tirto.id - Kuasa hukum keluarga Imam Masykur (25), Hotman Paris Hutapea meminta penyidik Puspom TNI menerapkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana terhadap tiga personel TNI yang menjadi pelaku tewasnya pemuda asal Aceh itu.
Imam merupakan korban penculikan, penganiayaan, dan pemerasan hingga tewas oleh tiga personel TNI. Mereka adalah Praka Riswandi Manik berdinas di kesatuan Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan Paspampres, Praka HS merupakan anggota Direktorat Topografi TNI AD, dan Praka Jasmuri merupakan personil Kodam Iskandar Muda. Ketiga pelaku resmi jadi tersangka dan ditahan di Pomdam Jaya.
Insiden penculikan pria asal Desa Mon Kelayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Aceh itu terjadi pada Sabtu (12/8)2023) di Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
Desakan Hotman ini muncul lantaran mendapatkan kabar bila penyidik akan menerapkan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan terhadap ketiga tersangka tersebut.
"Kami mengimbau kepada Panglima TNI dan juga Pomdam Jaya dan juga penyidik, agar menerapkan pasal tuduhannya itu bukan hanya 351 berupa penganiayaan, tetapi juga diterapkan 340 tentang pembunuhan berencana," kata Hotman di Kopi Joni, Jakarta, Selasa (5/9/2023).
Hotman mengatakan menurut teori hukum, pembunuhan berencana itu jika seseorang berpikir dulu atau ada jeda waktu sebelum melakukan aksinya.
"Kalau ada sempat berpikir bagi si pelaku dan ada jeda waktu, itu dianggap sebagai pembunuhan berencana. Itulah yang diterapkan dalam kasus Sambo [Ferdy Sambo]," ucap Hotman.
Ia mengklaim dalam kasus ini, para pelaku memiliki jeda waktu, bahkan memberikan kesempatan kepada almarhum Imam untuk menelepon keluarganya untuk meminta uang tebusan Rp50 juta.
Selain itu, kata dia, pelaku menelepon keluarga dengan mengatakan, 'kalau kau tidak kirim uang Rp50 juta, saya akan bunuh dan saya akan buang ke sungai'.
"Itu jelas-jelas pembunuhan berencana. Kalau itu bukan pembunuhan berencana, saya enggak tahu lagi. Gelar gue ini SH, M.Hum, dan DR. Kalau itu bukan pembunuhan berencana, apa yang terjadi? Itu imbauan kita," tutur Hotman Paris.
Sebelumnya, kerabat korban, Said Sulaiman mengatakan sebelum penjual kosmetik itu tewas di tangan tiga anggota TNI, Imam sempat menelepon Said bahwa dirinya telah dipukul oleh tiga tersangka. Imam dengan lekas meminta kerabatnya itu segera mengirimkan uang tebusan kepada pelaku.
“Ada sempat [Imam telepon], dengan ponselnya sendiri, yang ngomong Imam sendiri. ‘Kirim duit Rp50 juta, aku ini udah dipukul,’” kata Said menirukan permohonan almarhum Imam.
Said bercerita insiden yang dialami Imam menjelang magrib. Imam yang sedang menjaga toko kosmetiknya didatangi seorang pria berbadan gempal. Tanpa permisi masuk ke dalam toko, Imam lantas berontak, bahkan refleks menolak untuk dibawa.
“Kalau saya tahu setelah kejadian. Saya tahu dari cerita saksi. Saya sebagai abang sepupunya. Jadi, kejadiannya Sabtu sore mau magrib, 12 Agustus,” kata Said.
Kondisi toko itu cukup ramai. Sejumlah orang sempat membantu Imam agar tidak dibawa oleh pria berbadan gempal itu. Imam tak rela begitu saja dibawa oleh pria itu. Ia lantas berteriak 'perampok'.
Dua pria lainnya pun turun dari mobil yang terparkir di pinggir jalan, sekira 300 meter dari toko Imam. Warga lantas membiarkan ketiga tersangka itu membawa Imam dengan bebas lantaran mengaku polisi.
“Imam mikirnya perampok, kan. Enggak berapa lama turunlah yang dua lagi dari mobil, mobil ditaruh di samping jalan. Tukang sate itu. Turun orang badan agak besar, pakai atribut polisi. Turun bilang, kami ini anggota. Yang bantuin mundur orang ini karena [tiga anggota ngaku] polisi. Imam enggak sempat lari, terus dibawa ke mobil itu, enggak tahu lagi,” ucap Said.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto