Menuju konten utama
GWS

Hindari Kurang Tidur karena Dapat Merusak Otak

Kurang tidur tidak hanya membuat seseorang kelelahan pada keesokan harinya, tetapi apabila terjadi secara kronis, dapat menimbulkan hal-hal yang berbahaya. 

Hindari Kurang Tidur karena Dapat Merusak Otak
Ilustrasi Kurang Tidur. foto/istockphoto

tirto.id - Tulisan ini harus saya buka dengan sebuah pengakuan. Saya tumbuh dewasa dengan anggapan bahwa sanggup beraktivitas dengan jam tidur minim adalah sesuatu yang patut diapresiasi, bahkan diglorifikasi.

Bahkan, ada kalanya saya beberapa kali menantang diri sendiri untuk tidak tidur dalam jangka waktu tertentu hanya untuk menguji kekuatan. Sampai akhirnya, saat menginjak usia yang bisa dibilang dewasa sepenuhnya, saya mulai merasakan bahwa semua anggapan itu salah besar.

Saya terlambat menyadari bahwa tidur sebenarnya merupakan fondasi utama kesehatan dan fungsi kognitif manusia. Berbagai penelitian modern telah mengungkap betapa pentingnya tidur yang cukup dan berkualitas dalam menjaga kesehatan otak serta menyoroti bahaya dari kurang tidur kronis.

Dampaknya ternyata tidak main-main karena kualitas dan durasi tidur bukan cuma soal apakah seseorang bakal mengantuk keesokan harinya, tetapi mampu memengaruhi struktur dan fungsi otak secara menyeluruh.

Bagaimana Kurang Tidur Merusak Otak

Salah satu proses penting selama tidur adalah aktivasi sistem glimfatik alias mekanisme pembuangan limbah otak. Aktivasi sistem ini terjadi paling efektif saat seseorang tidur nyenyak, di mana racun-racun seperti beta-amiloid dan protein tau dibersihkan. Kedua zat ini, jika dibiarkan menumpuk, sangat berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.

Kurang tidur secara kronis dapat mengganggu proses pembersihan tersebut sekaligus membuat otak rentan terhadap kerusakan jangka panjang. Sebuah artikel dari dari Yale School of Medicine menyoroti dampak nyata dari tidur yang buruk pada otak.

Mereka yang tidur kurang dari enam jam per malam secara konsisten menunjukkan peningkatan tanda penuaan otak seperti penurunan volume materi abu-abu dan gangguan jalur materi putih. Perubahan ini mengurangi kemampuan otak untuk memproses informasi, mengatur emosi, dan menyimpan ingatan.

Konsekuensi kognitif dari kurang tidur ini bersifat langsung dan kumulatif. Dalam jangka pendek, kurang tidur dapat mengganggu konsentrasi, kemampuan memecahkan masalah, dan pengambilan keputusan. Seiring waktu, defisit ini menjadi lebih parah.

Penelitian yang diterbitkan di PubMed menekankan bahwa tidur pendek kronis sangat terkait dengan penyusutan volume otak dan konektivitas, bahkan pada orang dewasa paruh baya tanpa gejala neurologis sekalipun.

Ilustrasi Kurang Tidur

Ilustrasi Kurang Tidur. foto/istockphoto

Orang yang kurang tidur juga mengalami kesulitan dalam membentuk ingatan baru dan mengambil informasi yang sudah tersimpan. Gangguan ini muncul karena hippocampus, bagian otak yang penting untuk konsolidasi memori, sangat sensitif terhadap efek kurang tidur. Tanpa istirahat yang cukup, hippocampus kesulitan mengkodekan informasi dengan efektif sehingga ingatan yang dihasilkan pun terfragmentasi alias tidak lengkap.

Hubungan antara kurang tidur dan penyakit neurodegeneratif bersifat dua arah. Kurang tidur meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit Alzheimer dan Parkinson dan penyakit-penyakit ini pun bakal mengganggu pola tidur. Alhasil, terciptalah lingkaran setan yang membuat otak tak pernah mendapat kesempatan untuk memulihkan diri.

Beta-amiloid dan protein tau, yang merupakan pusat patologi Alzheimer, paling efektif dibersihkan selama tidur nyenyak. Ketika tidur tidak cukup atau terfragmentasi, protein ini menumpuk dan mengganggu komunikasi saraf. Seiring waktu, ini berkontribusi pada kehilangan memori dan penurunan kognitif yang khas pada pasien demensia.

Tubuh pun Ikut Rusak

Selain otak, tubuh pun bakal merasakan dampak negatif dari kurang tidur. Biasanya, yang langsung terasa adalah peradangan serta stres oksidatif. Proses-proses ini, meskipun merupakan bagian dari respons alami tubuh terhadap stres, akan sangat membahayakan bila diaktifkan secara kronis.

Tingginya kadar penanda inflamasi seperti sitokin dan peningkatan produksi spesies oksigen reaktif merusak sel otak dan merusak jaringan saraf. Kerusakan yang didorong oleh peradangan ini dapat menyebabkan perubahan struktural yang dapat diamati dalam studi pencitraan saraf.

Orang yang kurang tidur sering menunjukkan penurunan volume otak di wilayah yang terkait dengan fungsi eksekutif, memori, dan regulasi emosi. Seiring waktu, perubahan ini meningkatkan kerentanan otak terhadap kondisi terkait usia seperti demensia dan stroke.

Kurang tidur jarang terjadi secara terisolasi. Sering kali, kurang tidur berkaitan dengan kondisi kesehatan lain yang memperburuk dampaknya pada otak. Masalah kardiovaskular seperti hipertensi, bila dipadukan dengan kurang tidur, akan menjadi kombinasi mematikan.

Tekanan darah tinggi mengurangi aliran darah ke otak sehingga menghambat akses otak terhadap nutrisi dan oksigen. Ketika dikombinasikan dengan kurang tidur, ini semakin mempercepat penuaan otak.

Selain itu, gangguan metabolik seperti diabetes dan faktor gaya hidup seperti merokok pun turut memperburuk risiko. Kondisi-kondisi ini memperkuat stres oksidatif dan peradangan. Akibatnya, kemungkinan terjadinya penurunan kognitif akan senantiasa meningkat.

Ilustrasi Kurang Tidur

Ilustrasi Kurang Tidur. foto/istockphoto

Mencari Jalan Terbaik untuk Tidur Nyenyak

Mengingat besarnya dampak kurang tidur pada kesehatan otak, penanganan persoalan ini sudah selayaknya menjadi prioritas. Praktik sederhana seperti menjaga jadwal tidur yang konsisten, mengurangi waktu layar sebelum tidur, dan menciptakan lingkungan tidur yang tenang dan gelap dapat meningkatkan kualitas tidur secara signifikan.

Kemudian, teknik seperti meditasi mindfulness, yoga, dan terapi kognitif dapat membantu seseorang mengelola stres dan tidur lebih baik. Terapi Perilaku Kognitif untuk Insomnia (CBT-I) secara khusus menangani pikiran dan perilaku yang berkontribusi pada kurangnya waktu serta buruknya kualitas tidur.

Sementara itu, dalam kasus kurang tidur kronis yang disebabkan oleh kondisi seperti apnea tidur (sleep apnea) atau sindrom kaki gelisah (restless leg syndrome), perawatan medis sangat penting. Kondisi-kondisi ini memerlukan intervensi yang ditargetkan, seperti terapi tekanan udara positif berkelanjutan (CPAP) atau obat-obatan.

Di saat yang bersamaan, aktivitas fisik secara teratur, pola makan seimbang, dan menghindari stimulan seperti kafein dan nikotin sebelum tidur bisa juga meningkatkan kualitas tidur.

Saat ini, sudah banyak penelitian yang membantu kita memahami hubungan antara tidur dan kesehatan otak. Akan tetapi, sesungguhnya masih banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Penelitian di masa depan harus fokus pada mengidentifikasi biomarker awal kerusakan otak terkait tidur dan mengembangkan intervensi yang ditargetkan untuk populasi berisiko tinggi.

Selain itu, mengeksplorasi faktor genetik dan lingkungan yang memengaruhi kerentanan individu terhadap penuaan otak terkait tidur dapat membuka jalan untuk strategi pencegahan yang dipersonalisasi.

Pada akhirnya, kurang tidur bukan sekadar ketidaknyamanan. Lebih dari itu, kurang tidur adalah faktor risiko kritis untuk penuaan otak dan penurunan kognitif. Tanpa kita sadari, ketika tubuh berada dalam kondisi pasif, sebenarnya terjadi proses-proses kompleks yang amat krusial bagi terjaganya struktur integritas otak.

Kurang tidur tidak cuma bakal membuat seseorang kelelahan pada keesokan harinya, tetapi apabila terjadi secara kronis, dapat mempercepat akumulasi protein beracun, merusak jaringan saraf, dan mengurangi kemampuan kognitif.

Dengan memprioritaskan tidur yang cukup, artinya seseorang telah mengambil langkah penting untuk menjaga kesehatan otak serta meningkatkan kualitas hidup, khususnya dalam jangka panjang. Menjaga tidur, pada dasarnya, adalah menjaga masa depan kita.

Baca juga artikel terkait KURANG TIDUR atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi