Menuju konten utama

ICJR Desak Perda Penyimpangan Seksual Kota Bogor Dicabut

ICJR mencatat beberapa pasal dalam Perda tersebut yang berpotensi menimbulkan masalah bagi kelompok minoritas seksual.

ICJR Desak Perda Penyimpangan Seksual Kota Bogor Dicabut
Ilustrasi LGBT. FOTO/iStockphoto

tirto.id -

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak Pemerintah Kota Bogor mencabut Peraturan Daerah 10/2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perilaku Penyimpangan Seksual. ICJR menilai perda ini akan melanggengkan diskriminasi dan stigma terhadap kelompok minoritas seksual.

Apabila Pemerintah Kota Bogor tidak mengambil tindakan, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri membatalkan Perda ini.

"Pemerintah seharusnya menyelesaikan dan mencegah terjadinya diskriminasi terhadap kelompok minoritas seksual, bukan justru memperkuat stigma dan diskriminasi dengan memberikan label “penyimpangan”," ujar Peneliti ICJR Genoveva Alicia dalam keterangan tertulis, Minggu (27/3/2022).

ICJR mencatat beberapa pasal dalam Perda 10/2021 yang berpotensi menimbulkan masalah bagi kelompok minoritas seksual. Dalam Pasal 3 disebutkan bahwa pembentukan Perda untuk pencegahan dan penanggulangan beragam perbuatan perilaku penyimpangan seksual dan demi menciptakan masyarakat yang bermoral.

Lalu Pasal 6 menyebutkan bahwa homoseksual, lesbian, biseksual, dan waria perlu direhabilitasi. ICJR menilai Pemerintah Bogor salah kaprah karena memasuki ruang privat. Sebab Pemerintah Kota Bogor mengurusi orientasi seksual mereka bukan perilaku.

ICJR khawatir aturan tersebut akan memperparah jurang stigma di tengah keragaman masyarakat. Apalagi dengan kehadiran Pasal 25 yang mengatur sanksi bagi pelanggar perilaku menyimpang. Hal ini berpotensi melanggengkan persekusi terhadap kelompok minoritas seksual.

Tidak hanya di ruang publik, Perda ini juga berpotensi mengekang kebebasan berekspresi di internet. Pasal 9 huruf e mengatur pemantauan media dan internet. ICJR menilai hal ini mengancam hak kebebaan berpendapat dan privasi yang dijami UUD 1945.

"Negara tidak seharusnya menginvasi privasi warga negaranya, kecuali di dalam hal terjadi kekerasan dimana negara memiliki kewenangan untuk membantu korban dan berhak melakukan intervensi menggunakan instrumen pidana," ujar Genoveva.

Selain menebalkan diskrimanasi, ICJR menilai perda ini bertolak belakang dengan upaya penanggulangan HIV-AIDS. Para kelompok minoritas seksual akan kian sulit mengakses layanan pencegahan HIV-AIDS.

"Penghilangan stigma dan diskriminasi seharusnya menjadi pilar utama dalam mewujudkan komitmen Pemerintah dalam menanggulangi HIV-AIDS dan bukan sebaliknya," tukasnya.

Sebelumnya, Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto mengatakan munculkan perda tersebut atas masukan dari masyarakat. Ia juga menjamin bahwa regulasi tersebut tidak akan menciptakan diskriminasi.

"Saya pastikan perda ini tidak mengatur kelompok LGBT, tetapi lebih kepada pengaturan perlindungan kepada mereka yang terdampak dari penyimpangan seksual," ujar Bima kepada wartawan.

Baca juga artikel terkait PERDA DISKRIMINATIF atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Restu Diantina Putri