tirto.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai, keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) KPK rawan konflik kepentiangan.
Menurut dia, hal ini tercermin dalam perebutan jumlah anggota Dewan Pengawas dari pemerintah dan DPR RI.
"Memang dari awal adanya draf dari eksekutif dan legislatif dalam hal penindakan KPK [adanya konflik kepentingan]," ujarnya kepada Tirto, Senin (16/9/2019).
Peran Dewas, kata dia, juga berbahaya, karena menentukan izin penyadapan dan penyitaan. Sedangkan, pihak yang menghendaki susunan Dewas adalah DPR dan pemerintah.
Ia mengkhawatirkan, ketika KPK menyadap dan menyita, berpotensi informasi tersebut akan terlebih dahulu bocor kepada anggota DPR RI maupun pemerintah yang akan ditindak.
"Pasti [ada kebocoran informasi]. Memang sejak awal ini ada campur tangan eksekutif dan legislatif dalam penindakan KPK yang seharusnya bisa dilakukan independen oleh struktur KPK yang sudah berjalan dengan baik," ucapnya.
ICW, lanjutnya, sejak awal menolak keberadaan Dewas baik melalui utusan Presiden, DPR RI, maupun pihak lainnya.
"Kami pandang dewan pengawas tidak dibutuhkan, karena kelembagaan negara yg independen tidak perlu adanya pengawasan, tapi sistem pengawasan," ujarnya.
Pemerintah dan DPR RI saat ini tengah menggodok revisi UU KPK. Salah satu materi yang diusulkan yakni keberadaan Dewan Pengawas. Namun, ICW dan masyarakat menolaknya, karena akan mengebiri kewenangan KPK dalam penindakan.
Dalam proses revisi, pemerintah mengajukan usulan Dewas terdiri atas lima anggota yang dipilih presiden. Sedangkan, Komisi III DPR, Sufmi Dasco meminta komposisi lima anggota yakni dua orang eksekutif, dua orang legislatif dan satu orang dari yudikatif.
- Agus Rahardjo Buka Suara Soal Isu Taliban untuk Mendiskreditkan KPK
- Ketua KPK Lantik Dua Pejabat Baru Sekjen dan Direktur Penuntutan
- Demo Bayaran di KPK Libatkan Anak-Anak, KPAI akan Turun Tangan
- Jokowi Tegaskan Tak Ada Pengembalian Mandat oleh Pimpinan KPK
- ICW Soroti Ada Order Khusus bagi Massa Bayaran Saat Demo di KPK
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Zakki Amali