tirto.id - Dana Moneter Internasional (IMF) meminta bank sentral Asia ikut memperketat kebijakan moneter. Hal itu perlu dilakukan karena kenaikan harga-harga komoditas dan depresiasi mata uang mereka, didorong kenaikan suku bunga AS yang kuat, mendorong inflasi di atas target.
Dikutip dari Antara, Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Krishna Srinivasan menuturkan kecuali Cina dan Jepang. Karena dua negara tersebut mengalami pemulihan ekonomi lebih lemah, kendur tetap substansial dan inflasi tidak meningkat tajam seperti di tempat lain.
Lebih lanjut dia menuturkan banyak mata uang Asia terdepresiasi cukup tajam. Karena pengetatan moneter AS menyebabkan melebarnya perbedaan suku bunga, membantu mendorong biaya impor untuk negara-negara tersebut.
"Sementara baseline kami adalah inflasi mencapai puncaknya pada akhir tahun, depresiasi nilai tukar yang besar dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi dan persistensi yang lebih besar, terutama jika suku bunga global naik lebih kuat, dan memerlukan pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat di Asia," kata Srinivasan dikutip dari Antara, Jumat (14/10/2022).
Sementara itu, dia juga menjelaskan depresiasi mata uang yang besar dan kenaikan suku bunga juga dapat memicu tekanan keuangan di negara-negara Asia dengan utang yang tinggi. Kemudian dia juga menuturkan Asia saat ini menjadi debitur terbesar di dunia.
"Asia saat ini menjadi debitur terbesar di dunia selain sebagai penabung terbesar, dan beberapa negara berisiko tinggi mengalami debt distress," katanya.
Wakil Direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Sanjaya Panth menuturkan sebagian besar kenaikan utang Asia terkonsentrasi di Cina. Tetapi juga terlihat di ekonomi lain.
"Beberapa bentuk tekanan pasar tidak dapat dikesampingkan. Tetapi posisi yang relatif kuat dari banyak ekonomi memberi kita kenyamanan," katanya, menunjuk pada tingkat utang luar negeri yang rendah, cadangan yang lebih tinggi, dan sistem keuangan yang tangguh.