastikan telah benar-benar menyerap semua produksi petambak garam rakyat.

Abdi khawatir impor garam justru memperparah keterpurukan industri garam rakyat. Dia mencontohkan stok milik para petani garam di Jeneponto, Sulawesi Selatan kini justru masih menumpuk tak terbeli.

"Mereka heran (dengan rencana impor-red) karena stok garam di gudang mereka banyak dan sudah membatu karena tidak terjual. Hanya sebagian kecil hasil garam dibeli tengkulak," kata Abdi di Jakarta pada Minggu (30/7/2017) seperti dilansir Antara.

Menurut dia, pada saat ini sudah banyak ditemukan tambak garam di Jeneponto yang tidak beroperasi karena pemiliknya menilai rugi bila lahannya digunakan untuk produksi garam. Sebab mereka kerap untung sedikit karena hasil penjualan garam hanya berbeda tipis dengan ongkos produksi.

Abdi mengimbuhkan, dari segi kualitas, garam di Jeneponto memang belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) baik untuk konsumsi maupun industri. Tapi, hal serupa memang banyak ditemukan pada beberapa sentra garam lain di Indonesia.

"Hal itu disebabkan karena teknik pembuatannya masih sangat tradisional," kata Abdi.

Karena itu, dia menyimpulkan fenomena krisis saat ini hanya kelangkaan komoditas garam berstandar SNI. Stok garam hasil produksi dengan teknik tradisional milik para petambak rakyat masih banyak.

Rencana pemerintah mengimpor garam konsumsi sebanyak 226.124 ton juga dinilai bukan solusi untuk krisis garam nasional oleh aktivis dari Koalisi Untuk Keadilan Perikanan (KIARA).

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati Romica menyatakan masalah utama saat ini ialah industri garam nasional, terutama petambak rakyat, tidak terbangun dengan basis data informasi prakiraan cuaca yang akurat.

Susan mendesak pemerintah segera mencari solusi dengan membangun data kajian prediksi cuaca yang akurat untuk keperluan industri garam.

"Jika permasalahan dasarnya tidak cepat diselesaikan (data prediksi cuaca), maka yang dirugikan adalah para petambak garam. Mereka akan terus terpuruk jika kemarau basah terus berkepanjangan," kata Susan.

Dia mencatat, berdasar informasi Pusat Data dan Informasi Kiara, dalam lima tahun terakhir jumlah petani tambak garam di Indonesia menurun drastis, yakni dari 30.668 jiwa pada tahun 2012 menjadi 21.050 jiwa di 2016. Susan menuding kebijakan impor garam berimplikasi besar terhadap penurunan jumlah petani garam di Indonesia selama ini.

Pada Kamis lalu (27/7/2017), Presiden Joko Widodo menyatakan anomali cuaca adalah pemicu utama krisis garam akhir-akhir ini.

"Masalah garam memang disampaikan banyak oleh bupati, wali kota, dan gubernur. Kita ingat bahwa musim hujan sekarang ini juga agak mundur sehingga produksi garam di petani juga agak turun," ujar Jokowi sebagaimana dilansir laman Kemensesneg.

Jokowi melanjutkan, "Saya nanti akan cek langsung ke beberapa menteri dan BUMN terkait. Saya akan lihat masalahnya apa. Kalau ada masalah di pasokan, distribusi, ya itu yang akan kita selesaikan."

Baca juga artikel terkait GARAM atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Addi M Idhom
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom