tirto.id - Kuasa hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris menyebut tuntutan hukuman mati yang dijatuhkan kepada kliennya dipengaruhi oleh tekanan publik.
"Kalau di tingkat pengadilan negeri, biasanya tekanan publik itu lebih banyak dibandingkan apabila sudah banding, kasasi, PK (peninjauan kembali-red)," kata Hotman usai persidangan di PN Jakarta Barat, Kamis 30 Maret 2023.
Untuk itu, Hotman menyebut bahwa pleidoi yang akan dibacakan pada 13 April mendatang akan fokus kepada pelanggaran hukum acara yang menurut Hotman harusnya dapat membatalkan surat dakwaan.
"Pleidoi kita nanti terutama akan fokus ke arah pelanggan hukum acara yang serius, yang menurut undang-undang tidak boleh dilanggar, akibatnya dakwaan batal demi hukum," jelas dia.
Selain itu, pelanggaran fatal lainnya, kata Hotman, adalah pelanggaran UU ITE yang mengatur bukti chatting harus dikoreksi oleh ahli terlebih dahulu baru ditanyakan kepada para saksi.
"Ternyata yang ditanyakan kepada para saksi adalah yang dipenggal-penggal seperti ini. Jadi dalil kita adalah seluruh dakwaan batal demi hukum, karena bukti awalnya hanya chatting WA yang dipenggal-penggal. Padahal Pasal 5 dan 6 UU ITE mengatakan harus utuh, enggak boleh dipenggal-penggal," tutur Hotman.
"Oleh karenaya kita akan meminta surat dakwaan batal demi hukum. Kalaupun nanti (gagal) di PN nanti masih ada kasasi, PK," tandasnya.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menuntut terdakwa kasus narkoba, Teddy Minahasa dengan hukuman mati. Teddy dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tersebut.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Minahasa dengan hukuman mati," kata jaksa saat membacakan tututan di PN Jakarta Barat, Senin.
Jpu menyebut bahwa perbuatan Teddy melanggar pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Fatimatuz Zahra
Editor: Fahreza Rizky